Pengangguran Numpuk di Kota Industri, Brigade Al-Khairiyah Desak Pemkot Kawal Perekrutan Pekerja

CILEGON – Masih tingginya angka pengangguran di Kota Cilegon, dianggap sangat tidak logis dan tidak sejalan dengan keberadaan ratusan industri besar padat modal di kota industri tersebut.

Terlebih dengan adanya rekrutmen tenaga kerja yang dilakukan oleh beberapa industri, seperti PT. Latinusa Tbk, PT. Nippon Steel, PT Krakatau Posco baru-baru ini. Sehingga adanya peluang tersebut, kalangan industri di Kota Cilegon didesak oleh beberapa elemen masyarakat Cilegon untuk memprioritaskan tenaga kerja lokal, sebagai upaya konkrit mengurangi angka pengangguran.

“Sikap Brigade Al-Khairiyah terhadap pemangku kebijakan atau direksi industri khususnya PT. KS dan Posco harus selektif dalam perekrutan tenaga kerja untuk lebih mengutamakan warga pribumi Cilegon yang diharapkan bukan berkedok darah pribumi,” ungkap Ketua DPP Brigade Al-Khairiyah, Anwar Musadad kepada faktabanten.co.id, Sabtu (18/5/2019).

Menurut pria yang merupakan adik kandung Ali Mujahidin ini menilai pengangguran yang tinggi di Cilegon suatu kompleksitas permasalahan sosial yang semakin rumit dalam satu dekade terakhir ini. Maka perlu implementasi yang real dilakukan oleh kalangan industri.

“Adanya perekrutan tenaga kerja oleh industri diharapkan mampu memberikan alternatif terobosan baru dalam pemberdayaan masyarakat miskin karena tidak bekerja. Dalam menjaga eksistensinya, perusahaan tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat yang ada di sekitarnya. Harus ada hubungan resiprokal (timbal balik) antara industri dengan masyarakat sebagai pasangan hidup yang saling memberi dan membutuhkan,” jelasnya.

“Kontribusi dan harmonisasi keduanya akan menentukan keberhasilan pembangunan. Dua aspek penting harus diperhatikan agar tercipta kondisi sinergis antara keduanya sehingga keberadaan perusahaan membawa perubahan kearah perbaikan dan peningkan taraf hidup masyarakat,” imbuhnya.

Pria yang akrab disapa Kang Adad ini juga membeberkan histori persoalan-persoalan terjadinya miss antara pihak industri dan masyarakat di sekelilingnya. Sehingga hal itu harus dihindari oleh pihak industri, salah satunya dengan mempekerjakan masyarakat sekitar.

“Yang berskill dan non skill bisa dilatih harus di utamakan oleh perusahaan kalau memang serius ingin mengatasi persoalan pengangguran di Cilegon, oleh karena itu pemengku kebijakan perusahaan, pemerintah dan unsur lingkungan tentunya harus senergi,” tegasnya.

“Sehingga dalam masyarakat di lingkungan sekitar perusahaan tidak terjadi dugaan- dugaan yang mengarah kepada prilaku yang tidak berkeadilan atau KKN. Apa yang terjadi ketika banyak perusahaan didemo, dihujat, bahkan dirusak oleh masyarakat sekitar lokasi. Dunia Industri sering menjadi tertuduh utama dalam masalah kerusakan lingkungan, karena dampak limbah maupun maupun eksploitasi sumber daya alam,” bebernya.

“Selain itu, hanya sedikit atau bahkan mungkin tidak ada keuntungan perusahaan yang dikembalikan kepada masyarakat. Justru yang banyak terjadi, masyarakat malah termarginalkan di daerah sendiri,” imbuhnya.

Kang Adad juga menceritakan terkait rekrutmen tenaga kerja sejak awal dirintisnya industri di Cilegon sejak didirikannya Trikora atau PT. Krakatau Steel pada tahun 1962 oleh rezim Orde Lama.

“Sampai dengan saat ini khususnya warga Warnasari, Citangkil dan Grogol yang wilayahnya terkena gusuran untuk KS, masih saja tinggi pengangguran. Artinya kurangnya perhatian pemangku kebijakan industri dalam hal seleksi rekrutmen tenaga kerja yang masih minim namun masih banyak yang mempribumisasi atau warga pribumi yang berkedok darah pribumi,” paparnya.

“Sebagaimana KS itu sendiri seolah seperti meng-krakatau-isasi dengan menjadi KS Group justru mencari keuntungan dari masyarakat Cilegon. Diantaranya PT. KTI pabrik pengelolaan air Cidanau, bongkar muat pelabuhan PT. KBS, kemudian KE jasa kontruksi, kemudian pengelola limbah atau Wastek, Hotel Krakatau, KCC, swalayan KJ, RSKM dan sebagainya.
Wajar saya sebagai masyarakat Cilegon khususnya warga gusuran teriak menuntut haknya karena sebelum didirikannya KS, konon Kampung Citangkil dulu kata orang tua kami, sejahtera walau sektor perekonomian belum industri,” tambahnya.

Menurutnya, dulu kebahagiaan dan bersehajaan masyarakat Cilegon justru lebih terasa, walau mayoritas berprofesi sebagai petani dan nelayan. Karena kondisi alam saat itu yang belum tersentuh industri, seperti supermarket yang menyediakan pangan bagi masyarakat.

