Tolak Direlokasi, PKL Pasar Rau dan Ormas Tuding Pemkot Penindas Rakyat

SERANG – Rencana Pemkot Serang untuk merelelokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Pasar Induk Rau (PIR) oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) Kota Serang mendapat perlawanan dari beberapa pedagang dan puluhan anggota Orams Pemuda Pancasila (PP).

Sebagai bentuk penolakan, pedagang dan Ormas Pemuda Pancasila menghalau anggota Satpol-PP Kota Serang yang akan menertibkan PKL dengan melakukan aksi unjuk rasa. Senin (2/9/2019).

Dalam aksinya, masa aksi menyebut bahwa relokasi sebagai bentuk penindasan yang dilakukan Pemkot Serang terhadap rakyat kecil, karena lebih mementingkan kepentingan Korporasi dari pada PKL.

“Relokasi ini hanya kedok untuk menggusur rakyat kecil. Terlebih kemaren Wakil Walikota hanya meninjau semata dan tidak bisa menunjukkan sertifikasi bahwa gedung PIR ini layak sebagai tempat relokasi. Kalau kiranya layak maka tunjukkan buktinya,” teriak salah satu orator.

Selain itu, masa aksi juga menuding bahwa Pemkot Serang dalam merelokasi PKL tidak disertai solusi yang matang sehingga pasca direlokasi para PKL nasibnya terkatung-katung seperti halnya nasib PKL Stadion Maulana Yusuf.

“Apakah nasib PKL Pasar Induk Rau akan sama nasibnya dengan PKL yang berada di Stadion Maulana Yusuf yang sampai hari ini tidak jelas nasibnya,” ujarnya.

Saat ditemui di lokasi, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Serang, Tb Urip Henus mengklaim bahwa relokasi yang dilakukan hari ini akan tetap dijalankan, hanya saja, ada beberapa kendala di lapangan. Meski banyak kendala pihaknya akan tetap melanjutkan relokasi sesuai rencana.

Sebelum melanjutkan relokasi pihaknya akan melakukan dialog terlebih dahulu dengan PKL dengan maksud mengetahui alur pemikiran serta keinginan masing-masing pedagang.

“Sebetulnya tidak dibatalkan, jadi pemerintah akan membuka ruang dialog antara pedagang dan pemerintah lagi karena dialog tadi berjalan sengit maka kita putuskan kamis 5 September 2019 dialog lagi di pemkot pukul 9:00 WIB, jadi tidak ada tuh pembatalan,” katanya.

Selain itu, Urip pun menuding penolakan itu dilakukan oleh para pedagang dan Ormas dikarenakan ketidaktahuan mereka pada masalah yang ada di lapangan. Salah satunya pendemo menyebut bahwa gedung PIR tidak layak dihuni.

Padahal, lanjutnya, bangunan PIR layak digunakan sampai 50 tahun sedangkan sampai saat ini gedung baru terpakai 17 tahun dan ini masih layak.

“Namanya juga dinamika organisasi, mungkin saja mereka (pendemo) ngomong begitu karena ketidak tahuan. Dan Kita juga belum tahu maksud tidak layak bagi mereka itu kaya gimana,” tutupnya (*/Ocit)

Honda