Dalih Intruksi PT CPI, Perusahaan Outsourcing PHK Sepihak 16 Karyawan

SERANG – PT Sentra Misnan Abadi (SMA) sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja yang mempekerjakan karyawannya di PT Charoen Pokphand Indonesia (CPI) telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak kepada 16 karyawan yang bertugas sebagai security.

16 karyawan itu melalui kuasa hukum dari lembaga hukum Syaifullah dan Keluarga Law Firm menuturkan, pihaknya mendapatkan aduan dari klien yang berprofesi sebagai security atau keamanan di perusahaan yang di PHK sepihak oleh PT SMA sebagi perusahaan outsourcing.

“Berawal dari pengaduan 16 karyawan security yang bekerja di PT Charum Pokphand plan dua bagian badcram. Mereka pagi-pagi mau kerja tiba-tiba di dalam sudah ada penggantinya. Artinya mereka itu secara tidak langsung di PHK. Sebab mereka mau kerja sudah ada penggantinya,” kata Ipul saat ditemui awak media, Sabtu (18/1/2020).

Kemudian dikatakan oleh Ipul, PHK secara kompak dilakukan padahal kedua perusahaan tidak pernah memberikan konfirmasi terlebih dahulu. Untuk mendapatkan kejelasan, pihaknya mencoba mengkonfirmasi kejadian itu kepada dua perusahaan tersebut. Namun, hasil dari konfirmasi pihak perusahaan PT CPI maupun PT SMA sebagai outsourcing berdalih bahwa tidak pernah ada PHK 16 orang. Hanya saja, ada rolling tempat pekerjaan.

“Kemarin 17/1/2020 pukul 15.10 WIB 16 orang karyawan itu dikumpulkan oleh perusahaan dengan dalih pemberitahuan bahwa akan dirolling. Tapi anehnya, yang dirolling hanya 4 orang saja sedangkan sisanya menunggu tanpa kejelasan,” paparnya.

Ipul menuding, bahwa dalih rolling tempat kerja merupakan akal-akalan perusahaan untuk mem-PHK mereka secara tidak langsung. Padahal, masa kontrak kerja 16 orang tersebut masih terbilang cukup lama.

“Mereka (karyawan-read) mulai kontrak diakhir tahun 2019 dengan durasi satu tahun kedepan, ini kan masih panjang masa kerjanya dan apabila terjadi PHK pihak perusahaan memberikan kompensasi sebesar 3 juta sampai masa kontrak habis karena ini merupakan amanah UU,” ungkapnya.

Ipul pun menilai, perjanjian kontrak antara karyawan dengan PT SMA sudah cacat hukum karena tidak mencantumkan gaji satu bulan dan berapa rincian perbulannya.

“Perjanjian PT SMA dengan karyawan itu dinilai cacat hukum. Karena tidak mencantumkan nilai lembur berapa perjam, upahnya berapa perbulan, jam kerjanya berapa terus tidak mencantumkan kerjanya di perusahaan mana,” cetusnya.

Selain itu Ipul mengatakan, bahwa menyayangkan sikap yang dilakukan oleh salah satu oknum kepolisian yang mengusir dirinya saat melakukan pendampingan kepala kliennya. Menurutnya, sikap pengusiran tersebut merupakan kesalahan besar yang dilakukan oknum kepolisian. Karena, bagaimanapun juga seorang advokat diperbolehkan mendampingi kliennya dalam  kondisi apapun dan ini merupakan amanat undang-undang.

“Nah saat mendampingi karyawan itu, di sana oknum polisi yang berinisial HRS. Saya sebagai kuasa hukum karyawan diusir tidak boleh mendampingi. Ini kan sudah masuk kode etik kepolisian, dan itu sudah diatur dalam PP nomor 2 tahun 2003. Di peraturan dijelaskan pada pasal 5 bahwa polisi tidak boleh berbisnis dan tidak boleh membackingi. Nah pada saat ini yang memfasilitasi itu adalah oknum polisi bahkan sampai memimpin acara,” jelasnya.

“UU 18 tahun 2003 sudah jelas bahwa pengacara boleh mendampingi kliennya di manapun, kapanpun dalam kondisi apapun dan siapapun tidak boleh menghalang-halangi pengacara,” ujarnya.

Oleh karena itu pihaknya akan melakukan pelaporan kepada Polda Banten tentang oknum polisi tersebut dengan dugaan pelanggaran pasal 52 uuk 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan Kuhperdata pasal 1243 dan 1365 tentang wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Yang di dalamnya ada oknum polisi yang telah menjadi pembina PT. SMS hal itu diduga telah melanggar UU no 2 tahun 2002 tentang kepolisian dan PP no.2 tahun 2003 tentang kode etik anggota polisi yang dilarang keras menjadi baking atau bisnis untuk kepentingan pribadi.

“Nah ini kan berbenturan dengan selogan polisi sebagai pengayom masyarakat dia hanya duduk doang untuk mengawasi mengamankan, apabila situasi sudah genting. Dan oknum polisi ini tugasnya di Polsek keragilan, tapi jadi pembina satpam di kecamatan Kibin. Kan ini aneh. Jadi nanti besok saya akan laporan ke propam terhadap pengusiran ini,” tandasnya.

“Kompensasi sebesar 3 juta sampai masa kontrak habis karena ini merupakan amanah UU,” ungkapnya.

Ipul pun menilai, perjanjian kontrak antara karyawan dengan PT SMA sudah cacat hukum karena tidak mencantumkan gajih satu bulan dan beberapa rincian perbulannya.

“Perjanjian PT SMA dengan karyawan itu dinilai cacat hukum. Karena tidak mencantumkan nilai lembur berapa perjam, upahnya berapa perbulan, jam kerjanya berapa terus tidak mencantumkan kerjanya di Perusahaan mana,” cetusnya.

Selain itu, dikatakan Ipul, dirinya menyayangkan sikap yang dilakukan oleh salah satu oknum kepolisian yang mengusir dirinya saat melakukan pendampingan kepala kliennya. Menurutnya, sikap pengusiran tersebut merupakan kesalahan besar yang dilakukan oknum kepolisian. Karena, bagaimanapun juga seorang advokat diperbolehkan mendampingi kliennya dalan kondisi apapun dan ini merupakan amanat undang-undang.

“Nah saat mendampingi karyawan itu, disana ada oknum polisi yang berinisial HRS. Saya sebagai kuasa hukum karyawan diusir tidak boleh mendampingi. Ini kan sudah masuk kode etik kepolisian itu sudah diatur dalam PP nomor 2 tahun 2003. Di peraturan itu dijelaskan pada pasal 5 bahwa polisi itu tidak boleh berbisnis tidak boleh membackingi. Nah pada saat ini yang memfasilitasi itu adalah oknum polisi itu bahakan sampai mempimpin acara,” jelasnya.

“UU 18 tahun 2003 sudah jelas bahwa pengacara boleh mendampingi kliennya dimanapun, kapanpun dalam kondisi apapun dan siapapun tidak boleh menghalang-halangi pengacara,” ujarnya.

Oleh karena itu pihaknya akan melakukan pelaporan kepada Polda Banten tentang oknum polisi tersebut dengan dugaan pelanggaran pasal 52 uuk 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan Kuhperdata pasal 1243 dan 1365 tentang wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Yang didalamnya ada oknum polisi yang telah menjadi pembina PT. SMS hl itu diduga telah melanggar UU no 2 tahun 2002 tentang kepolisian dan PP no.2 tahun 2003 tentang kode etik anggota polisi yang dilarang keras menjadi baking atau bisnis intuk kepentingan pribadi. (Ocit)

Honda