Remahan “Kue” Pilkada 2020 di Cilegon Mengalir Kemana?

Dprd ied

Oleh : MW Fauzi, Kartunis dan Jurnalis

Sebagai mantan pengelola TV lokal analog di Banten (2009 s/d 2017) yang ngurusnya susah payah mulai EDP (evaluasi dengar pendapat), bikin konten rutin, mengais-ngais iklan, hingga dapet IPP tetap, saya paham betul betapa masgulnya manakala saat penyelenggaraan pilkada TV lokal hanya kebagian “remahan kuenya”.

Padahal, di tengah masih sulitnya bagi TV lokal mendapatkan iklan, penyelenggaraan pilkada sangat ditunggu untuk bisa menjadi semacam “panen 5 tahunan”.

Masygul pertama adalah untuk iklan kampanye paslon. Alih-alih bisa mendapat iklan sebanyak mungkin dari setiap paslon di masa kampanye, ternyata seusai aturan pilkada termutakhir, penayangannya diatur oleh KPU setempat.

Dengan bujet dari APBD, semua paslon mendapat jatah slot iklan yg sama dan merata. Nilainya tentu tak besar. Untungnya, dengan mengandalkan tim kreatif, dalam penyelenggaraan beberapa pilkada, sempat juga mendapat order tambahan yakni dari pembuatan iklan berdurasi (hanya) 30 detik yg dipesan paslon.

Tapi yang paling bikin masygul adalah saat penyelenggaraan Debat Paslon. Alih-alih mendapatkan perhatian lebih dari KPU setempat agar acara dengan bujet cukup wah itu bisa diperoleh kontraknya, tetap saja TV lokal kalah pesona dibanding TV dari Jakarta (masyarakat terbiasa menyebut TV nasional).

Jikapun mendapatkan kontrak itu, saat saya masih mengelola pernah mendapatkan sekali di Pilkada 2013, porsi bujetnya sudah menyusut jauh karena dijatah oleh PH/EO yang mendapatkan kontrak penyelenggaraan debat paslon tersebut.

Bagaimana pun itu tetap saja menyenangkan. Bukan semata dari nominal yg diperoleh, tapi lebih penting lagi adalah dari sisi prestise. Ya, debat paslon ini buat TV lokal manapun saya yakin adalah bentuk penghargaan dan kepercayaan dari KPU.

dprd tangsel

Dari sisi ratingnya pun sudah pasti mendapat sorotan lebih dari masyarakat, bukan saja dari daerah penyelenggara pilkada tapi juga dari daerah-daerah di sekitarnya. Se Provinsi numpang beken dulu lah istilahnya.

Di Pilkada Serentak 2020 ini pun saya cermati TV-TV lokal Banten kembali tak mendapatkan porsi kontrak tayangan debat paslon. Dari 4 daerah yg menyelenggarakan pilkada, Kota Tangsel, Kabupaten Serang, Kota Cilegon, dan Kabupaten Pandeglang. KPU setempat sudah menentukan 2 acara debat paslon (untuk Kabupaten Serang 3 kali) semuanya diselenggarakan atau ditayangkan di TV asal Jakarta.

Padahal dari sisi biaya yang harus dikeluarkan, percayalah perbandingannya sangat jauh. Jika dari awal debat paslon direncanakan ditayangkan di TV lokal, saya yakin ada sekian rupiah yang bisa dialokasikan KPU untuk pembiayaan kegiatan lainnya.

Pertanyaannya, kenapa KPU masih mempercayakan penyelenggaraan debat paslon di TV-TV asal Jakarta? Apakah ini soal ketidakpercayaan KPU terhadap kemampuan SDM maupun teknis atau perangkat TV lokal?.

Untuk SDM, seyakin saya semua TV lokal mampu menyelenggarakannya. Toh jikapun ada SDM yang dirasa kurang bisa disiasati dengan metode “featuring”.

Untuk teknis dan perangkat, jika menilik daya jangkau sinyal TV-TV lokal di Banten saya bisa memaklumi kenapa KPU lebih memilih TV asal Jakarta. Rerata TV lokal di Banten mesin pemancarnya masih di bawah 10 kw.

Misalnya saja TV lokal yang saya pernah kelola. Di Kota Cilegon, Kabupaten Pandeglang, dan Kota Tangsel, sinyalnya memang masih jauh sekali dari merata. Tapi jika takarannya adalah tertonton oleh masyarakat seluas mungkin, itu sebetulnya sekarang ini sudah bisa disiasati dengan metoda Live Streaming di YouTube sebuah aplikasi yang semua TV sekarang ini pasti miliki.

Jadi kalo menurut saya KPU sebetulnya bisa berbaik hati membagi tayangan debat paslon, setidaknya satu dari dua kali penyelenggaraan, untuk TV lokal. Apalagi pendirian TV lokal sendiri, seperti dipersyaratkan di EDP adalah untuk meningkatkan dan memberdayakan SDM, potensi, serta kearifan lokal setempat. Semoga di Pilkada Serentak 2024 hal ini bisa terealisasi.

Sementara ini, sila simak debat paslonnya di TV-TV nasional, eh, TV-TV asal Jakarta. (***)

Golkat ied