DPR Ngawur, Rakyat Jangan Tidur

Oleh: M. Adhia Muzakki S. Sos
(Koordinator Penggerak Millenial Indonesia)

 
Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang digulirkan oleh DPR dan sudah ditunda pembahasannya oleh pemerintah memicu penolakan banyak pihak. Mulai dari partai oposisi, MUI, Purnawirawan TNI, dan masih banyak lagi organisasi yang hingga detik ini masih melakukan aksi demonstrasi. Mereka semua kompak menyuarakan penolakan terhadap RUU HIP.
Penolakan terhadap lahirnya RUU HIP yang menurut beberapa kelompok masyarakat dikhawatirkan akan memberi peluang bagi paham komunis untuk bangkit melalui RUU HIP ini. Hal tersebut mengacu kepada adanya konsep Trisila dan Ekasila dalam salah satu pasal pada RUU HIP. Kedua konsep tersebut termaktub dalam Bab II Pasal 7.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai partai oposisi yang katanya mewakili suara umat muslim bersuara paling lantang menolak hadirnya RUU HIP ini. Menurut Ketua Fraksi PKS DPR RI, Jazuli Juwaini sebagaimana dilansir oleh merdeka.com, penolakan RUU HIP disebabkan oleh tidak dimasukkannya TAP MPRS XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI dan Larangan Ajaran Komunis/Marxisme sebagai konsiderans. Menurutnya, TAP MPRS tersebut harus dimasukkan untuk menegaskan bahwa Pancasila menolak seluruh ajaran komunisme, marxisme, dan leninisme yang bertentangan dengan nilai Pancasila. Juga menolak Pancasila diperas menjadi trisila dan ekasila karena mereduksi makna Pancasila yang utuh dengan lima silanya.
Selain PKS, ada MajelIs Ulama Indonesia (MUI) melalui Sekretaris Jendralnya, Anwar Abbas sebagaimana dilansir dari Kompas.com juga menolak RUU HIP. Menurutnya, beberapa pasal yang termaktub dalam RUU HIP tersebut dianggap bermasalah dikarenakan telah memeras Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila. Hal itulah yang menurut Abbas sebagai bentuk pengkhianatan terhadap bangsa dan negara.
Begitupun beberapa kelompok masyarakat lain yang menolak lahirnya RUU HIP. Semuanya senada seirama menganggap bahwa kehadiran RUU HIP ini memberi peluang bagi paham komunis untuk hidup di Indonesia. Kelompok tersebut percaya bahwa melalui RUU HIP ini, Partai Komunis Indonesia (PKI) akan kembali bangkit. Wajar, jika aksi demonstrasi terjadi secara massif di beberapa daerah. Sebab, PKI merupakan issue paling seksi di negeri ini.
 
Lagi-lagi Kebangkitan PKI
“Kita cenderung tak peduli, terlebih untuk mengkaji. Asal mendengar kata PKI, ayo kita aksi”
Isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) nampaknya tak pernah absen mewarnai perpolitikan Indonesia. Hampir setiap tahun, isu ini muncul dan digunakan oleh berbagai kalangan untuk berbagai kepentingan. Semisal jualan, issue PKI merupakan nasi padang yang laku setiap saat dan para pembelinya tidak pernah bosan sedikitpun untuk mencobanya kembali.
Isu kembali hadirnya PKI di bumi pertiwi selalu menjadi isu yang panas di kalangan masyarakat. Apalagi, dalam RUU HIP yang statusnya sedang ditunda tidak memasukkan TAP MPRS yang melarang ajaran komunisme, marxisme, dan Leninisme masuk dalam bagian konsiderannya. Merupakan waktu dan tempat yang tepat untuk mempersilahkan kelompok yang berkepentingan meniup gemercik api.
Mengutip dari pakar komunikasi politik Universitas Mercu Buana Jakarta, Syaifuddin menilai isu kebangkitan komunis bukan perdebatan baru dalam percaturan politik di Tanah Air. Menurutnya, isu PKI kebanyakan hanya jadi jualan partai politik untuk mencari dukungan massa.
Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam menyebut hal yang sama. Menurutnya, fenomena ini berkaitan dengan pemilihan presiden 2024 nanti. Asvi menengarai pihak-pihak yang berkepentingan dengan sengaja menghidupkan kembali isu komunisme sebagai musuh bersama.
Jika kita cermat mengamati dan menganalisis pasal per pasal yang tercantum dalam RUU HIP, sama sekali tidak ada ruang untuk PKI bangkit kembali. Jika hendak menjustifikasi, maka paham yang lebih tepat adalah sosialis. Bukan komunis.
Ade Armando, pakar komunikasi Universitas Indonesia menyebut bahwa dihembuskannya issue PKI di dalam RUU HIP merupakan momen yang tepat bagi pasukan sakit hati, dalam hal ini Islam haluan kanan untuk menyerang pemerintah. Ade menyebut bahwa Islam kelompok kanan dengan sengaja memanfaatkan situasi untuk kepentingan jangka panjang.
Kelompok yang kontra terhadap RUU HIP tidak menyadari bahwa partai-partai yang berhaluan Islam (Kecuali PKS) mendukung penuh lahirnya RUU HIP. Bagi yang menganggap RUU HIP adalah komunis, maka bisa dipastikan mereka tidak paham apa itu komunis. Mereka hanya tahu bahwa yang tidak sama dengan mereka adalah komunis, PKI.
Apa yang ditolak oleh sebagian kalangan masyarakat tidak sepenuhnya salah. Sebab apa yang tertuang dalam RUU HIP cenderung tidak substantif dan terlihat tergesa-gesa dalam pembuatannya hingga akhirnya tampak memaksa.
Sejujurnya, DPR lah yang menyalakan apinya. Rakyat terbakar, dan di sisi lain, banyak yang meniupnya. Jangan salahkan jika kebakaran terjadi dimana-mana. Salahkan yang menyalakan koreknya.
 
