Media Sosial dan Urgensi Menata Kata-kata

Dprd ied

Oleh: M. Anwar Djaelani

“Ajining diri soko lathi”. Pepatah Jawa ini sangat berguna untuk selalu kita pedomani. Urgensinya lebih terasa terutama di zaman ketika media sosial –antara lain semisal WhatsApp (WA) dan Facebook- telah ‘mencandui’ masyarakat. Mengapa?

‘Permainan’ Vs Citra
Kehadiran media sosial adalah salah satu buah dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Kapanpun, buah dari iptek itu akan memiliki dua akibat yaitu manfaat dan mudharat.

Di soal manfaat media sosial bisa, pertama, menjadi alat komunikasi yang sangat efektif. Kita bisa menjalin komunikasi dengan orang lain secara pribadi dengan cepat dan murah. Kita pun dapat berkabar tentang banyak hal kepada berbagai grup yang kita tergabung di dalamnya.

Sebagai “Alat komunikasi yang sangat efektif”, di media sosial kita pun mengenal dengan apa yang disebut “viral”. Istilah “viral” berkenaan dengan apapun yang kita kirim lewat media sosial –antara lain seperti informasi nonformal, berita resmi, artikel, meme-, yang lalu menyebar secara cepat dan luas bak virus.

Tentang artikel yang viral, saya punya sejumlah pengalaman pribadi. Salah satu di antara pengalaman itu sebagai berikut:

Di Ramadhan 2017, alhamdulillah, saya cukup sering membagikan “Renungan Ramadhan” (isinya berupa artikel sepanjang 6000 karakter). Di hari pertama Ramadhan, saya bagikan artikel berjudul “Ikhwal Tinggal di Surga Sekeluarga”. Saya bagikan ke banyak grup dan ke banyak pribadi.

Lalu, di hari ketiga Ramadhan, masuk WA dari seorang kawan yang tinggal di Depok dan termasuk yang saya kirimi artikel itu secara pribadi. Lewat WA, dia mengatakan: “Saat sahur tadi, aku dapat kiriman artikel Anda yang berjudul ‘Ikhwal Tinggal di Surga Sekeluarga‘ dari teman yang mukim di Jeddah. Alhamdulillah, tulisan Anda sudah melintasi samudra”. Padahal, saya tak punya teman di Jeddah. Artinya, alhamdulillah, artikel saya viral.

Kemudian, manfaat kedua. Media sosial bisa merekatkan persaudaraan atau pertemanan. Di grup WA, misalnya, bisa bergabung berbagai anggota yang domisilinya tersebar di berbagai kota, di dalam dan atau di luar negeri. Di titik ini, istilah yang populer adalah, media sosial “Mendekatkan yang jauh”.

Namun demikian, media sosial juga punya sisi mudharat, seperti hubungan malah retak. Itu bisa terjadi di saat kita tak tepat dalam menggunakannya. Artinya, media sosial juga bisa “Menjauhkan yang dekat”.

Lihatlah! Dalam sebuah diskusi di sebuah grup, misalnya. Tak jarang ada anggota yang keluar dari grup karena tak setuju dengan sebuah pendapat. Atau, keluar grup karena sakit hati atas pilihan kata dari lawan bicara atau debatnya. Bahkan, yang lebih ekstrem, ada grup yang pecah. Oleh karena yang keluar dari grup cukup banyak, mereka lalu bikin grup baru. Maka, jadilah, media sosial “Menjauhkan yang dekat”.

dprd tangsel

Sungguh, lantaran lisan yang terjaga penggunaannya, kita bisa terhormat di depan publik dan sebaliknya. Dalam hal kehati-hatian penggunaan lisan, Islam tegas mengatur. Sebab, itu tak hanya bertalian dengan citra diri, tetapi bahkan berhubungan dengan keselamatan dunia-akhirat.

Intinya, kita harus berhati-hati di saat menggunakan lisan. Berbicara itu enteng, tapi pertanggungjawabannya berat. “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat pengawas yang selalu hadir” (QS Qaaf [50]: 18). Hal yang dicatat Malaikat termasuk kata-kata yang tidak bermanfaat dan apalagi menyakitkan orang lantaran kasar, misalnya.

Oleh karena itu, hendaklah kita berpikir dulu sebelum melepas kata-kata, sebab jika ‘tergelincir’ kita bisa terlempar ke neraka. “Sesungguhnya ada seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dipikirkan bahayanya terlebih dahulu, sehingga membuatnya dilempar ke neraka dengan jarak yang lebih jauh daripada jarak antara timur dan barat” (HR Muslim). Berhati-hatilah! “Barang-siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka berkatalah yang baik dan jika tidak maka diamlah” (HR Bukhari dan Muslim).

Jangan anggap enteng berbagai kata yang keluar dari lisan kita, sebab di sisi Allah itu perkara besar. “Kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar” (QS An-Nuur [24]: 15).

Dengan lisan yang terjaga, seseorang bisa mendapatkan ketinggian derajat. “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar” (QS Al-Ahzab [33]: 70). Sebaliknya, kita bisa menuai bencana jika serampangan dalam berkata-kata.

Kecermatan seseorang dalam merangkai kata-kata (dan apalagi jika disampaikan secara indah) merupakan gambaran dari akal dan budi yang terbimbing iman. Pemilihan kata yang tepat dan bernas adalah bagian dari kemuliaan akhlak.

Kini, media sosial telah menjadi salah satu “ajang berbicara” (baik dalam bentuk monolog, dialog, dan diskusi). Sebagian lalu memanfaatkan media sosial sebagai ladang dakwah dengan jalan rajin membagikan sesuatu dengan semangat “Menyeru ke jalan Allah”. Setiap kata yang akan ditulis dipikirkannya matang-matang dan dimuatinya dengan semangat dakwah.

Sayang, sebagian pengguna media sosial lainnnya tampak hanya sekadar main-main. “Malam ini saya jalan-jalan dan saat pulang mampir makan Nasi Punel di Jalan Persahabatan. Enak,” tulis seseorang sembari menunjukkan foto. Setidaknya bagi saya, contoh tadi tergolong tak berguna untuk dipublikasikan karena sangat bersifat pribadi. Hal itu, menunjukkan gaya hidup si penulis yang suka jalan-jalan dan makan-makan di warung/di pinggir jalan.

Banyak orang melihat media sosial hanya semacam hiburan. Mereka pikir tak akan rugi apa-apa dengan membeberkan informasi yang bersifat pribadi. Mereka lupa, bahwa orang bisa mengukur ketinggian akal dan budinya lewat tulisan dan atau gambar yang dibagikannya.

Jaga, Jaga!
Berhati-hatilah di setiap langkah kita. Berhati-hatilah di saat bermedia-sosial. Jika harus menggunakan media sosial, manfaatkanlah sebagai media dakwah. Sebaliknya, jangan sekali-kali menjadikan media sosial sebagai sesuatu yang justru bisa mencelakan kita. Singkat kata, jaga kata-kata kita! (*)

*Penulis Buku “Warnai Dunia dengan Menulis”, tinggal di www.anwardjaelani.com

 

Sumber: kanigoro.com

Golkat ied