Berpuasa Di Balada Corona

Oleh : Fauzul Iman

Dua hal paling asasi yang terkandung dalam perintah ibadah puasa di bulan Ramdhan ini, sebagai yang termuat dalam surat al- Baqarah ayat 183 , yaitu Iman sebagai visi dan taqwa sebagai misi. Iman adalah panduan keyakinan untuk mengukur tegaknya landasan puasa. Dengan iman umat manusia tidak akan rebah menghadapi tembok penghalang. Tetapi ia akan menerjang tembok sebesar apapun demi mempertahankan keimanannya.

Namun dengan iman sebagai landasan visi puasa tidak akan memadai bila tidak diiringi dengan misi takwa sebagai instrument/akal pengukur jalannya visi ibadah puasa. Sebagai contoh seorang yakin dengan imannya menyebrang jembatan. Tiba- tiba jembatan itu runtuh yang menyebabkan orang tadi jatuh dan tenggelam ditelan arus banjir besar. Takwa sebagai misi ibadah puasa adalah nalar atau pengukur perspektif bagaimana komponen-komponen jembatan itu di teliti bobot ketahananan /daya kerusakannya sehingga tujuan penyebrangan tercapai / selamat ke tujuan.

Balada covid 19 yang kini mobilitas penyebarannya belum terhenti di satu sisi akan berhadapan dengan daya mobilitas ibadah puasa umat islam di sisi lain. Sementara protokol kesehatan mengatur agar cukup / sehat makan untuk menjaga imunitas tubuh dan menjauhi kerumunan masa besar (social distancing/physical distancing). Covid ini akan berhadapan dengan ibadah puasa yang mengurangi makan dan menuntut praktek ibadah untuk mendapatkan pahala besar melalui salat tarawih berjamaah, tadarusan bersama dan kegiatan sosial lainnya.

Ibadah puasa yang berlandaskan misi takwa telah memiliki koridor yang terang dan tidak kaku. Takwa sebagai misi ibadah puasa sangat memadai menempatkan misi puasa membangun prilaku kehidupan priventif dan prospektif. Sejak menata pelakunya dari sehat makan, bersih akal dan hati, bersih lingkungan hingga terjaga peradaban lisan dan pergaulan.

Makan yang teratur saat berbuka puasa dengan memilih makanan yang halal, baik lagi bergizi dan tidak berlebihan. Akal yang selalu mengajak berfikir dan berihtiar ke jalan keselamatan. Hati yang suci terjaga dari sikap dendam, dengki dan suudzan. Lingkungan yg steril dari kotoran, kekumuhan, dan kerumunan bakteri. Lisan yang terjaga dari virus hujatan, fitnah/ berita hoax dan provokasi. Pergaulan yang membngun harmoni dan kepedulian sosial baik di rumah, di kantor dan saat beribadah di masjid. Semua itu titah misi peradaban takwa ibadah puasa yang secara priventif/dini dan prospektif dapat menjaga imunitas/ kekebalan dari segala jenis penyakit.

Hendaklah berpuasa, itu lebih baik bagimu” ( Q.S 2 :184). “Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan kotor/ curang/ provoktif dari pada sekedar ia meninggalkn makanan dan minuman, sabda Nabi, maka Tuhan tidak berkebutuhan pada hamba- Nya” ( H.R. Buchari). ” Makanlah, kata Nabi SAW, sepertiga, minumlah sepertiga dan bernafaslah sepertiga (H.R. At. Tirmidzi)

Ayat dan hadis di atas merupakan koridor yang sudah cukup tegas bukan saja koridor keimanan melainkan ikhtiar nalar/takwa yang patut diterapkan dalam ibadah puasa. Oleh karena itu, kehadiran ibadah puasa tidak perlu dipertentangkan dengan adanya balada covid secara kontra produktif. Seakan dengan puasa dipandang makin menambah momok ketakutan berlebihan terhadap balada covid 19.

Ibadah puasa dengn visi iman dan misi takwanya justru mampu membangun nalar dan ikhtiar peradaban keperibadian yang multi dimesional. Dengan peradaban makan yang sehat dan terkontrol dari nafsu berlebihan, pelaku puasa makin kuat imunitasnya menjaga ancaman virus. Lisan yang terjaga selama berpuasa dari menebarkan berita hoax yang menakutkan dan mengerikan tentang covid, umat manusia makin kompak , solid dan optimis melawan seberat apapun corona.

Peradaban bersih dan suci yang terbit dari amaliah puasa, umat akan berikhtiar dengan nalarnya mentaati protokol kesehatan. Lingkungan rumah dibersihkan. Masjid di jadwal agar di steril lingkungan. Tikar dan atau permadaninya disuci bersih dari ancaman virus dengan desinfektan. Bagi yang salat berjemaah berupaya disiplin tertib berjaga jarak dan menggunakan masker. Dengan puasa juga umat makin kuat rasa empati dan kepedulian sosialnya dalam membantu umat yang terdampak civid-19.

Ibnu Qayyem , sebagai dikutif Yusuf Qardawi , dalam bukunya Ri’ayah al-Biah fi Syari’at al-Islam mengemukakan dua langkah memelihara lingkungan kesehatan yaitu dengan cara istifragh (memperluas jarak jangkauan ) dan dengan cara ihtibas ( menahan diri diri dari jangkauan lingkungan). Memperluas jarak artinya seseorang meluangkn diri secara leluasa dengan melakukan gerakan baik lewat olahraga dan ekpansi melezati segala jenis makanan, vitamin dan obat- obatan. Tetapi juga perlu melakukan ihtibas dalam arti menahan diri dari segala rupa dan jenis konektifitas kerumunan (social distancing/ physical distancing) sepanjang lingkungan berada dalan kondisi darurat virus yang amat membahayakan.

Dari uraian ini jelaslah ibadah puasa bukan persoalan yang dapat menggangu atau menghambat penanganan covid-19. Tidak perlu ada pihak yang mengusulkan fatwa untuk tidak menjalankan ibadah puasa di tengah balada corona. Bagi umat Islam diharapkan tetap diberi kekuatan untuk menjalankan ibadah puasa Ramadhan dengan khusyu salama satu bulan. Melalui ibadah puasa yang syarat dari segala peradaban disiplin keperibadian, sudah barang tentu sangat korelatif dengan protokol kesehatan dalam upaya mempercepat raibnya covid-19 dari negri yang kami cintai ini. Semoga.

Honda