Pandemi, Tumbuhkan Jiwa Peduli

Mungkin kami berbeda agama, berbeda bahasa, berbeda budaya, berbeda warna kulit, berbeda ras dan bangsa, tapi kami sama, umat manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia serta memiliki jiwa kemanusiaan yang sama.

Oleh : Mokhlas Pidono

Karena sesungguhnya semua manusia dilahirkan ke dunia adalah sama, selembar kertas putih dengan coretan hitam dan putih setelahnya. Semua perbedaan di atas tak mengurangi nilai sebagai manusia, kecuali takwa. Perbedaan fisik, budaya, bahasa, agama dan lainnya seharusnya tak menjadi penghalang untuk kita melakukan kebaikan, saling menghargai dan menghormati, saling membantu dan saling meringankan, apalagi dengan sesama anak bangsa yang memiliki hak sama menikmati kata merdeka dalam makna.

Pandemi Covid-19 yang melanda dunia tak terkecuali Indonesia sangat terasa menyiksa. Enam bulan sudah nusantara ini dilanda pandemi virus corona yang entah kapan sirna. Alih-alih mereda, makin hari peningkatannya malah semakin menggila. Menyerang siapa saja tak peduli anak-anak, tua, muda bahkan bayi sekalipun. Melumpuhkan sebagian sendi kehidupan, menggerus ekonomi, memporak-porandakan mata pencaharian, meluluhkan iman hingga terbentuk antrean perceraian, melibas pertumbuhan ekonomi menjadi minus dan memaksa beberapa daerah mencari pinjaman agar program tetap berjalan.

Pandemi covid yang berlarut juga membuat emak-emak darah tinggi, belajar di rumah dengan tekhnologi sementara kuota tak mencukupi, anak susah mengerti, tenaga pendidik puyeng setengah mati, tugas hari ini dikerjakan 2 hari ke depan nanti. Banyak sekali yang terdampak oleh virus yang sangat kecil ini, sungguh sangat menyayat hati.

Pandemi, Jiwa Peduli Semakin Tinggi

Beruntungnya kita berada di negeri ini, negeri dengan kekayaan luar biasa meski mungkin belum maksimal pengelolaannya. Negeri dengan penduduk berjiwa sosial tinggi, negeri dengan rasa peduli tak bertepi. Dalam kondisi ekonomi megap-megap ini masih banyak masyarakat yang ingin terus berbagi dengan sesamanya. Melihat fakta begitu banyaknya PHK, tangis kehilangan pekerjaan, tak lagi berpenghasilan menyeruak dalam kurun waktu enam bulan. Bagaimana pedagang kecil sepi pembeli, usaha terpaksa tutup, pedagang makanan tak lagi bisa maksimal dalam penghasilan menyebabkan keluarga kekurangan.

Kita melihat bagaimana pendidikan menjerit kesakitan, siswa belajar dirumah, sekolah seperti diliburkan. Kegiatan rutin tahunan dipastikan hilang, lebih parahnya di sekolah swasta gaji gurupun berat untuk dibayar karena SPP tersendat, orang tua mulai hitung-hitungan karena penghasilanpun menghilang sebagian. Apalagi bagi saudara kita yang terserang virus ini, harus isolasi, tak bisa bekerja, lantas darimana kebutuhan keluarga tersedia?.

Maka kepedulian saat ini benar-benar menjadi kunci utama bagi kita menjunjung tinggi nilai manusia, jiwa kemanusiaan diuji. Jangan tawar lagi jajanan makanan saudara kita, peer to peer yang mampu support yang kekurangan apalagi bagi mereka yang sedang isolasi, bukan dijauhi, berikan mereka bekal. Hebatnya manusia yang hidup menjadi bagian bangsa ini, sebagian besar hatinya baik sekali. Rasa peduli ditengah pandemi semakin tinggi, momen ramadhan kegiatan sosial melonjak dua kali lipat, momen kurban ke pelosok meningkat tajam melalui Dompet Dhuafa khususnya, karena inginnya melaksanakan ibadah dan memberi pada sesama, nyata manfaat dagingnya. Saat ini kita melihat banyak masyarakat terdampak kesulitan kebutuhan pokok, pelajar dan guru kesulitan memenuhi kuota internet, maka ini saatnya bagi kita yang mampu untuk berbagi. Kita tidak mengetahui secara pasti kapan Covid-19 ini akan pergi, namun yang pasti sambil terus berdoa, kita bisa kapan saja berbagi****

Penulis merupakan Pimpinan Cabang Dompet Dhuafa Banten

Honda