Ruang Kreatif Halaman Budaya Siap Pentas Keliling di Pandeglang
PANDEGLANG – Ruang Kreatif Halaman Budaya kembali meramaikan seni pertunjukan yang sempat sunyi dan redup melalui Ruang-ruang seni.
Berbeda dari sebelumnya, kali ini Lembaga yang fokus dibidang seni budaya ini, lebih kreatif dan aktif menghidupkan saklarnya dengan pertunjukan Teater Malam Botak.
Bertempat di Ruang kreatif Halaman Budaya Kampung Lame, Desa Mekarsari, Kecamatan Panimbang, Pandeglang pada November tahun lalu, Ruang Kreatif telah berhasil dan sukses menggelar pertunjukan seni teater Suatu Peristiwa Jalan Pulang.
Kali ini, mereka selaku penggiat yang menghidupkan saklar seni pertunjukan di Kabupaten Pandeglang, akan kembali hadir dengan konsep pentas keliling. pentas keliling bagian dari program kerja tahunan Ruang kreatif Halaman Budaya
Dilatar belakangi rasa rindu pada kawan lamanya, menjadi alasan Sang Sutradara R.A. Yopi Hendrawan Utoyo menjatuhkan pilihannya kepada naskah Malam Botak yang ditulis oleh AB Asmarandana.
Naskah Malam Botak disinyalir mampu membangkitkan tanya tentang dualime hidup bagi para penggiat seni. Melalui malam -malam penuh dialektika, berhasil menyajikan teks penuh kritik dan otokritik yang menjawab.
Dengan penuh Haru Yopi Hendrawan menggambarkan banyak peristiwa yang telah dilalui bersama si Penulis Naskah Malam Botak.
“Ada banyak peristiwa yang dilalui bersama penulis naskah. Rasa rindu itu, juga kebutuhan untuk bercermin saat merasa hilang arah, mendorong kebutuhan atas refleksi yang mengarahkan saya kembali pada naskah ini. Kasih sayang dan rindu, tidak selalu harus diungkapkan dengan media tubuh,” ungkapnya, Selasa (14/6/2022).
Dalam proses mengubah teks menjadi sebuah lakon, Yopi Hendrawan mencoba meneladani teks, kemudian membawa alternatif yang mengakomodasi lokalitas atau permasalahan lokal sebagai kontribusinya sebagai sutradara.
Supaya bisa meneladani teks naskah menjadi lakon pertunjukan yang mengakomodasi lokalitas atau permasalahan lokal diatas panggung.
Selaku sutradara Yopi Hendrawan perlu mengadakan observasi terlebih dahulu yang dilakukan bersama para aktor dan tim produksi.
Dua gelandangan, satu seniman, satunya bekas manajer perusahaan garmen, keduanya tersesat dalam mimpi dan harapan. Yang satu hanya bisa menjual kata-kata, satunya terperangkap dalam masa lalu, mereka berdua adalah si Gondrong dan si Botak.
Diperankan oleh Ifan Sandekala dan Nanda “Jendol” Maulana, pertunjukan yang berdurasi kurang lebih 1 jam itu menghadirkan pertentangan antara idealisme dan kenyataan yang juga mengajak para penonton mengadu persoalan mimpi dan harapan melawan realita dan keaadaan.
“Lewat proses yang panjang sejak tahun lalu, saya banyak belajar dari si Botak. Mulai dari sosiologi sampai psikologi, banyak hal yang saya dapat saat berusaha menyelami tokoh Botak. Dialog-dialog yang ada juga menampar diri saya, membuat naskah dan lakon ini amat nikmat untuk dimainkan,” kesan Nanda Maulana, pemeran Botak yang besar dengan nama panggung Jendol.
Rencananya pertunjukan Malam Botak akan digelar kembali malam Senin di STKIP Mutiara Banten
Setelah sukses pentas di UNMA Banten beberapa waktu lalu, Malam Botak dibawa untuk menghidupkan kembali ruang-ruang seni pertunjukan di Banten sejak 10 Juni tahun ini. Beragendakan Ruang-ruang seni disejumlah Kampus di Banten. Seperti FKIP UNMA Banten, STKIP Mutiara Banten, UIN SMH Banten.
“Termasuk sekolah dan komunitas teater akan menjadi panggung tempat singgahnya pertunjukan keliling Malam Botak,” kata Nanda Jendol sang aktor yang menjadi Si Botak
Saat pementasan perdana Malam Botak di Halaman Budaya pada bulan lalu, masyarakat menyambut dengan antusias. Bahkan tak sedikit penonton yang rela menempuh perjalanan sampai 2 jam.
Demi menyaksikan Malam Botak secara langsung. Padahal lokasi pementasan Malam Botak berjarak Puluhan Kilometer dari Pusat Pemerintahan Kabupaten Pandeglang.
“Lakon ini berani, menyentil, persoalan persoalan terutama pada kami yang bergerak di bidang seni. Pertunjukan ini membawa kesadaran bahwa kita perlu seimbang, idealisme dalam berkesenian juga tidak melupakan realitas, bahwa kita juga perlu makan,” kesan Putri Wartawati, seorang penari yang berkiprah di Bimasena Art Space.
Ia rela menempuh perjalanan jauh dari Kota Serang di tengah cuaca mendung karena adanya kegelisahan atas sepinya ruang-ruang pertunjukan, termasuk di Kota Serang.
Menyikapi lakon Malam Botak yang penuh kritik, termasuk kepada Pemerintah. Imron Mulyana, salah seorang staf pemasaran di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pandeglang menyambut baik Malam Botak.
Ia mendukung dan meminta agar ruang-ruang kreatif menjadi wadah untuk sebebas-bebasnya berekspresi, termasuk sebagai media kritik bagi pemerintah.
“Seni pertunjukan dapat menjadi media promosi wisata daerah yang oleh karenanya perlu didukung penuh oleh pemerintah,” katanya. (*/Fani)