Salah Kaprah DPR
Jika kita cermat membaca dan memahami apa yang tertuang dalam pasal 1 Bab 1 dalam RUU HIP, maka kita akan mengetahui bahwa ada hal lain yang dikerjakan oleh wakil rakyat kita yang duduk di kursi senayan selain tidur. Tapi jika kita lanjut membaca pada Bab II, bagian ketiga, pasal 6 dan 7, maka kita akan berpikir ulang agar lebih baik DPR tidur. Dan meminta untuk tak perlu membuat lagi undang-undang.
Masuknya gagasan trisila dan ekasila yang diprotes oleh banyak pihak, khususnya kelompok Islam kanan merupakan salah kaprah DPR dalam menyusun rancangan undang-undang. Bagaimana tidak? Para pendiri bangsa kita sudah sepakat bahwa di antara Pancasila, trisila, dan ekasila, sudah disepakati hingga hari ini untuk menggunakan Pancasila sebagai falsafah dalam berbangsa dan bernegara. Apa yang dicantumkan dalam pasal 7 oleh tim pengusul RUU HIP merupakan usulan Bung Karno dalam sidang BPUPKI. Apa yang disampaikan oleh Bung Karno 75 tahun yang lalu, tidak seperlunya dimasukkan dan diselipkan dalam rancangan undang-undang. Sah-sah saja jika hendak memasukkan gagasan-gagasan Bung karno dalam RUU, tapi cobalah dengan cara yang elegan dan intelek. Bukan dengan cara copy paste yang sejatinya semua orang mampu melakukannya. Proses pembuatan dan penyusunanya pun cenderung asal-asalan dan serampangan. Wajar, jika masyarakat di tingkat grassroot terbakar. Terlebih, jika ditiup dan dihembuskan dengan issue bangkitnya PKI di bumi pertiwi.
Kesalahkaprahan sekaligus kengawuran DPR juga Nampak jelas dipertontonkan kepada masyarakat. Pasalnya, seluruh lapisan masyarakat sedang berjuang untuk hidup dan menghidupi di tengah pandemi, DPR malah disibukkan dengan bahasan yang tak begitu substansi.
Penundaan RUU HIP oleh pemerintah menjadi pilihan praktis yang sudah diambil. Sebab, ada permasalahan serius yang harus ditangani bersama-sama dengan menggunakan prinsip ekasila. Yaitu masalah pandemic Covid-19 yang kian bertambah jumlah korbannya, bertambah anggaranya tapi tidak terasa di bawah.
 
Masih Perlukah Membahas Ini di Tengah Pandemi?
Penulis dalam hal ini tidak membela siapapun. Baik pembuat RUU, masyarakat yang pro ataupun yang kontra, atau membela penulis sendiri. Bagi penulis, pro dan kontra terhadap RUU HIP seyogyanya di tahan dahulu di tengah pandemi yang tak kunjung usai ditangani, agar tidak menambah murka kalangan masyarakatr luas. Toh, pembahasannya juga ditunda oleh pemerintah. Ada banyak hal penting yang perlu kita kawal dan awasi bersama. Persoalan anggaran penanganan covid, susahnya mencari lapangan pekerjaan, hingga penggunaan anggaran yang sia-sia. Itu semua merupakan masalah yang perlu kita awasi dan berikan kritik sekaligus solusi bersama. Akan tetapi tidak serta merta melupakan RUU HIP yang disusun secara amburadul dan cenderung ngawur.
Sebagai penutup, penulis hanya ingin mengingatkan berbagai macam persoalan keummatan dan kebangsaan yang sedang terjadi hari ini. Terlibat aktif dan solutif dalam menjawab persoalan yang terjadi, menjadi kewajiban seluruh anak negeri. Tak terkecuali penulis itu sendiri. (***)

Honda