Laporan Keuangan Sederhana, Kunci UMKM Bandeng Presto Pamulang Tembus Akses Pendanaan

Penulis: Luchita A.K,
Mahasiswa S1 Akuntansi
Universitas Pamulang
TANGERANG SELATAN – Laporan Keuangan Sederhana (LKS) terbukti menjadi kunci strategis bagi UMKM Bandeng Presto di Pamulang untuk membuka akses pendanaan perbankan, termasuk Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Melalui pendampingan penyusunan LKS, pelaku usaha mampu meningkatkan kredibilitas finansial, memperbaiki tata kelola keuangan, dan menunjukkan kapasitas pembayaran yang terukur di mata lembaga keuangan.
UMKM merupakan tulang punggung perekonomian nasional dengan kontribusi lebih dari 60 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) serta penyerap tenaga kerja terbesar.
Di Pamulang, sektor kuliner lokal—khususnya produsen Bandeng Presto—memiliki peran vital dalam menggerakkan ekonomi mikro berbasis rumah tangga.
Namun, potensi tersebut kerap terhambat ketika pelaku usaha membutuhkan tambahan modal untuk ekspansi, seperti pembelian mesin presto berkapasitas besar atau perluasan distribusi.
Kendala utama yang dihadapi adalah ketiadaan laporan keuangan yang rapi dan kredibel.
Banyak pelaku UMKM masih mencampur keuangan pribadi dan usaha, mengandalkan catatan tidak terstruktur, bahkan sekadar ingatan. Kondisi ini menyulitkan bank menilai kelayakan usaha, meski produk laris di pasar.
Menjawab tantangan tersebut, program Pengabdian Masyarakat berfokus pada pelatihan dan pendampingan penyusunan Laporan Keuangan Sederhana yang mudah dipahami dan diterapkan.
LKS dirancang praktis dengan menitikberatkan pada pencatatan transaksi harian, Laporan Laba/Rugi, serta Laporan Posisi Keuangan (Neraca).
“LKS bukan akuntansi rumit. Cukup disiplin mencatat kas masuk dan keluar, memisahkan HPP dan biaya operasional, lalu menyusunnya secara bulanan,” ujar salah satu pendamping program.
Pelatihan dimulai dari perubahan mindset—memisahkan kas usaha dan pribadi—hingga praktik menghitung Harga Pokok Penjualan (HPP) secara akurat.
Peserta juga didampingi menyusun Laporan Laba/Rugi dan Neraca berdasarkan kondisi usaha mereka sendiri.
Hasilnya signifikan. Dalam salah satu studi kasus UMKM Bandeng Presto di Pamulang, pencatatan LKS mengoreksi persepsi laba yang semula dianggap tinggi.
Setelah dihitung secara benar, laba bersih yang sesungguhnya terlihat lebih realistis karena seluruh biaya operasional—termasuk gaji yang sebelumnya tak tercatat—ikut diperhitungkan.
Data ini justru memperkuat posisi usaha di hadapan bank karena menunjukkan kapasitas pembayaran yang nyata.
Evaluasi pre-test dan post-test menunjukkan peningkatan pemahaman peserta lebih dari 50 persen, terutama pada aspek perhitungan HPP, laba bersih, dan pengenalan aset tetap.
LKS juga memudahkan bank melakukan analisis rasio, seperti Debt Service Coverage Ratio (DSCR) dan Current Ratio, untuk menilai kesiapan kredit.
Dengan LKS yang konsisten, UMKM Bandeng Presto Pamulang tidak hanya lebih siap mengajukan KUR, tetapi juga mampu merencanakan investasi aset, memperluas pasar, dan menciptakan lapangan kerja baru.
LKS menjadi jembatan yang mengubah omzet harian menjadi bukti kelayakan finansial.
Ke depan, pelaku UMKM didorong menjadikan LKS sebagai kebiasaan, bukan sekadar syarat pinjaman.
Sementara itu, Pemerintah Daerah dan Lembaga Keuangan diharapkan memperkuat program pendampingan dan memberikan kemudahan akses kredit bagi UMKM yang disiplin menyajikan laporan keuangan sederhana secara berkelanjutan.
Bagi UMKM Bandeng Presto Pamulang, penguasaan LKS bukan hanya soal angka, melainkan langkah strategis untuk mengamankan masa depan usaha dan naik kelas di industri kuliner regional. (***)
