Setahun Pasca Tsunami Selat Sunda, Korban Tagih Janji Hunian Tetap dari Pemerintah

Sankyu

PANDEGLANG – Tsunami dari perairan Selat Sunda di Banten yang terjadi setahun silam masih menyisakan persoalan. Para korban tsunami yang mengungsi ke fasilitas hunian sementara (huntara) di Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, meminta segera dipindahkan ke hunian tetap yang dijanjikan pemerintah.

Ukuran huntara dikeluhkan sangat sempit. Apalagi lokasinya yang jauh dengan keramaian membuat para pengungsi kesulitan untuk mengais nafkah.

“Inginnya cepat bisa dipindahkan ke huntap, paling terasa itu di sini jauh dari pantai kalau buat usaha. Sebelum tsunami saya bisa dagang pepes ke pengunjung pantai, sekarang tidak bisa. Hanya mengandalkan penghasilan suami saja yang kerja di laut. Suami juga kadang dapat kadang nggak,” jelas salah seorang pengungsi di Huntara Labuan bernama Maryanah, seperti dilansir dari Republika Online, Ahad (22/12/2019).

Masalah nafkah untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari disebutnya jadi masalah terbesar yang mendera dirinya dan 130 pengungsi lain di Huntara Labuan selama ini.

Saat ini tidak ada lagi bantuan yang disalurkan pemerintah kepada para pengungsi, sementara penghasilan mereka hingga kini belum menentu.

Sekda ramadhan

“Habis semua kan yang kita punya waktu tsunami itu, nggak ada sisa. Cuma pakaian yang menempel di badan saja. Padahal masih ada anak yang harus sekolah. Anak yang paling besar juga sekarang tidak lanjut sekolah SMA lagi karena tidak ada biaya,” ujarnya.

Janji fasilitas hunian tetap yang akan lebih besar ukurannya dari huntara disebutnya juga jadi alasan keinginan untuk pindah. Hunian sementara yang hanya berukuran 3×6 meter untuk tempat tidur empat orang anggota keluarganya dirasa terlalu sesak.

“Hanya satu ruangan. Numplek semua jadi satu,” keluhnya.

Hal senada diungkapkan Kaliri (56 tahun), salah seorang korban bencana tsunami Selat Sunda yang juga mengungsi di Labuan, Pandeglang, Ahad (22/12). Dia menjelaskan keluhannya selama menempati Huntara.

Kaliri tinggal bersama sembilan orang anaknya di ruangan yang hanya seluas 3×6 meter. Dia bersama para pengungsi lainnya terus menagih janji hunian tetap dari pemerintah. (*/Republika)

Honda