Mencicipi Manisnya Madu Hutan Taman Nasional Ujung Kulon

PANDEGLANG – Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) sebagai salah satu kawasan konservasi di Indonesia memiliki banyak potensi sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan secara lestari oleh masyarakat, salah satunya madu hutan yang berlimpah di dalam kawasan tersebut.

Sebagai salah satu kawasan yang terbatas dalam pemanfaatan SDA nya, TNUK sangat rentan bersinggungan dan berkonflik dengan masyarakat, apalagi lahan pekerjaan yang sangat minim di sekitar TNUK.

Namun hal tersebut bisa terselesaikan dengan adanya kemitraan pemanfaatan SDA yang lestari antara pemerintah dengan masyarakat sekitar TNUK.

Madu hutan menjadi alternatif untuk mengangkat taraf ekonomi masyarakat sekitar kawasan yang bergantung dari hasil hutan TNUK.

Dengan harga perkilonya yang mencapai Rp 100 ribu masyarakat bisa mendapatkan keuntungan bersih dari madu hutan hingga lebih dari Rp 1 juta per satu kali pemberangkatan.

“Sekali berangkat 1 minggu kita di hutan, satu tim bisa dapat 1 hingga 2 kuintal,” tutur Eman, Ketua Kelompok Madu Hutan.

Saat ini ada sekitar 157 orang yang tergabung di kelompok madu hutan TNUK yang tersebar di 4 desa penyangga di Kecamatan Sumur Kabupaten Pandeglang.

“Ada 14 kelompok di Desa Ujung Jaya, sekarang baru tercatat 157 orang. Desa Uungjaya, Tamanjaya, Cigorondong, Tunggaljaya dan Kertamukti, masih ada 100 lagi yang belum diinput, masih oret-oretan tangan saja,”jelasnya.

Panen madu hutan biasa dilakukan pada penghujung tahun dimulai September hingga November.

“Panen biasa bulan 8 sampai akhir tahun, tergantung cuaca, sekarang puncak panen bulan 10 sampai 11,”ucapnya.

Pulau Panaitan menjadi tujuan utama para petani madu, madu dari lebah hitam atau Odeng sebutan warga lokal menjadi incaran para petani, sekali berangkat bisa sampai 15 rombongan.

Madu hutan menurut Eman menjadi alternatif usaha yang menguntungkan saat musim kemarau seperti sekarang ini.

Meski didominasi perairan, warga sekitar Taman Nasional Ujung Kulon lebih banyak berprofesi sebagai petani.

“Saat sawah kering Alhamdulillah terbantu dengan adanya madu,”terang Eman.

Saat ini penjualan madu hutan dikelola oleh koperasi, bukan hanya penjualan, namun juga pemrosesan pasca panen dan permodalan pemanenan juga diberikan oleh koperasi.

Legalisasi petani madu hutan ini merupakan salah satu program pemberdayaan masyarakat oleh Taman Nasional Ujung Kulon (BTNUK) sebagai upaya untuk mensejahterakan masyarakat namun tetap menjaga kelestarian alam.

“Ini upaya kami untuk memberikan alternatif usaha bagi masyarakat yang bergantung pada hasil hutan, selama ini banyak dari masyarakat yang melakukan perambahan dan perburuan hewan dilindungi, namun dengan upaya ini kami berharap masyarakat bisa terangkat kesejahteraannya namun hutan tetap terjaga,”ujar Kepala BTNUK, Mamat U Rahmat, Senin (17/9/2018).

Selain pemberdayaan masyarakat malalui kelompok madu hutan, BTNUK juga membentuk kelompok lain, seperti wisata dan keramba kerapu juga tani konservasi yang diharapkan bisa meningkatkan ekonomi masyarakat.

“Ini upaya kami agar Leuweung Bejo masyarakat bisa ngejo,” pungkasnya. (*/Yosep)

Honda