Mahasiswa UIN Banten Ini Beberkan Dampak Buruk Pengesahan RUU Cipta Kerja

SERANG – Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin (SMH) Banten, Birin Sinichi menjelaskan dampak atas disahkannya Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja atau Omnibus Law Cipta kerja. RUU itu kini sudah disahkan DPR dan pemerintah menjadi UU Cipta Kerja di Paripurna

Birin menyebut, pemerintah dan DPR kembali berselancar dalam ramgka membentuk kebijakan baru hanya untuk mengintensifkan penindasan terhadap rakyat. Terlebih melahirkan dampak yang tidak berpihak pada kaum buruh.

“Bagi rakyat Indonesia, berbagai retorika dan dalih yang menyelimuti UU Cipta Kerja hanyalah upaya untuk membodohi rakyat. Semua hanya omong kosong dan janji murahan yang mengatasnamakan kepentingan rakyat. Motif sesungguhnya yakni kepentingan investor. Mereka menginginkan Indonesia untuk terus memperlebar pintu demi masuknya impor kapital berupa utang dan investasi. Agar dapat lebih intensif dan besar-besaran dalam merampok kekayaan alam, merampas upah rakyat, dan menjadikan Indonesia sebagai sasaran barang produksi milik kapital,” bebernya saat dikonfirmasi Fakta Banten, Selasa (6/10/2020).

Tidak cukup dengan mempertahankan kebijakan upah murah lanjut dia, melalui aturan yang sudah ada, pemerintah menunjukkan ingin menghisap keringat rakyat lebih dalam lagi.

Terlebih, maraknya pengangguran dipelihara sehingga kaum kapital monopoli dapat mengeruk super profit dan mengintensifkan perampokan produk lebih (surplus produk) dari kaum buruh dan tani di perdesaan.

“Upah diatur sedemikian rendah. Sedangkan harga pemenuhan kebutuhan hidup buruh terus meningkat karena bukaan kran impor dan permainan harga, itu menyebabkan perampasan upah buruh menjadi berlipat,” ujarnya.

Menurutnya, UU Cipta Kerja merupakan kebijakan yang akan semakin memberikan kemudahan bagi investasi asing dengan memangkas aturan yang menghambat. Termasuk di dalamnya sistem ketenagakerjaan, impor, hingga pengadaan lahan. Hal tersebut semata-mata bertujuan agar seluruh kepentingan investasi untuk membanjiri Indonesia dengan ekspor kapital dan barang dapat semakin leluasa masuk.

“Melalui UU Cipta Kerja, pemerintah akan terus memudahkan fasilitas bagi investasi, mempertahankan fleksibilitas tenaga kerja dengan upah rendah, perlindungan maksimum industri dengan status sebagai obyek vital nasional, serta fasilitas infrastruktur,” ungkap pria Asal Malinping, Lebak itu.

Kartini dprd serang

Sementara itu, untuk dapat terus menekan upah buruh dan disisi lain meningkatkan produksi, Aktivis KMS 30 itu menilai jika pengusaha akan diberikan kemudahan dengan tidak adanya kepastian status kerja.

“Melalui UU Cipta Kerja, pengusaha diberikan kemudahan untuk mempekerjakan buruh dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) tanpa batasan. Sehingga sistem kontrak akan semakin pendek dan tidak menentu. Sedangkan tenaga Outsourcing juga dapat bekerja diseluruh bidang pekerjaan tanpa terkecuali. Dalam bekerja, kelas buruh semakin tertindas dengan sistem tersebut. Sebab, pengusaha akan dengan mudah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Belum lagi UU Cipta Kerja tidak lagi mengatur hak cuti seperti melahirkan, haid, keguguran, menikah/menikahkan, semua itu diserahkan kepada pengusaha,” terangnya.

Dengan demikian penghidupan buruh akan semakin memburuk dengan disahkannya UU Cipta Kerja. Belum lagi kata Birin, kenaikan harga kebutuhan pokok, biaya fasilitas umum, hingga biaya pendidikan. Semua itu menghimpit kelas buruh dalam jurang kemiskinan yang semakin curam.

Kemudian, di perdesaan, ancaman bagi kaum tani dan masyarakat di perdesaan UU Cipta Kerja disahkan adalah semakin kuat dan intensifnya perampasan tanah. Tentunya kata dia hal tersebut menguntungkan bagi tuan tanah, namun merugikan bagi kaum tani.

“Kondisi yang demikian tentu akan menghambat secara langsung perkembangan produktif pemuda. Pemuda di desa dan perkotaan semakin tidak memiliki masa depan untuk mengembangkan diri melalui pekerjaan yang layak dan berkualitas. Menjadi petani diperdesaan maupun buruh di perkotaan sama miskin dan menderitanya. Sementara itu kebutuhan hidup harus tetap dipenuhi. Hal ini memaksa pemuda dan mahasiswa untuk terjerumus pada kemiskinan akut dan kehilangan masa depannya,” jelasnya.

Selanjutnya masih kata Birin, dengan mahalnya biaya pendidikan yang terus disempurnakan menjadi skema liberalisasi, privatisasi dan komersialisasi melahirkan tenaga produktif pemuda Indonesia yang berpengetahuan dan berskill rendah, sehingga dipaksa untuk dibayar dengan upah murah.

“Melalui UU Cipta Kerja, riset dan pengembangan ilmu pengetahuan akan dioptimalkan untuk mendukung pencapaian bisnis borjuasi besar. Mahasiswa akan dipaksa untuk melakukan praktek, penelitian, dan pengabdian bagi kepentingan tersebut. Ilmu pengetahuan yang murni harusnya dikembangkan demi menjawab masalah rakyat semakin tidak ada artinya. Dengan demikian, mahasiswa selain diperas uangnya dengan biaya kuliah mahal, juga diperas pikiran dan tenaganya,” ujarnya

“Tidak ada tempat bagi ilmu pengetahuan dan mahasiswa dalam dunia industri di Indonesia, selain menjadi budak yang membantu memuluskan bisnis korporasi besar. Maka tidak mengherankan jika intensitas pembatasan, pembungkaman dan pelarangan akan meningkat di kampus-kampus. Kampus akan dipaksa untuk bersih dari segala aktifitas yang bertentangan dengan program strategis pemerintah,” pungkasnya. (*/Faqih)

Polda