Tak Bisa Berhubungan Intim, Istri Gugat Suami

Dprd ied

JAKARTA – Seorang istri gugat suaminya karena tak bisa melakukan hubungan intim. Istri ini memohon kepada majelis hakim untuk membatalkan pernikahan mereka.

Sang istri merasa ditipu, karena si suami tak jujur mengakui bahwa tidak bisa ereksi saat mereka belum menikah. Pada malam pertama pernikahan yang diharapkan indah justru tak menyenangkan bagi wanita ini.

Website Mahkamah Agung menampilkan putusan gugatan ini dengan disamarkan dan dapat diunduh bebas.

Sang istri menggugat pembatalan pernikahan dengan suaminya ke Pengadilan Agama. Dalam putusan hakim, disebutkan bahwa pasangan tersebut menikah pada bulan September 2020.

Kedua pasangan masih berusia muda, yakni di bawah 30 tahun.

Setelah menikah, barulah sang istri yang bekerja sebagai guru itu mengetahui bahwa suaminya memiliki masalah kesehatan. Masalah itu adalah alat vital sang suami tidak bisa ereksi.

Akibat hal tersebut, sang istri merasa kecewa karena suaminya tidak jujur dari sebelum pernikahan.

Dia tambah kecewa ketika meminta suaminya berobat, sang suami justru pergi meninggalkannya dan tidak bisa diajak komunikasi.

Dalam gugatannya, sang istri meminta pembatalan pernikahan sesuai dengan Pasal 27 ayat (2) UU Perkawinan jo Pasal 72 ayat (2) KHI.

Pasal tersebut berbunyi seperti ini ‘“seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi penipuan atau salah sangka mengenai diri suami / istri ”.

Salah sangka dalam kasus ini berkaitan bahwa termohon (suami) sudah mengetahui kondisi kesehatannya sejak sebelum pernikahan, tetapi termohon tidak memberitahukan kondisi tersebut kepada pemohon (istri).

Dalam bagian menimbang hakim, terlihat bahwa termohon (suami) tidak pernah hadir dalam persidangan.

Majelis hakim juga sudah meminta agar pemohon mempertahankan rumah tangganya, tapi tidak berhasil.

Selanjutnya hakim menyatakan fakta hukum bahwa termohon menyembunyikan kondisi kesehatannya dari calon istrinya sebelum pernikahan.

Hakim juga meyakini bahwa pemohon tidak mengetahui kondisi kesehatan termohon sebelumnya.

KEPUTUSAN HAKIM

Atas perkara ini, hakim lalu menjatuhkan putusan membatalkan pernikahan pemohon dan termohon dalam kasus ini.

Hakim memiliki beberapa pertimbangan sampai akhirnya mengabulkan gugatan pembatalan pernikahan tersebut.

Beberapa pertimbangan hakim yang tercantum dalam bagian menimbang putusan, antara lain :

  1. Menimbang terlebih dahulu bahwa semua akad, ada hak khiyar dalam akad jual beli. Jika penjual atau pembeli merasa

dirugikan dengan akad yang dia lakukan dan sebelumnya dia tidak tahu, maka pihak yang dirugikan berhak untuk membatalkan

dprd tangsel

akad dengan hak khiyar yang dia miliki.

Maka berdasarkan argumentum pre analogium Jika ini berlaku dalam jual beli, hal ini lebih berlaku dalam akad nikah.

Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam Hadist Riwayat Bukhari 5151 dan Ahmad 17362 yang artinya:

“Kesepakatan yang paling berhak untuk kalian penuhi adalah kesepakatan dalam akad yang menghalalkan kemaluan (akad nikah)”

  1. Menimbang pendapat Ibnu Qayyim dalam kitab zadul maad (5/163) yang diambil oleh Majelis menjadi pendapat Majelis, yang artinya:

“Bahwa semua aib yang menyebabkan salah satu pasangan menjadi benci kepada yang lain, sehingga tidak terwujud tujuan

nikah, yaitu rasa kasih sayang dan kecintaan, maka ini mengharuskan adanya hak khiyar (memilih untuk melanjutkan atau

membatalkan akad). Dan hak khiyar dalam masalah ini lebih dihargai dibandingkan hak khiyar dalam jual beli. Sebagaimana

pengajuan syarat dalam nikah lebih dihargai dibandingkan pengajuan syarat dalam jual beli. Allah dan Rasul-Nya tidak pernah

mewajibkan untuk bertahan dalam kondisi tertipu. (Zadul Ma’ad, 5/163)”.

  1. Menimbang, syarat adanya hak khiyar aib ini adalah dia belum mengetahui aib itu ketika akad dan setelah akad dia tidak rela.

Jika sudah diketahui ketika akad atau dia rela setelah akad atau menerimanya dalam jangka 6 bulan setelah pernikahannya

maka tidak ada hak khiyar baginya.

  1. Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan diatas bahwa Pemohon tidak mengetahui kondisi pada diri Termohon yang

mengalami alat vitalnya tidak bisa ereksi sebelum akad Pernikahan dan Pemohon mengetahui adanya ketidak mampuan suami

tersebut setelah pernikahan, oleh karenanya berdasarkan pertimbangan di atas Majelis berpendapat adanya salah sangka

mengenai diri Termohon yang diketahuinya setelah pernikahan.

  1. Menimbang bahwa Termohon telah mengakui adanya ketidak mampuannya ( alat vital tidak dapat ber ereksi ) atau

mempunyai aib yang mana dapat menjadikan sebab penghalang dari tujuan utama pernikahan. Seperti yang dijelaskan oleh Ali

Ḥasballah dalam kitab al Furqatu Baina al Zaujaini (Cet I hal 120 ) yang diambil menjadi pendapat Majelis Hakim yaitu artinya:

aib adalah kurangnya anggota badan atau akal pada salah satu pasangan suami istri yang bisa menghalangi tujuan pernikahan

dan memperoleh kesenangan dalam kehidupan rumah tangga;

Ya, itulah beberapa pertimbangan hakim sebelum akhirnya mengabulkan gugatan pembatalan perkawinan dari pemohon. (*/Tribunnews)

Golkat ied