Pengamat: Petahana Tak Bisa Jelaskan Reformasi Birokrasi dan Transparansi di Cilegon

CILEGON – Debat Publik Pilkada Cilegon putaran kedua telah usai dilaksanakan Sabtu (28/11/2020) kemarin. Pengamat Politik Deden Fachruddin Radjab menilai bahwa gambaran kemampuan para calon dalam debat, masih jauh dari harapan masyarakat, karena pertanyaan dan jawaban yang keluarga hanya hal-hal normatif.

“Belum fokus kepada permasalahan Kota Cilegon dan masyarakat, itu terlihat dari jawaban-jawaban yang diberikan sebagian besar Paslon. Hanya Paslon nomor satu yang terlihat berbeda,” kata Deden yang pernah menjabat Komisioner KPU Kota Jakarta Timur ini, Minggu (29/11/2020).

Sejatinya debat publik adalah etalase unjuk kemampuan dari para Paslon dalam rangka menyampaikan visi-misi dan program kerja apabila terpilih menjadi pemimpin. Sebagai pengamat, Deden mengatakan dalam debat hal yang disampaikan Paslon harus obyektif, walau mungkin secara sisi manusiawi tetap ada sisi subyektifnya.

“Dimulai dari Paslon satu jalur independen, terlihat lebih fokus dengan jawaban-jawaban atas pertanyaan dari paslon-paslon lainnya. Menjawab dengan merinci setiap masalah, kemudian diakhiri dengan solusi,” kata Deden memberi penilaian.

Seperti dalam menjawab pertanyaan, bagaimana bila Paslon nomor 1 menjabat sebagai Walikota dan Wakil Walikota Cilegon untuk mengatasi Dana Bansos yang selama ini dianggap tidak tepat sasaran?

“Jawaban Calon Walikota Haji Ali Mujahidin sungguh visioner, yakni dengan melakukan Sinkronisasi Big Data dari semua Dinas, sehingga mereka yang menerima dana bansos adalah orang-orang yang benar berhak juga hasil sinkronisasi Big Data tersebut bisa digunakan untuk seluruh pelayanan kepada masyarakat dan bekerjasama dengan stake holder,” kata Deden mengulang jawaban dari Calon Walikota saat debat kemarin.

Hanya saja, Deden menyayangkan, Haji Ali Mujahidin yang berpasangan dengan Firman Mutakin kurang penegasan bahwa Sinkronisasi Big Data tersebut melalui NIK (Nomor Induk Kependudukan) sebagai One Singel Identity. Meski begitu, apa yang disampaikan merupakan bagian dari solusi tepat atas permasalahan yang sering terjadi, yakni pembagian bansos ke masyarakat tidak tepat sasaran.

“Di sesi yang berbeda, saat menjawab masalah mengatasi banjir, Haji Ali Mujahidin kembali menjawab dengan cerdas. Mengatasi banjir itu harus dilihat dari berbagai aspek sehingga mengatasinya dan penanganannya pun harus berbeda. Seperti daerah tertentu dilakukan dengan pengerukan sungai dan di tempat lain dilakukan pembuatan sumur resapan atau di daerah yang lain dibuat Talut penahan banjir Rob, daerah lain bisa dibangun DAM,” kata Deden.

Deden mengakui dalam debat putaran terakhir ini pasangan yang akrab disebut MULIA lebih unggul dalam memahami menjawab semua permasalahan disertai solusi. Program Rolas Karse dalam program kerja dijadikan dasar untuk menjawab selama debat dan membuktikan bahwa ada keseriusan dalam menyusun visi dan misi.

Sedangkan menanggapi Paslon petahana, Deden justeru kecewa, karena dinilai kurang greget dalam bertanya maupun menjawab pertanyaan. Padahal sebagai incumbent seharusnya sudah lebih menguasai setiap permasalahan yang akan diperdebatkan.

“Seperti pada saat ditanyakan soal penempatan ASN dan soal KKN, seharusnya Ibu Ati dan Pak Sokhidin harus berani mengemukakan isu tuduhan yang tertuju kepada walikota sebelumnya yang notabene adalah keluarganya sendiri, dengan menyatakan, bahwa bila menjadi Walikota Cilegon maka akan melakukan reformasi birokrasi yang transparan dan akuntabel,” tegas Deden.

Kartini dprd serang

Ini menjadi momen paling penting untuk membuktikan bahwa dirinya tidak seperti yang dituduhkan oleh orang-orang selama ini. Deden yakin, bila jawaban seperti itu maka akan menimbulkan simpati dan juga mungkin dapat mendapatkan kesempatan dari masyarakat untuk membuktikannya dan tidak terjadi Hattrick OTT KPK.

“Sedangkan sewaktu menjawab pertanyaan parameter Cilegon Sukses, jawabannya seperti melakukan LPJ di depan anggota DPRD, karena hanya menjawab bahwa semua itu sudah dilakukan saat menjabat sebagai Wakil Walikota. Ibu Ati tidak menunjukkan kehebatan-kehebatan atas keberhasilan membangun Kota Cilegon. Jadi hanya sekedar formalitas dan normatif,” kata Deden.

Beralih ke Paslon nomor 3, pasangan Iye-Awab, Deden berkomentar bahwa yang dilakukan banyak menjawab secara retorika belum masuk dan fokus kepada materi yang ditanyakan.

“Seperti pada saat ditanyakan bagaimana meminimalisir KKN apabila Paslon Nomor tiga menjabat kepala daerah Cilegon? Jawaban yang diberikan terlalu didominasi calon Walikota, padahal calon Wakil Walikota berlatar belakang Polisi, seharusnya diberi kesempatan lebih banyak untuk menjawabnya,” kata Deden.

Sehingga, ada harapan bagi Deden atas jawaban yang lugas, bahwa beliau sebagai orang yang pernah berkecimpung di bidang penegakan hukum. Maka akan melakukan pengawasan melekat terhadap seluruh proses administrasi dan pelayanan Pemerintah Kota Cilegon, terutama dalam hal pengadaan barang dan jasa.

“Mengingat pernah sebagai polisi, Pak Awab tentu akan lebih mudah melakukan pengawasan dan pengawalan hal-hal tersebut,” kata Deden.

Paslon terakhir hanya dihadiri oleh Calon Walikota Helldy Agustian, karena Calon Wakil Walikotanya sedang dirawat di Rumah Sakit. Hal ini tentunya kurang menguntungkan bagi Paslon nomor 4, terlihat dari jawaban-jawaban yang disampaikan terlalu sangat normatif.

“Pak Helldy selalu menjawab dengan berpatokan bahwa semua sudah ada dalam visi misi. Sehingga tidak terlihat greget bagaimana cara mengatasi problematika Kota Cilegon bila nanti menjabat Walikota,” imbuh Deden.

Deden menduga, karena hadir seorang diri maka bisa jadi mempengaruhi secara psikologis. Dampaknya, implementasi yang detail hasil penjabaran visi misi agar masyarakat tahu persis apa yang akan dilakukan secara detail pun tidak tercapai.

Setelah mengikuti dua putaran debat, Deden mengatakan semua itu akan kembali kepada hati nurani dan pasion masyarakat pemilih di Kota Cilegon. Deden menitipkan pesan, perlu diwaspadai di 10 hari terakhir sebelum pelaksanaan, pemungutan dan penghitungan suara di TPS-TPS.

“Perlu diwaspadai kecurangan-kecurangan yang mungkin akan terjadi. Karena kecurangan itu bukan hanya ada kesempatan, tetapi kecurangan itu ada niat!” tutup Deden. (*/Red/Rizal)

Polda