JRDP: PSU di Kabupaten Pandeglang Tinggalkan Catatan Buruk Demokrasi

SERANG – Badan Pekerja JRDP menilai Pilkada 2020 meninggalkan catatan kritis. Catan tersebut karena adanya Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang terjadi di TPS 2, Desa Pasir Mae, Kecamatan Cipeucang, Kabupaten Pandeglang.

Berdasarkan informasi dan data yang dihimpun JRDP, peristiwa di Desa Pasir Mae itu adalah kejahatan paling brutal terhadap prinsip demokrasi.

Pasalnya, secara sistematis JRDP menyebut ada oknum KPPS diduga mencoblos lebih dari 90 surat suara untuk kepentingan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Pandeglang tertentu. Bahkan, aksi tersebut diduga atas perintah Kepala Desa dengan imbalan uang.

“Jika dirunut kronologisnya, Pengawas TPS menerima uang Rp 500 ribu dari salah seorang anggota KPPS pada sore hari di TPS. Uang itu adalah pengkondisian agar si Pengawas TPS tidak melaporkan apa yang terjadi di TPS tersebut. Menurut pengakuan si oknum KPPS, uang itu berasal dari Kepala Desa. Selepas dari TPS, Pengawas TPS menceritakan secara detail apa yang dialaminya di TPS kepada Panwascam Cipeucang. Kemudian oleh Panwascam hal itu dituangkan dalam Form A. Uang yang dia terima juga dikembalikan kepada Panwascam. Atas temuan itu, Panwascam merekomendasikan PSU,” ujar Direktur Eksekutif JRDP Dede Nahrudin dalam keterangan tertulisnya, Minggu (27/12/2020.

Diungkapkan Dede, modus yang dilakukan oknum KPPS tersebut adalah dengan cara menggunakan surat suara para pemilih yang tidak hadir ke TPS. Absensi kehadiran pemilih kemudian direkayasa. Menurut pengakuan Pengawas TPS, kata Dede, 7 orang anggota KPPS turut serta dalam aksi tersebut dengan peran yang berbeda.

“Kami jadi bertanya, bagaimana bimtek yang dilakukan KPU terhadap KPPS mereka sehingga KPPS dengan gagah berani melakukan kejahatan brutal seperti itu. Jelas sangat mengecewakan,” jelasnya.

Sementara itu, Divisi Hukum JRDP Febri Setiadi mengatakan, menurut informasi, penanganan kasus itu sudah dilimpahkan Bawaslu Pandeglang kepada Polres Pandeglang. JRDP berharap aparat kepolisian dapat menuntaskan kasus itu secara obyektif.

“Menurut kami, pengakuan si Pengawas TPS dan Form A yang dibuat Panwascam sudah sangat cukup dijadikan alat bukti bahwa telah terjadi peristiwa pidana pemilu di TPS 2 Desa Pasir Mae. Demi tegaknya hukum, JRDP meminta penyidik untuk menerapkan sanksi pidana maksimal kepada oknum KPPS yang terlibat serta Kepala Desa. Karena menurut pengakuan oknum KPPS dan Pengawas TPS, kejadian itu semua atas perintah Kepala Desa,” kata Febri.

Febri menjelaskan, Pasal 178B UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada menyebutkan, setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 108 bulan dan denda paling sedikit Rp 36 juta dan paling banyak Rp 108 juta.

“JRDP menginventarisir kasus oknum KPPS mencoblos surat suara ini pernah juga terjadi Kabupaten Tangerang pada Pilkada 2018 dan di Kota Serang pada Pemilu 2019. Namun, dari pola aksi yang dilakukan, kasus di Desa Pasir Mae ini yang paling brutal dan bar bar. JRDP akan mengawal kasus ini hingga ada keputusan hukum yang final dan mengikat bagi para pelaku kejahatan demokrasi,” pungkasnya. (*/Faqih)

Honda