Tak Netral di Pilkada, ASN Siap-Siap Tak Digaji

Dprd ied

JAKARTA – Aparatur sipil negara (ASN) yang tidak netral masih menjadi persoalan akut di pilkada. Sanksi yang ada belum cukup efektif untuk membuat ASN jera terlibat politik praktis. Pemerintah perlu segera menerbitkan aturan yang lebih tegas untuk mencegah ASN terlibat dukung mendukung calon.

Kasus PNS tidak netral juga marak menjelang pilkada serentak kali ini. Hingga akhir Juli 2020 Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) sudah menerima 456 aduan soal ASN yang tidak netral. Dari jumlah tersebut, sebanyak 344 ASN dinilai terbukti melanggar sehingga direkomendasikan untuk dijatuhi sanksi.

Namun, kendati terbukti bersalah, sanksi tidak mudah diterapkan. Satu di antara sebabnya adalah konflik kepentingan. Kewenangan menjatuhkan sanksi ada pada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang juga kepala daerah. Diduga, sanksi tidak diberikan jika PNS bersangkutan adalah pendukung sang bupati, wali kota, atau gubernur.

Data Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menunjukkan dari 334 rekomendasi sanksi kepada PPK, yang ditindaklanjuti dengan menjatuhkan sanksi baru 189 ASN. Simpul permasalahan pelanggaran netralitas adalah respons PPK yang dinilai lambat. Bahkan, tak jarang PPK enggan menindaklanjuti rekomendasi sanksi yang dikeluarkan KASN.

Karena itu, langkah pemerintah menyusun surat keputusan bersama (SKB) lima kementerian/lembaga terkait pedoman pengawasan netralitas ASN di Pilkada 2020 disambut baik. SKB lima kementerian/lembaga ini rencananya akan ditandatangani dalam waktu dekat.

SKB ini melibatkan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Kepegawaian Nasional (BKN), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan KASN.

Satu hal yang diatur dalam SKB tersebut adalah pemblokiran data kepegawaian bagi ASN yang terbukti melanggar netralitas, tapi tidak disanksi oleh PPK. Pemblokiran akan terus dilakukan sampai ASN bersangkutan dijatuhi sanksi sesuai rekomendasi KASN.

“Mereka yang datanya sudah diblokir atau dibekukan tidak akan bisa dimutasi, tidak mendapatkan gaji, sebelum adanya tindak lanjut dari Kemenpan RB dan Kemendagri,” ujar Komisioner KASN Arie Budhiman dalam sebuah diskusi daring kemarin.

Sebelumnya Ketua KASN Agus Pramusinto saat mengikuti Kampanye Virtual Gerakan Nasional Netralitas ASN pada Rabu (5/8/2020) juga menekankan hal yang sama. Dia berharap ASN tidak dibiarkan melakukan pelanggaran secara terus-menerus.

“Masalah ini harus diakhiri. Saya mohon Menpan RB dan Mendagri memberikan sanksi yang tegas kepada PPK yang tidak menindaklanjuti rekomendasi KASN,” ucapnya.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo menyebut rancangan SKB lima kementerian/lembaga saat ini sedang dimatangkan. SKB itu mengatur secara detail soal pengawasan netralitas ASN, termasuk cara penanganannya.

“Khususnya atas dugaan pelanggaran netralitas ASN dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. Ini yang harus dipertegas tanpa pandang bulu, harus diberikan sanksi. Kalau perlu, diberhentikan. Kalau perlu, turun jabatan,” katanya pada seminar daring tentang netralitas ASN kemarin.

Dia mengatakan, ASN yang melanggar tidak cukup hanya diberikan sanksi teguran. Sanksi bisa berupa penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun, penundaan kenaikan pangkat, dan penurunan pangkat lebih rendah. Sanksi bisa hingga yang terberat yakni pemberhentian tidak dengan hormat.

Tjahjo menyebut sanksi tidak hanya akan diberikan kepada ASN, tapi juga kepala daerah sebagai PPK jika ditemukan tidak menjalankan rekomendasi sanksi dari KASN.