“Warga Citangkil dulu masih merasakan kesejukan pagi hari, alam masih asri, kicauan burung saling manyaut, namun adanya industri justru warga kebisingan, polusi di udara dan air. Tempat yang dijadikan mata pencaharian seperti sawah, kebon dan ladang sudah tidak ada lagi kenangan itu didapat oleh warga. Maka saya anggap khususnya pensiunan KS yang merupakan asli warga Cilegon yang berdarahkan pribumi, saya anggap bodoh jika tidak dapat mempertahankan kearifan lokal itu untuk generasi penerusnya,” tegasnya.

“Kebesaran hati masyarakat Warnasari, Citangkil dan Grogol yang bahkan rela mesti kehilangan tempat tinggalnya karena direlokasi salah satunya korban atas gusuran PT. Krakatau Stell. Tapi hingga hari ini kenapa masih ada masyarakat Cilegon tulen menangis dan harus mengemis untuk diprioritaskan dalam rekrutmen tenaga kerja,” imbuhnya.

Maka, dalam hal ini Kang Adad mendesak kepada para pemangku kebijakan rekrutmen tenaga kerja dalam hal seleksi atau interviu, diharapkan adanya keterwakilan warga atau tokoh Cilegon untuk mengawal proses rekrutmen tenaga kerja berjalan agar terwujudnya transparasi.

“Rekrutmen ini harus dengan seadil-adilnya, juga melibatkan informasi publik baik media cetak, online lokal atau media lainnya agar tidak menjadi gejolak adanya dugaan KKN, diskriminasi dan lainnya. Pentingnya transparansi untuk menciptakan kemakmuran, lapangan kerja, serta kelangsungan perusahaan. Sikap saya ini tidak punya tujuan apa-apa, karena ini kepentingan masyarakat Cilegon,” ujarnya.

Dukungan terhadap sikap DPP Brigade Al-Khairiyah ini juga disampaikan oleh organisasi atau badan otonom Al-Khairiyah lainnya. Ketua Himpunan Pemuda Al-Khairiyah (HPA) Ismatullah mendorong pihak Pemkot Cilegon untuk berperan aktif mengawal perekrutan tenaga kerja industri agar lebih memprioritaskan warga Cilegon.

“Kami melihat proses perekrutan dan mekanisme informasinya tidak legitimed bagi masyarakat Cilegon karna masih minimnya pengetahuan teknologi, diantaranya rekrutmen tenaga kerja non skill. Atas dasar itu, kami menekan kepada pemerintah dan industri agar menjaga kondisifitas di akar rumput, seperti halnya yang diutarakan senior kami Anwar Musadad, utamakan tenaga kerja lokal untuk menekan angka pengangguran di Cilegon,” tegasnya.

Aspirasi juga diungkapkan oleh Ketua LSM Rombongan Antar Pelindung Pengangguran Pribumi Cilegon (RAP3C), Agus berharap tidak ada lagi oknum yang berkedok darah pribumi untuk mengelabui masyarakat Cilegon. Proses rekrutmen harus dilakukan dengan baik dan jujur serta bertujuan mengurangi pengangguran di Cilegon.

“Segala urusan itu semuanya mudah kalau niat serta ketulusanlah yang dilakukan, dengan prilaku ahlak yang baik. Di bulan Ramadhan yang merupakan bulan pernuh berkah dan rahmat ini, mari jagalah hati jangan dinodai dengan menyakiti perasaan orang Cilegon,” tuturnya.

Begitu juga yang disampaikan oleh Ketua LSM gempar, Oman Faturohman menuntut adanya komitmen real antara lembaga sosial, eksekutif dan legislatif Cilegon untuk mengawal perihal rekrutmen ketenagakerjaan terhadap pihak industri yang ada di Kota Cilegon.

“Kita tuntut kepada seluruh perusahaan di Kawasan KIEC untuk melakukan nota kesepahaman atau MoU, ketika perusahaan-perusahaan tersebut akan membuka lowongan pekerjaan. Dan harus disepakati prioritas putra daerah dalam hitungan presentase. Penenanda tanganan kesepakatan di Gedung DPRD Kota Cilegon antara perwakilan perusahaan, perwakilan ORMAS atau LSM, dan juga ikut ditanda tangani oleh Ketua DPRD dan Walikota Cilegon. Ini acuan dasar kita ke depan yang bersifat jangka panjang,” katanya, menawarkan solusi.

Perhatian terhadap kalangan industri untuk mengutamakan tenaga kerja lokal juga ikut disoroti oleh anggota Laskar Merah Putih (LMP) kota Cilegon, Ari Muhammad yang mengaku miris dengan banykanya warga Cilegon yang hanya menjadi penonton.

“Terkait industrialisasi serta penerimaan para pekerja harus dikoordinasikan dengan lingkungan supaya kearifan lokal bisa terjaga, masyarakat sekitar industri terangkat ekonominya dan bukan hanya jadi penonton di tengah hiruk pikuknya Industrialisasi yang ada di Kota Cilegon,” ucapnya tegas. (*/Ilung)

Honda