Akademisi Sebut Wajar Hak Interpelasi Digunakan, Dewan Banten Beda Pandangan

Dprd ied

SERANG – Akademisi Untirta sekaligus Dosen Hukum Tata Negara (HTN), Fatkhul Muin menyebut hal yang wajar saat Anggota DPRD Banten menggunakan hak interpelasi terkait kebijakan Gubernur Banten soal pemindahan rekening kas umum daerah (RKUD) dari Bank Banten ke Bank BJB.

“Ya, yang perlu dipahami bahwa DPRD mempunyai fungsi pengawasan yang di dalamnya ada 3 hak melekat, yaitu hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat,” ujarnya saat dikonfirmasi Fakta Banten, Kamis (4/6/2020)

Ia menjelaskan, hak interpelasi digulirkan oleh beberapa anggota DPRD merupakan upaya untuk menjalankan fungsi pengawasan dengan meminta keterangan dari kepala daerah atas kebijakan penting dan strategis bagi daerah.

“Jadi kalau Bank Banten dianggap sebagai kebijakan penting dan strategis, anggota DPRD, maka dapat meminta keterangan kepada gubernur tentang hal tetsebut (pemindahan RKUD) melalui hak Interpelasi yang dimiliki oleh DPRD,” jelas Muin.

Meski sebelumnya digelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara DPRD Banten dan Gubernur Banten pada Senin (27/4/2020) lalu, dalam rangka mengetahui argumentasi pemindahan RKUD, Muin tetap berdalih bahwa interpelasi bisa digulirkan jika memang masih belum mendapatkan keterangan secara utuh.

“Bisa jadi keterangan yang belum lengkap, jadi anggota DPRD menginginkan keterangan secara detail melalui fungsi pengawasan yang didalamnya ada hak interpelasi,” terangnya.

Dilain hal, situasi internal DPRD Banten memperlihatkan bahwa terjadi perbedaan pandangan terkait dinamika tersebut. Sejauh ini, hingga Kamis, 4 Juni 2020, sudah ada 15 anggota DPRD Banten yang telah menandatangani usulan hak interpelasi.

Sama halnya yang dikatakan akademisi Untirta di atas, Anggota DPRD Banten, Ade Hidayat memandang interpelasi merupakan hak melekat pada setiap anggota DPRD yang telah diatur dalam tata tertib DPRD Banten dan dilindungi oleh undang-undang.

“Saya selaku salah satu yang menandatangani intepelasi menghormati perbedaan dengan teman-teman terkait sudut pandang hak interpelasi. Hak ini merupakan hak bertanya Anggota DPRD Banten kepada gubernur atas kebijakan yang diambilnya, jadi ini kan hak biasa saja yang dilindungi undang-undang dan diatur secara rinci dalam tata tertib,” jelas Ade.

Ia menegaskan, hak interpelasi yang diajukan oleh sejumlah Anggota DPRD Banten murni untuk meminta penjelasan kepada Gubernur Banten tentang pemindahan RKUD berikut dampak yang ditimbulkannya. Sehingga kebijakan itu dapat dipahami dengan jelas dan dipahami publik.

“Saya pikir biasa saja dan bukan untuk maksud lain. Jadi saya pikir tidak membut bising dan mubazir. Sebab kan pasca dipindahkannya RKUD ke BJB kan menyisakan persoalan, seperti tidak bisanya melakukan dana bagi hasil kepda kabupaten/kota, pelaksanaan JPS yang belum berjalan dengan baik, ini kan patut dipertanyakaan. Kita sebagai anggota dewan yang refresentasi dari masyarakat kan harus bertanya. Masa kita harus diam aja,” tegasnya.

Meski Gubernur Banten telah menjelaskan beberapa persoalan menyangkut RKUD dalan rapat konsultasi, kata Ade, rapat konsultasi dan interpelasi memiliki perbedaan yang mendasar sebagaimana dijelaskan dalam tata tertib.

dprd tangsel

“Konsultasi kan bentuk rapat yang diberikan sebagai fasilitasi kepada pimpinan. Kalau interpelasi itu kan melekat pada anggota dan mengikat,” terangnya.

Faktanya menurut Ade, pasca rapat konsultasi Gubernur Banten menyurati DPRD Banten akan pinjam uang Rp 800 miliar ke BJB.

“Ini juga kan patut kita tanya, kenapa harus pinjam, kenapa tanpa bunga, kenapa pinjamnya ke BJB, apakah memang Banten lagi enggak punya uang, bagaimana sebanarnya kondisi keuangan kita, bagaimana proyeksi kedepan keuangan kita setelah pemindahkan RKUD dan Covid-19. Ini kan hal penting yang memerlukan penjelasan gubernur. Sehingga kalau kita tanya dalam ruang interpelasi kan hasilnya mengikat menjadi sebuah kebijakan, seperti yang dijelaskan dalam tatib,” ungkapnya.

Ia kembali menegaskan, interpelasi langkah biasa yang dilakukan anggota DPRD kepada kepala daerah. Ia tak ingin interpelasi dimaknai untuk tujuan yang lain.

“Toh saya tetap kok masih mendukung kebijakan gubernur yang di rasa masih baik dan berjalan baik. Jadi intinya ya saya hanya menjalankn fungsi saya sebagai anggota DPRD yang dilindungi undang-undang,” ujarnya.

Ade mengaku, hak interpelasi yang diajukannya sebagai bentuk wujud pertanggungjawaban dirinya kepada masyarakat. Dan dia sendiri telah melaporkan langkah tersebut kepada partai.

Sementara itu, Anggota DPRD Banten dari Fraksi Demokrat, A. Jazuli Abdillah menilai, jika ada anggota DPRD Banten yang mengusulkan hak interpelasi itu sah-sah aja.

Namun, pihaknya sejauh ini mengaku tak sempat berfikiran untuk ikut-ikutan mengusulkan hak interpelasi, apalagi ikut menandatangani.

“Apalagi soal RKUD, kan uda ada forumnya saat rapat konsultasi seluruh fraksi nanya dan minta klarifikasi, dan saat itu juga dijawab dari hulu sampai hilir oleh gubernur,” kata Jazuli pada Rabu, 3 Juni 2020.

“Interpelasi itu hak bertanya kan? Lalu dijawab, kan materinya sudah ditanya dan sudah dijawab, oleh karenanya bagi demokrat dan teman-teman yang gak ikut ngusulin mah sudah faham, substabsinya sudah selesai,” sambungnya.

Diakuinya, dinamika yang berlangsung sejauh ini hanya menyisakan ketidakjelasan, lantaran dinilai masih banyak agenda-agenda penting ke depan yang menjadi konsentrasi dewan untuk kepentingan rakyat.

“Istilahnya ‘mubajir’, hak dewan diumbar-umbar jadi bising terhadap sesuatu yang uda jelas. Kecuali lagi yang gak ada kerjaan lain,” ucapnya.

“Justru bila mau membuka tabir secara jelas dan terbuka sih tanggung, bentuk pansus aja agar lebih mendalam dan komprehensif, seperti pansus Bank Banten atau Pansus BGD (Banten Global Development) misalnya, ini yang pandangan-pandangan yang berkembang di internal DPRD. Itu kan sah-sah aja sebagai pilihan-pilihan pandangan,” tandas Jazuli. (*/JL)

Golkat ied