PANDEGLANG – Taman Nasional Ujung Kulon yang terletak di ujung barat Pulau Jawa menyimpan banyak eksotisme dan keindahan alam yang luar biasa. Dengan luas lebih dari 1200 KM persegi taman nasional yang masuk ke dalam salah satu situs warisan dunia ini juga ternyata menyimpan misteri-misteri dan legenda yang dipercayai masyarakat.
Sebagai daerah tak berpenghuni, Ujung Kulon dianggap keramat dan tempat tinggal lelembut atau mahluk supranatural yang memiliki kuasa untuk memberikan dampak negatif bagi manusia.
Tak heran sebabnya habitat alami badak jawa ini di beberapa tempat menjadi tempat kramat dan diyakini bertuah. Seperti daerah sanghiyang sirah dan Cimahi.
Kepercayaan ini juga diyakini bukan hanya oleh masyarakat sekitar kawasan namun banyak juga pejiarah dari luar Banten yang sengaja berkelana untuk mengunjungi beberapa tempat pejiarahan di TNUK.
Ujung Kulon, lebih dari sekedarnkawasan perlindungan hayati saja, mitos-mitos juga sangat kental dipercayai masyarakat di wilayah ini. Bahkan melekat menjadi adab dan prosedur untuk masuk kedalam kawasan.
Berikut beberapa adab kearifan lokal dan mitos jika kita berkunjung ke Taman Nasional Ujung Kulon.
1. Makan dan minum
Setiap pengunjung atau masyarakat yang berkegiatan di dalam kawasan disarankan untuk melakukan makan dan minum dengan cara berdiri. Masyarakat percaya jika ada yang melanggar pantangan ini bisa menimbulkan malapetaka.
2. Tidak boleh mematahkan ranting
Jika memerlukan ranting jangan patahkan dengan tangan, harus menggunakan parang atau alat lain. Mitos ini termasuk masuk akal sebenarnya, karena ada banyak jenis pohon di TNUK yang mengandung racun, seperti tumbuhan polos, yang jika terkena kulit bisa membuat gatal-gatal seperti terbakar.
3.Jangan bicara sembarangan
Ujung Kulon masih dianggap tanah bertuah, segala ucapan dan tindakan yang menyimpang dikhawatirkan bisa berakibat negatif.
4. Duduk harus beralas
Selain mitos hal ini juga dimaksudkan agar ketika duduk kita bisa terhindar dari hewan berbahaya s3perti kalajengking dan ular.
5. Jangan Sebut Buaya
Masyarakat sekitar Ujung Kulon percaya mengatakan nama buaya bisa membuat predator perairan tersebut tersinggung sehingga dikhawatikan membahayakan manusia.
Mereka menyebut buaya dengan istilah penganten atau pengantin, karena dalam legenda masyarakat sekitar buaya adalah jelmaan pengantin yang tidak diridhoi pada jaman dahulu.
Selain mitos-mitos diatas, ada juga adab lain yang harus kita jaga dan hormati sebagai kearifan lokal, seperti kata pepatah dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. (*/YAR)