Buruh Keluhkan Upah di Lebak Masih di Bawah UMK

LEBAK – Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kabupaten Lebak mendesak Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Lebak agar melakukan tindakan tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang masih memberikan upah jauh di bawah upah minimum kabupaten (UMK) kepada para pekerjanya.

Ketua SPN Lebak, Sidik Uwen mengatakan, banyaknya aduan dari para buruh kepada SPN khususnya terkait masalah UMK yang masih jauh dari standar UMK yang ditetapkan Pemkab Lebak. Sejumlah perusahaan yang berada di jalan Rangkasbitung – Citeras, ternyata masih banyak yang memberikan upah di bawah UMK. Bahkan, pengawasan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Banten dinilai sangat lemah dan nyaris tidak ada sama sekali.

“Kami sengaja mendatangi Dinas Tenaga Kerja Lebak dan langsung menemui Kepala Dinas untuk menyampaikan langsung keluhan sejumlah buruh di Lebak yang masih diperlakukan tidak adil dan layak oleh perusahaan,” kata Sidik Uwen, Selasa (11/2/2020).

Menurut Uwen, pihaknya mengajak kepada Disnaker untuk melakukan monitoring langsung kepada perusahaan-perusahaan yang disinyalir masih memberikan upah jauh di bawah UMK. Untuk Kabupaten Lebak sendiri, UMK telah ditetapkan sebesar Rp2.710.654,00. Para buruh yang bekerja di beberapa perusahaan yang ada di sekitar jalan Rangkasbitung mendapatkan upah beragam, ada yang mendapatkan Rp1,4 juta perbulan, ada yang Rp1,6 juta, dan ada yang Rp1,7 juta.

“Padahal UMK Kabupaten Lebak lebih rendah dari kabupaten/kota yang ada di Banten, tapi nyatanya para perusahaan masih banyak yang mengangkangi pemberian UMK yang telah disepakati,” ujarnya.

Hal yang sama disampaikan Ade, penetapan UMK ini hasil musyawarah bersama antara pemerintah, perwakilan pengusaha dan perwakilan buruh. Sehingga, jika ada perusahaan tidak mampu memberikan upah berdasarkan UMK Lebak, ada mekanisme yang harus mereka tempuh, diantaranya menyampaikan surat keberatan yang disertai dengan alasan yang kuat dan harus ada kajian dan audit dari akunting tentang keuangan perusahaan selama dua tahun ke belakang.

“Kita lihat dan kita selidiki, managemen perusahaan ini tidak terbuka terkait hasil audit dari akunting, bahkan mereka tidak mau memperlihatkan dokumen tersebut jika kami pertanyakan,” papar Ade.

Selain UMK, pihaknya juga banyak menemukan para buruh tidak mendapatkan BPJS ketenaga kerjaan. Padahal, perusahaan mempunyai kewajiban memberikan BPJS ketenagakerjaan.

“Kewajiban perusahaan masih banyak yang tidak mereka berikan kepada buruh, selain UMK yang masih belum layak, juga buruh juga banyak yang tidak mendapatkan BPJS ketenagakerjaannya,” ungkap Ade.

Sementara itu, Kepala Disnakertrans Lebak, Tajudin Yamin mengaku, pihaknya akan secepatnya membentuk tim yang di dalamnya pemerintah dan serikat pekerja untuk langsung memantau dan melakukan monitoring kepada sejumlah perusahaan yang ada di Lebak. Terkait ada beberapa perusahaan yang memberikan upah dibawah UMK, pihaknya akan menginfentarisir perusahaan mana saja yang selanjutnya akan dilaporkan ke Provinsi Banten.

“Karena pengawasannya ada di provinsi, nanti hasil dari monitoring akan kami laporkan agar segera ditindak lanjuti oleh Dinas Tenaga kerja provinsi Banten,” papar Tajudin.

Tajudin mengaku, pihaknya belum mempunyai data perusahaan mana saja yang belum mampu memberikan upah sesuai UMK Lebak. Karena, managemen perusahaan di Lebak dalam melakukan komunikasi dengan Disnaker sangat buruk. Bahkan, jika ada petugas Disnaker mengunjungi perusahaa, perlakua dan penerimaan mereka kurang baik.

“Komunikasi ini lah yang saat ini harus dibangun dengan baik, sehingga jika ada permasalahan buruh dapat diselesaikan dengan baik dan bersama-sama,” ucapnya. (*/Lbk1)

Honda