Kejanggalan Seleksi IPDN, Orang Tua Akan Tempuh Jalur Hukum

CILEGON – Sempat melayangkan surat pernyataan keberatan kepada pihak Rektorat IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri) pasca anaknya dinyatakan tidak lulus dalam Sistem Pemilihan Calon Praja (SPCP), Badia Sinaga ancam akan laporkan pihak panitia SPCP ke jalur hukum.

Hal itu dikarenakan, Badia Sinaga, orang tua dari calon praja yang gugur dalam SPCP, menduga dalam pengumuman SPCP ada kecurangan yang dilakukan oleh oknum panitia dengan menerapkan sistem “warning”.

“Jadi hari Kamis, 5 Agustus 2019, saya ketemu Pak Murtir (Rektor IPDN -red) didampingi Rektor 3 di kantor IPDN Cilandak, Jakarta. Beliau mengatakan bahwa sistem ‘warning’ ini tidak ada di IPDN,” ucap Badia Sinaga kepada awak media, Jumat (6/9/2019).

“Padahal anak saya mengatakan, dari 35 delegasi calon praja asal Banten, 6 diantarannya mendapatkan ‘warning’ dari pihak panitia SPCP. Jadi ‘warning’ ini, H-1 sebelum pengumuman calon praja dipanggil,” imbuhnya.

Ia pun turut membeberkan dugaan adanya 6 calon praja asal Provinsi Banten yang mendapatkan ‘warning’ dari oknum panitia SPCP, diantaranya adalah ZN, RIF, MAP, AM, NFR dan GN.

“Sedangkan anak saya, Hizkia tidak dapat (warning -red), dan langsung dinyatakan gugur oleh panitia SPCP,” ujarnya.

Kartini dprd serang

Diakui Badia, dirinya sudah menyampaikan hal tersebut kepada Rektor IPDN Jatinangor, Murtir Jeddawi, dan meminta untuk dilakukan ukur ulang. Ia pun menuturkan bahwa dirinya telah diberi memo oleh Rektor IPDN untuk menemui Ketua Tim Kesehatan dari Pusat Kesehatan (Puskes) Mabes TNI.

Namun, Badia menuturkan bahwa dirinya merasa kecewa atas jawaban tertulis dari pihak panitia yang mengurusi bagian kesehatan dan psikotes dalam SPCP tersebut atas surat pernyataan keberatan yang dilayangkan olehnya pada hari Selasa, 3 Agustus 2019 lalu.

“Jadi dalam jawaban tertulis dari Puskes Mabes TNI atas nama anak saya, Hizkia Raymond. Saya mendapati adanya kejanggalan pada berkurangnya tinggi badan anak saya yang dalam surat mereka disebutkan 158 cm, padahal 162 cm,” ungkapnya.

“Dan soal Stakes IV Bronchits yang dinyatakan tidak memenuhi syarat. Padahal anak saya dari 35 delegasi asal Banten, untuk tes rontgen thorax-nya urutan 14, jadi ada yang lebih buruk diantara 32 kuota yang dinyatakan lulus tersebut. Dan hasil tes padah hari Rabu, 4 September 2019 di Biomed, dr Ade Hidyata SpR menyatakan Cor dan Pulamo dalam batas normal,” imbuhnya.

Dengan terungkapnya kejanggalan-kejanggalan dalam SPCP, ditegaskan Badia, pihaknya menuding ada unsur kecurangan dalam SPCP yang dilakukan oleh oknum di kepanitiaan SPCP. Untuk itu, lanjutnya, pihaknya akan menempuh jalur hukum dalam waktu dekat untuk mendapatkan keadilan.

“Rektor IPDN bilang tidak ada istilah ‘warning’, tapi oknum panitia diduga melakukan ‘warning’. Ini jelas indikasi kejanggalan. Kedua, soal selisih 4 cm pada tinggi badan anak saya dan soal hasil tes bronchits. Saya akan bawa pengacara melaporkan hal ini ke Polda Jawa Barat,” tandasnya. (*/Ilung)

Polda