Ya Khaliqa Covid, Ihfadhna

Oleh: Emha Ainun Nadjib

Anak cucuku Jamaah Maiyah mentradisikan makan sehat minum sehat, ketahanan jasadnya solid dan maksimal, dengan berwudlu menjaga kesuciannya siang dan malam, akhlaknya karimah, hatinya sujud, pikirannya istiqamah di Shirathal Mustaqim, jiwa sosialnya tinggi, setiap langkahnya bernilai barokah dunia dan ridla Akhirat, taqwanya kokoh dan dzikrullahnya tanpa henti, serta sudah mengkonsisteni segala perilaku yang sebaik-baiknya menurut wacana uswatun hasanah Nabi kekasihnya Muhammad saw. Itu semua tidak berarti pasti anak cucuku merdeka dari kemungkinan dihinggapi virus Corona.

Ilmu Maiyah melogikakan relativitas pemaknaan bahwa kena Corona itu tidak selamat dan terhindar Corona itu selamat atau beruntung. Seseorang bisa ditutup peluangnya oleh Allah untuk masih bisa melakukan dosa dan maksiat dengan cara dirasuki virus Corona. Berarti ia dirahmati oleh Allah, dihusnul-khatimahkan dengan memenggal waktu dalam hidupnya. Dengan kata lain, Allah mengislamkannya. Allah mengamankannya dari ancaman kefasikan dunia.

Meskipun pasti Jamaah Maiyah tidak pernah mencita-citakan posisi kemuliaan sampai sedemikian tingginya. Doa Jamaah Maiyah standar: “Robbana atina fid dunya hasanah, wa fil akhirati hasanah, wa qina ‘adzabannar” — dengan pemaknaan awam. Yakni tidak sengsara karena sakit selama hidup di dunia, serta mendapat ridla Allah meskipun hanya bertempat tinggal di wilayah pinggir-pinggir dari Sorga.

Jamaah Maiyah adalah manusia biasa yang takut kepada penyakit dan sakit. Tidak gagah perkasa terhadap penderitaan, meskipun jika penderitaan benar-benar datang ke dalam kehidupannya — mereka akan berjuang untuk mengakrabinya dengan kebijaksanaan dan kenikmatan.

Tidak ada pahlawan atau manusia super di kalangan Jamaah Maiyah. Tidak ada yang hebat dan sakti. Mereka semuanya total adalah hamba-hamba yang lemah di hadapan Allah, serta melarang dirinya untuk mendemonstrasikan kekuatan dan kehebatan ke hadapan sesama manusia — andaikan Allah menganugerahkan hal itu kepada mereka.

Ketika Corona datang bertamu ke dunia, Jamaah Maiyah ramai-ramai berlindung ke pengayom hidupnya, yakni Baginda Kanjeng Nabi Muhammad saw. Berteduh di bawah syafaat beliau, berpegangan pada hak prerogatif kemurahan Allah kepada beliau. Jamaah Maiyah bersama-sama dan sendiri-sendiri melantunkan doa dan wirid:

Robbana atina qathrata luthfi Muhammadin fi qalbi
Robbana atina qathrata luthfi Muhammadin fi jasadi
Robbana atina dzarrata luthfi Muhammadin fi ruhi
Robbana atina dzarrata luthfi Muhammadin fi hayati

Dengan penuh cinta dan iman kepada kasih sayang Allah Jamaah Maiyah meyakini bahwa luthfi Muhammad, tetesan dan zarrah kelembutan Baginda Kanjeng Nabi Muhammad, tidak sekadar merupakan vaksin atau antitoksin dan antivirus apapun saja. Lebih dari itu tetesan dan serbuk kelembutan masterpiece karya Allah itu merupakan semacam janin rohaniah bagi hidup yang penuh kelembutan, kasih sayang dan kebijaksanaan. Jamaah Maiyah rela merintih cengeng kepada Allah, meskipun tetap tidak perlu menggagahi dan memperkasai dunia dan sesama manusia.

Meskipun Allah asal-usul sandi Covid-19 dan merupakan satu-satunya Pihak yang sungguh-sungguh mengerti segala sesuatu yang berkaitan dengannya, tetapi Allah adalah Maha Penjaga hamba-Nya, Al-Hafidh, Ar-Rahman, Ar-Rahim. Maka Jamaah Maiyah merintihkan permohonan:

Ya Hafidh ya Hafidh ihfadhna
Ya Rahman ya Rahim irhamna
Wahai Maha Penjaga, jagalah kami
Wahai Maha Pengasih, kasihilah kami
Wahai Maha Penyayang, sayangilah kami

Kalau hidup adalah cinta, siapakah sejati hulu hilirnya, selain Ia? (*/Caknun)

Honda