Refleksi, Fraksi Gerindra DPRD Soroti Pengangguran dan Kemiskinan di Banten

SERANG – Menjelang akhir tahun 2019, akumulasi isu tentang Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten terbilang kompleks. Seperti dalam dua bulan terakhir, masyarakat diramaikan dengan hasil survei yang telah dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) Banten, menunjukkan tingginya tingkat pengangguran terbuka (TPT) Provinsi Banten dalam skala nasional.

Sejalan dengan itu, Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Banten menggelar diskusi publik yang bertajuk “Refleksi Akhir Tahun, 19 Tahun Provinsi Banten” di Gedung Serba Guna DPRD Banten, Kamis (12/12/2019).

Hal itu dilakukan untuk membedah persoalan-persoalan daerah yang terjadi selama 19 tahun Banten menjadi Provinsi, serta menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan di tahun yang akan datang.

Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Banten Agus Supriyatna mengatakan, kegiatan ini dalam rangka menyambut tahun baru 2020 dan mengakhiri tahun 2019. Ia mengharapkan, kegiatan ini menjadi tradisi baik untuk sering dilakukan, sebagai wujud aktivitas literasi di lingkungan DPRD.

“Kita ingin membiasakan dunia akademik di DPRD,” kata Agus dalam sambutannya.

Di lain sisi, Fraksi Gerindra DPRD Banten yang juga merupakan partai pemenang Pemilu 2019, memberikan catatan penting dalam perjalanan Provinsi Banten selama 19 tahun.

Agus menjelaskan, ada hal penting yang menjadi ukuran dalam keberhasilan pembangunan daerah, yakni minimnya angka pengangguran dan kemiskinan.

Namun justru berbanding terbalik dengan situasi yang ada di Provinsi Banten saat ini. Ia mengatakan bahwa angka pengangguran di Banten masih terbilang tinggi. Diketahui, berdasarkan survei BPS Banten, sebanyak 8,11 persen TPT Banten pada tahun 2019, dan itu menunjukkan daerah tertinggi se-Indonesia.

“Lalu angka kemiskinan juga tinggi. Sehingga mau dibawa kemana,” terangnya.

Sementara itu, hal senada diungkapkan pengamat Pemerintahan Muhammad Nasir. Ia mengatakan, dalam kurun waktu empat tahun, penduduk miskin di Provinsi Banten tidak mengalami penurunan secara signifikan.

Seperti pada September 2016, persentase penduduk miskin di Banten mencapai 5,36 persen, sedangkan persentase penduduk miskin pada Maret 2019 mencapai 5,09 persen. Hal demikian menjadi sorotan Nasir dalam membaca persoalan daerah.

Pasalnya selama empat tahun, penduduk Banten akan terus tumbuh, namun persentase penduduk miskin menurun 0,27 persen selama 4 tahun, terhitung dari tahun 2016-2019.

“Dalam empat tahun angkanya tidak turun-turun. Tetap di angka 600 ribuan,” kata Nasir.

Kemudian, untuk TPT Banten pun selama dua tahun terakhir menjadi perhatian khusus. Lantaran tetap setia menjadi peringkat tertinggi TPT dalam skala Nasional. Menariknya kata Nasir, APBD Banten juga selama empat tahun terakhir hanya meningkat di angka minimum Rp1 triliun.

Selain itu, di tempat yang sama, pengamat politik Gandung Ismanto menuturkan, Banten masih menjadi daerah yang mengalami berbagai ketimpangan, dan jauh dari kata kemajuan.

“Ketimpangan itu masih diwariskan sampai sekarang,” ucap Gandung.

Dikatakannya, daerah lain jauh lebih maju dibandingkan dengan Banten. Ia menjelaskan, kemajuan Banten tidak sebanding dengan tantangan yang begitu berat dirasakan saat ini. Ditambah tuntutan publik yang makin tinggi.

“Dari pertama terbentuk (tahun 2000-red) sampai sekarang gitu-gitu aja, ga ada yang begitu dibanggakan,” tukasnya. (*/Qih)

Honda