Sanksi bisa berupa dari yang ringan seperti teguran lisan, teguran tertulis, penundaan kenaikan pangkat atau golongan, hingga pencabutan kewenangan sebagai PPK. Terakhir bisa diberhentikan sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah.

dprd tangsel

Soal penyebab ASN tidak netral, Tjahjo Kumolo mengaku setuju karena lemahnya sanksi meskipun diakui ada juga banyak penyebab lainnya.

“Ketidaknetralan ASN masih dianggap hal lumrah seperti masa lalu. Kurangnya integritas ASN untuk bersikap netral, dan intervensi dari pimpinan atau atasan,” ujarnya.

Ketidaknetralan juga dipicu kurangnya pemahaman atas regulasi tentang netralitas ASN. Namun, yang paling sering adalah ada motif mengejar atau mempertahankan jabatan, terutama ingin menjadi kepala dinas.

Dia mengingatkan agar ASN tetap menjaga netralitasnya pada pilkada kali ini. “Berbondong-bondong jadi tim sukses karena berharap kalau menang dapat jabatan. Ini sesuatu yang harus dihindari,” ungkapnya.

Pernyataan Tjahjo ini selaras dengan hasil survei KASN pada 2018. Faktor terbesar ASN tidak netral karena ingin mendapatkan jabatan atau proyek mencapai 43,4%. Lalu, motif mendukung calon karena faktor kekeluargaan atau kekerabatan mencapai 15,4%. Sedangkan ASN yang tidak netral karena tidak tahu itu bentuk pelanggaran sebanyak 12,1%. Kasus ASN tidak netral karena tekanan pimpinan atasan sebesar 7,7%. Sementara alasan tidak netral karena minimnya integritas 5,5%, dan menganggap tidak netral hal yang wajar 4,9%.

Potensi ASN tidak netral tetap tinggi di pilkada mendatang lantaran sebagian besar kepala daerah yang saat ini menjabat ingin maju lagi untuk kedua kalinya. Menjadi rahasia umum petahana sering menggunakan ASN sebagai mesin politik untuk menggalang dukungan.

Ketua Bawaslu Abhan mengatakan, dari 270 daerah yang menggelar pilkada pada 9 Desember 2020, 224 daerah di antaranya diikuti oleh petahana. Hal ini diakui sangat rentan terjadi penyalahgunaan kewenangan.

“Pemetaan kami dari 270 daerah yang potensi terdapat calon petahana ada 224. Nanti kita lihat setelah 23 September setelah tahap pencalonan, apakah betul (petahana) semua maju,” ungkapnya pada webinar yang sama kemarin.

Abhan juga mengingatkan kondisi yang lebih buruk soal netralitas ASN ini jika petahana berseberangan dengan wakilnya. Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang saling berhadapan di pilkada akan memecah ASN ke dalam dua kutub.

“Apalagi kalau di daerah incumbent pecah kongsi. Kemudian ditambah sekdanya yang hampir pensiun mencalonkan diri juga. Karena itu, ASN harus betul-betul teguh menjaga netralitasnya,” pungkasnya.

Pada kesempatan itu, Abhan membeberkan sejumlah daerah dengan kasus ASN tidak netral paling rawan. Daerah-daerah tersebut yakni Kabupaten Manokwari Selatan, Kabupaten Sijunjung, Kota Makassar, Kabupaten Lamongan, Kota Sungai Penuh, Kabupaten Mamuju, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Kepulauan Aru, dan Kabupaten Agam. Pemetaan ini berdasarkan indeks kerawanan pemilu (IKP) untuk Pilkada 2020.

“IKP menjadi early warning bagi kami untuk menentukan strategi pengawasan,” katanya.

Dia mengaku sengaja membeberkan daerah-daerah tersebut agar ada upaya antisipasi. Dengan begitu, saat pilkada 2020 berjalan netralitas ASN bisa tetap terjaga.

“Mohon maaf ini kami sebutkan untuk melakukan upaya antisipasi. Ini agar persoalan netralitas ASN di sana tidak terjadi secara masif,” ungkapnya.

Apalagi, menurut Abhan, ada banyak petahana yang berpotensi maju kembali dalam pilkada kali ini. Hal ini sangat rentan dengan penyalahgunaan kewenangannya. Terutama berkaitan dengan ASN di daerah. (*/Sindonews)

Golkat ied