Tersangka Korupsi Blast Furnace Krakatau Steel Tunggu Persetujuan Jaksa Agung

 

JAKARTA – Pengumuman penetapan tersangka dugaan korupsi pembangunan tungku pelebur baja tinggi (blast furnance) milik PT Krakatau Steel menunggu persetujuan Jaksa Agung ST Burhanuddin.

Direktur penyidikan di Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Supardi mengaku, timnya sudah mengantongi lebih dari dua nama potensi tersangka terkait kasus tersebut.

“Kasus itu, sudah diekspos. Saya sampaikan itu tersangkanya lebih dari dua orang. Dan ini menunggu keputusan Jaksa Agung, untuk diumumkan,” kata Supardi saat ditemui di Gedung Pidana Khusus (Pidsus), Kejagung, Rabu (6/7/2022).

Supardi mengatakan, timnya sementara ini menyudahi pemeriksaan saksi-saksi dan pengumpulan alat-alat bukti dugaan korupsi pembangunan blast furnance itu.

Gerindra HUT Banten

“Sudah disepakati dalam ekspos, siapa-siapa saja tersangkanya,” terang Supardi dikutip dari Republika.

Pemeriksaan terakhir saksi-saksi terkait kasus di Krakatau Steel, dilakukan pada Senin (4/7/2022) kemarin. Sementara gelar perkara hasil penyidikan, dilakukan Selasa (5/7/2022).

Menengok catatan, sejak kasus tersebut masuk ke penyidikan, Maret 2022, lebih dari 100 saksi diperiksa.

Posco HUT Banten

Pemeriksaan dilakukan terhadap mantan, dan pejabat tinggi di Krakatau Steel, dan anak-anak perusahaan, seperti PT Krakatau Engineering, dan PT Krakatau Wijatama.

Pemeriksaan, juga dilakukan terhadap saksi-saksi dari sejumlah perbankan yang melakukan pembiayaan pembangunan blast furnance.

Supardi pernah menjelaskan, dugaan korupsi di Krakatau Steel berawal dari proyek pembangunan blast furnace berbahan bakar batubara pada 2011 sampai 2019.

Pembangunan tanur tinggi peleburan baja ringan dengan bahan batubara itu, untuk meminimalisir pembiayaan yang lebih rendah ketimbang menggunakan gas.

Pada 31 Maret 2011, dimulai pelelangan untuk pembangunan proyek tersebut di Cilegon, Banten.

“Pemenang dari lelang pengadaan adalah konsorsium asal China, MCC CERI, dan PT Krakatau Steel Engerineering,” kata Supardi.

Dari hasil penyelidikan, sumber pendanaan pembangunan proyek tersebut semula akan dibiayai oleh Eksport Credit Agency (ECA) yang juga berasal dari Cina. Tetapi, dari dokumen-dokumen penyelidikan, ECA tak menyetujui pembiayaan proyek tersebut.

“Karena kinerja keuangan perusahaan PT Krakatau Steel tidak memenuhi syarat,” begitu kata Supardi.

Krakatau Steel mengalihkan pembiayaan melalui peminjaman dengan cara sindikasi. Enam bank nasional, dan dari luar negeri, serta lembaga pembiayaan menjadi kreditur.

Di antaranya, BRI, Bank Mandiri, BNI, Bank OCBC, Bank ICBC, Bank CIMB, dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Nilai pembiayaan sebesar Rp 6,92 triliun. Dari pembiayaan tersebut, manajemen Krakatau Steel, melakukan pembayaran kepada MCC CERI senilai Rp 5,35 triliun.

Nilai tersebut, berasal dari pemberian fasilitas kredit sebesar Rp 3,53 triliun dari perbankan luar negeri, dan lokal sebesar Rp 1,81 triliun. Setelah pembayaran, proses pembangunan dimulai 2011. Pada Desember 2019, pembangunan tersebut dihentikan.

“Pekerjaan dari pembangunan proyek tersebut tidak selesai,” ujar Supardi.

Saat ini, proyek tersebut mangkrak dan tak dapat difungsikan, sehingga mengakibatkan kerugian negara. (*/Republika)

KPU Cilegon HUT Banten
Dindik HUT Banten
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien