5 Fakta RUU HIP, Diusulkan DPR RI hingga Ditolak Berbagai Pihak

JAKARTA – Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila ( RUU HIP) masih menjadi perbincangan di Tanah Air.

Hadirnya RUU HIP ini dinilai tidak tepat dibahas di tengah masa pandemi. Sebab, hal itu bukanlah menjadi urgensi untuk dibahas saat ini.

Oleh karena itu, RUU HIP menuai sejumlah tanggapan dan polemik dari berbagai tokoh.

Berikut 5 fakta mengenai RUU HIP yang perlu diketahui:

1. Diusulkan oleh DPR RI

Ketua DPR RI Dr. (H.C.) Puan Maharani resmi membuka Rapat Paripurna Ke-15 Masa Persidangan III Tahun Sidang 2019-2020 di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (12/5/2020)

Melansir dari Catatan Rapat Badan Legislasi Pengambilan Keputusan Atas Penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila pada 22 April 2020, RUU HIP adalah RUU yang diusulkan oleh DPR RI dan disebut telah ditetapkan dalam Prolegnas RUU Prioritas 2020.

Dari catatan rapat tersebut, disebutkan bahwa saat ini belum ada undang-undang sebagai landasan hukum yang mengatur mengenai Haluan Ideologi Pancasila untuk menjadi pedoman bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga diperlukan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila.

Adapun dalam RUU tersebut membahas dibentuknya beberapa badan, seperti kementerian atau badan riset dan inovasi nasional, kementerian/badan kependudukan dan keluarga nasional, serta badan yang menyelenggarakan urusan di bidang pembinaan ideologi Pancasila.

2. Membuat bias Pancasila

Wakil Ketua MPR Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan mengkritik sejumlah pasal, salah satunya Pasal 6 RUU HIP yang menyebutkan ciri pokok Pancasila adalah Trisila yang terkristalisasi dalam Ekasila.

Karena istilah tersebut tidak pernah disebutkan dalam lembaran negara, menyebabkan istilah Pancasila menjadi bias.

Menurutnya, Trisila hanya mencantumkan tiga nilai dan Ekasila hanya mencantumkan satu nilai gotong-royong.

Trisila dan Ekasila mengabaikan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dan nilai-nilai lain yang telah disebutkan jelas dalam UUD NKRI 1945.

3. Usulan cabut RUU HIP

Kemudian, Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri mendesak DPR RI mencabut RUU HIP karena dianggap dapat mengacaukan sistem ketatanegaraan dan pemerintahan.

Sekretaris Jenderal Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri Mayjen TNI (Purn) Soekarno mengungkapkan, keberadaan UU HIP justru akan menimbulkan tumpang tindih serta kekacauan dalam sistem ketatanegaraan maupun pemerintahan.

Ia juga khawatir RUU HIP nantinya dapat menghidupkan kembali Partai Komunis Indonesia (PKI).

4. Pembahasan RUU HIP menunggu surpres

Sejauh ini, RUU HIP belum mulai dibahas DPR bersama pemerintah karena DPR masih menunggu surat presiden (surpres) dan daftar inventarisasi masalah (DIM).

Adapun RUU tersebut telah disahkan sebagai RUU inisiatif DPR dalam rapat paripurna yang diselenggarakan pada 12 Mei 2020.

5. Ditolak berbagai pihak

Sementara itu, adanya wacana pembahasan RUU HIP ini memicu kontroversi dan penolakan dari berbagai pihak.

RUU HIP banyak ditolak elemen masyarakat dan organisasi masyarakat karena tidak tercantumnya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI dan Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme dalam draf RUU itu.

Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) Rumadi Ahmad menilai, RUU HIP ini disusun dengan cara sembrono, kurang sensitif dengan pertarungan ideologi.

Baca juga: Revisi UU KPK, Masa Depan Lembaga Antikorupsi, dan Menagih Janji Kampanye Jokowi…

Sementara itu, Pengurus Pusat Muhammadiyah meminta pemerintah agar tidak melanjutkan pembahasan RUU HIP.

Alasannya, tidak ada urgensi sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan untuk melakukan pembahasan RUU yang menjadi inisiatif DPR tersebut.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) dari Fraksi Partai Nasdem, Willy Aditya, menyampaikan bahwa seluruh kritik dan masukan terkait RUU akan ditampung oleh Baleg DPR.

Pihaknya sempat menolak melanjutkan pembahasan RUU HIP jika TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI dan Larangan Ajaran Komunis/Marxisme tidak dicantumkan dalam konsideran draf RUU tersebut.

Menurutnya, sikap yang sama juga disampakan oleh Fraksi PPP, PAN, dan PKB. (*/Kompas)

Honda