Nelayan Pengantar Turis China yang Tenggelam di Pulau Sangiang Dijerat Hukum

Dprd ied

CILEGON – Nelayan Kota Cilegon, Perana Yoga (24), saat ini sedang menjalani proses Penahanan di Lembaga Permasyarakatan Kelas III Cilegon, dengan dugaan tindak pidana perkara pelayaran yaitu Nahkoda KM. Bintang Timur yang berlayar tidak memiliki surat persetujuan berlayar (SPB) yang dikeluarkan oleh Syahbandar (KSOP).

Nelayan tersebut dituduh melanggar pasal 323 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.

Sebelumnya, Perana Yoga berlayar dengan membawa WNA asal China dari pangkalan nelayan Mabak Kecamatan Merak menuju areal snorkeling di perairan Pulau Sangiang, kemudian saat snorkeling WNA asal China tersebut hilang di perairan Sangiang, Kecamatan Anyer, pada Minggu (3/11/2019) silam.

Sambil berderai air mata, Nurdin, orang tua Perana Yoga menceritakan kejadian yang dialami anaknya kepada HNSI Cilegon bahwa peristiwa yang sedang dihadapi anaknya adalah terkait kelengkapan administrasi Surat Persetujuan Berlayar (SPB).

“Anak saya pada bulan November 2019 sudah ditahan di Polairud, tidak sampai sebulan ditahan anak saya ditangguhkan penahanan dan disuruh wajib lapor, kemudian anak saya dipanggil kembali oleh Kejari Cilegon di bulan Januari 2020 dan sampai saat ini masih ditahan di Rutan Cikerai,” jelasnya saat ditemui di Sekretariat DPC HNSI Kota Cilegon, Rabu (5/1/2020).

Terlebih menurut Nurdin, kejadian tersebut membuat kecemasan bagi keluarganya, Keluarga anaknya tersebut juga termasuk dalam golongan masyarakat menengah ke bawah dengan keadaan istri dari anaknya yang sedang sakit parah.

dprd tangsel

“Istri dari anak saya saat kejadian awal penahanan sedang menderita sakit kangker usus stadium C, sehingga anak saya selaku kepala keluarga berupaya mencari usaha sampingan selain nelayan dengan menyewakan jasa pelayaran kapal, kapalnya kurang lebih ukuran 6,5 GT untuk keperluan mancing, pada saat kejadian anaknya membawa kapal tersebut dengan wisatawan asing yang membutuhkan jasanya, terlebih saat cuaca sedang angin baratan seperti saat ini, anak saya harus memutar otak guna memenuhi kebutuhan sehari-hari dan pengobatan istrinya,” ungkapnya.

Menurut aturan, Penerbitan SPB diterbitkan oleh Syahbandar setempat setelah mendapatkan surat laik operasi (SLO). Merujuk Kepada Permen KP Nomor 1 Tahun 2017 tentang Surat Laik Operasi Kapal Perikanan Pasal 3 Ayat 1, 2 dan 3 menyebutkan (1), setiap kapal perikanan yang akan melakukan kegiatan perikanan wajib memiliki SLO. (2) Kewajiban memiliki SLO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi kapal perikanan untuk Nelayan Kecil dan Pembudi Daya Ikan Kecil. (3) Nelayan Kecil dan Pembudi Daya Ikan Kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan ketentuan hanya memiliki satu unit atau lebih kapal perikanan dengan ukuran kumulatif paling besar 10 GT.

Diketahui, nelayan atas nama Perana Yoga ini hanya menggunakan kapal ukuran 6,5 GT.

Sesuai Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 30 tahun 2012 pasal 12 menyebutkan ayat (1) Kewajiban memiliki SIUP, SIPI/SIKPI sebagaimana dimaksud dikecualikan bagi Nelayan kecil.

Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Penerbitan Surat Persetujuan Berlayar Bab I Pasal 1 ayat 1 menyebutkan SPB adalah suatu kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh Syahbandar terhadap kapal yang akan berlayar berdasarkan surat pernyataan Nakhoda. Dan di ayat (5) dikatan Syahbandar di Pelabuhan Perikanan adalah Syahbandar yang ditempatkan secara khusus di pelabuhan perikanan untuk pengurusan administratif dan menjalankan fungsi menjaga keselamatan pelayaran.

Sementara diketahui, petugas Syahbandar Perikanan di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) di Kota Cilegon tidak pernah ada di tempat, sehingga pengurusan dokumen sangat kesulitan bagi nelayan. Diketahui juga sangat minim sosialisasi mengenai SPB oleh Syahbandar kepada nelayan, sehingga membuat nelayan di Kota Cilegon tidak mengetahui aturan. (*/Ilung)

Golkat ied