Pangan di Mata Kedaulatan, Rosyid: Perkuat dari Undang-undang

CILEGON – Ketahanan pangan, istilah yang menggambarkan di mana ketersediaan pangan dan kemampuan seseorang untuk mengaksesnya. Sebagai contoh, pada rumah tangga, dikatakan memiliki ketahanan pangan jika penghuninya tidak berada dalam kondisi kelaparan atau dihantui ancaman kelaparan.

Jadi, menurut Rosyid, ketahanan pangan merupakan ukuran kelentingan terhadap gangguan pada masa depan, atau ketiadaan suplai pangan penting akibat berbagai faktor, seperti kekeringan, gangguan perkapalan, kelangkaan bahan bakar, ketidak stabilan ekonomi, peperangan, dan sebagainya.

Perlu untuk diketahui, penilaian ketahanan pangan dibagi menjadi keswadayaan atau keswasembadaan perorangan (self-sufficiency) dan ketergantungan eksternal yang membagi serangkaian faktor risiko.

Meski berbagai negara sangat menginginkan keswadayaan secara perorangan untuk menghindari risiko kegagalan transportasi, namun hal ini sulit dicapai di negara maju karena profesi masyarakat yang sudah sangat beragam dan tingginya biaya produksi bahan pangan jika tidak diindustrialisasikan.

Kebalikannya, keswadayaan perorangan yang tinggi tanpa perekonomian yang memadai akan membuat suatu negara memiliki kerawanan produksi.

Dari World Health Organization (WHO), mendefinisikan tiga komponen utama ketahanan pangan, yaitu ketersediaan pangan, akses pangan, dan pemanfaatan pangan.

“Ketersediaan pangan adalah kemampuan memiliki sejumlah pangan yang cukup untuk kebutuhan dasar, akses pangan adalah kemampuan memiliki sumber daya, secara ekonomi maupun fisik, untuk mendapatkan bahan pangan bernutrisi, dan pemanfaatan pangan adalah kemampuan dalam memanfaatkan bahan pangan dengan benar dan tepat secara proporsional,” papar Rosyid Haerudin, pengusaha yang jugalulusan Sarjana Pertanian, Sabtu, (27/10/2018).

Selain itu, FAO menambahkan komponen keempat, yaitu kestabilan dari ketiga komponen tersebut dalam kurun waktu yang panjang.

Dalam pandangan Rosyid, kebijakan sebuah negara dapat mempengaruhi akses masyarakat kepada bahan pangan, seperti yang terjadi di India, dimana Majelis Tinggi India menyetujui rencana ambisius untuk memberikan subsidi bagi dua pertiga populasi negara itu.

“Rancangan Undang-Undang Ketahanan Pangan ini mengusulkan menjadikan pangan sebagai hak warga negara dan akan memberikan lima kilogram bahan pangan berharga murah per bulan untuk 800 juta penduduk miskinnya,” Rosyid menjelaskan di Kantor B-295 Grup, yang berada di Kawasan Ciwandan, Cilegon.

Catatan sejarah yang berhasil dikumpulkan mengatakan, sejak 10 ribu tahun yang lalu lumbung telah digunakan di Tiongkok dengan kekuasaan penggunaan secara terpusat di peradaban di Tiongkok Kuno dan Mesir Kuno. Mereka melepaskan suplai pangan di saat terjadinya kelaparan.

Namun, ketahanan pangan hanya dipahami pada tingkat nasional dengan definisi bahwa negara akan aman secara pangan, jika produksi pangan meningkat untuk memenuhi jumlah permintaan dan kestabilan harga.

Definisi baru mengenai ketahanan pangan dibuka pada tahun 1966 di World Food Summit yang menekankan ketahanan pangan dalam konteks perorangan, bukan negara.

“Ketersediaan pangan berhubungan dengan suplai pangan melalui produksi, distribusi, dan pertukaran,” ujar Rosyid Haerudin, yang kini maju dalam kontestasi Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari Kota Cilegon, Kota Serang, dan Kabupaten Serang, dari Partai Amanat Nasional (PAN).

Dalam sudut pandang pangan, produksinya ditentukan oleh berbagai jenis faktor, termasuk kepemilikan lahan dan penggunaannya, jenis dan manajemen tanah, pemilihan, pemuliaan, dan manajemen tanaman pertanian,pemuliaan dan manajemen hewan ternak, dan pemanenan.

Produksi tanaman pertanian bukanlah suatu kebutuhan yang mutlak bagi suatu negara untuk mencapai ketahanan pangan. Jepang dan Singapura menjadi contoh bagaimana sebuah negara yang tidak memiliki sumber daya alam untuk memproduksi bahan pangan namun mampu mencapai ketahanan pangan.

Keterangan Rosyid, kemiskinan membatasi akses terhadap bahan pangan dan juga meningkatkan kerentanan suatu individu atau rumah tangga terhadap peningkatan harga bahan pangan.

“Kemampuan akses bergantung pada besarnya pendapatan suatu rumah tangga untuk membeli bahan pangan, atau kepemilikan lahan untuk menumbuhkan makanan untuk dirinya sendiri,” kata Rosyid saat diskusi.

Hal yang penting, Rosyid menyebutkan, yakni stabilitas pangan, bahwa mengacu pada kemampuan suatu individu dalam mendapatkan bahan pangan sepanjang waktu tertentu. Bencana alam dan kekeringan mampu menyebabkan kegagalan panen dan mempengaruhi ketersediaan pangan pada tingkat produksi.

“Perlu adanya penguatan di Parlemen, sebagai pembuat Undang-undang, dan pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah, mafia pangan atau oknum bisa membuat katahanan pangan terancam, karena sudah pasti mencari keuntungan, ini yang akan saya perjuangkan di DPR sehingga nanti daerah bisa membuat Perda turunannya,” tegas Rosyid, Bendahara PAN DPD Cilegon kepada faktabanten.co.id.(*/Do’a Emak)

[socialpoll id=”2521136″]

Honda