Desmond Ingatkan Polri Tak Terjepit oleh Kepentingan Penguasa dan Pengusaha

SERANG – Baru baru ini Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi Gerindra, Desmond J Mahesa mengunggah tulisannya terkait adanya calon tunggal Kaporli pilihan Presiden Joko Widodo, di Law Justice, Rabu, (20/1/2021). Tulisan itu memuat judul “Setumpuk “PR” Kapolri Baru, Mana yang Akan Diselesaikan Lebih Dahulu?”.

Desmond menilai banyak catatan yang perlu direformasikan di tubuh Polri. Demikian menjadi tugas yang harus diemban oleh Kapolri baru yang akan mendatang.

Sebelumnya, Presiden Jokowi telah memilih Listyo Sigit Prabowo sebagai calon tunggal Kapolri. Terpilihnya Listyo Sigit Prabowo menyingkirkan empat kandidat lainnya yang diusulkan oleh Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) . 

Keputusan Presiden Jokowi memilih Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo sebagai calon tunggal Kapolri ditulis dalam surat yang diberikan Mensesneg Pratikno kepada Puan Maharani selaku Ketua DPR RI. 

Sejalan dengan itu, sebelum kini ramai diberitakan adanya calon tunggal Kapolri, Deamond telah menulis buku berjudul “Prahara Demokrasi di Tengah Pandemi, Desember 2020”. Di dalam tulisannya Politikus Gerindra itu mengkritik dan memberikan catatan-catatan untuk Polri.

Buku yang diterbitkan pada Desember 2020 itu mencatat, selain prestasi yang telah berhasil ditorehkan oleh Polri kata Desmond, jajaran Polri juga masih dibayang-bayangi oleh penyimpangan penyimpangan yang dilakukan oleh sebagian anggotanya yang menjadi centeng pengusaha dan abdi penguasa.

“Pengabdian kepada pengusaha biasanya berkaitan dengan masalah ekonomi untuk mempertahankan gaya hidupnya sementara pengabdian kepada penguasa biasanya berkaitan dengan upaya melancarkan jenjang kariernya,” tulis Desmond dalam bukunya pada halaman 783.

Dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai aparat sesuai dengan tupoksinya, kepolisian telah digaji oleh negara. Namun katanya, gaji yang didapat dari negara seringkali dikeluhkan karena dianggap tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

“Bagi oknum aparat yang merasa tidak cukup dengan gaji dan tunjangan yang diterima, biasanya kemudian mencari obyekan untuk menambah penghasilannya,” begitu kata Deamond.

Upaya untuk menambah penghasilan dalam rangka memenuhi gaya hidup itulah, menurutnya sebagian dilakukan dengan cara melanggar hukum, karena menyimpang dari perilaku yang seharusnya dipegang teguh oleh aparat negara.

“Salah satunya adalah dengan menjadi centeng alias menjadi abdi seorang pengusaha atau pemilik modal yang banyak uangnya,” katanya.

Selain menjadi “centeng” pengusaha, dalam buku Desmond itu digambarkan, oknum aparat kepolisian juga sering memamerkan perannya sebagai “centeng” penguasa.

“Padahal tugas polisi seharusnya adalah menegakkan hukum dan mengayomi masyarakat Indonesia dan bukan melindungi Presiden secara politik dimana polisi dijadikan alat politik untuk memberangus pihak yang dianggap bisa mengganggu penguasa,” ujarnya. (*/Faqih)

Honda