Kasus Mafia Tanah PT Lotte Dinilai Tidak Berdasar
SERANG – Kubu terdakwa kasus dugaan praktik mafia lahan, MH, memprotes status mafia tanah yang disematkan kepadanya. Melalui pengacaranya, Alvon Kurnia Palma, MH menganggap penetapan itu sebagai hal yang tidak masuk akal.
Alvon yang ditemui awak media di Kantor Kejaksaan Tinggi Banten, Senin (4/11) mengatakan bahwa, hingga saat ini pihaknya masih bingung atas penetapan status terdakwa kepada kliennya. Karena, hingga kini alat bukti yang digunakan juga masih simpang siur.
Alvon mengatakan, jika ditemukan kliennya menggunakan dokumen palsu dalam praktik jual beli lahan, harusnya bisa disebutkan kapan kejadian pemalsuannya dan siapa yang mengatakan palsu itu siapa.
Menurutnya, yang memiliki otoritas untuk menetapkan suatu dokumen sebagai dokumen palsu adalah lembaga negara, misalnya Puslabfor Polri.
“Jika klien saya dikatakan melakukan pemalsuan dokumen, itu kapan kejadiannya. Dan yang menyatakan palsu itu siapa? Harusnya yang menyatakan palsu itu Lembaga Negara, misalnya Puslabfor,” terang Alvon.
Alvon menyayangkan kliennya dicap mafia tanah. Padahal, hingga saat ini tidak ada keputusan yang inkrah yang menyebutkan kliennya bersalah sebagai mafia tanah.
“Kalau dibilang mafia tanah, harusnya kan sudah ada keputusan yang inkrah dulu, baru bisa dikatakan mafia tanah, nah ini klien saya belum apa-apa sudah dibilang sebagai mafia tanah. Artinya ini kan tidak mengacu pada sistem hukum asas praduga tak bersalah,” tambah Alvon.
Alvon mengatakan ada kejanggalan dalam proses hukum kliennya. Beberapa waktu yang lalu MH dibawa ke kantor Kementrian ATR Jakarta. Namun, sebagai pengacara Alvon mengaku tidak tahu kliennya dibawa oleh siapa dan dalam rangka apa.
“Makanya saya minta klarifikasi kepada kepolisian dan juga kepada BPN, dalam kapasitas apa dan sebagai apa. Apakah dalam proses penyidikan? Kalau masih dalam proses penyidikan, kenapa saya sebagai penasehat hukum tidak diberitahu, lalu kalau terjadi apa-apa pada klien saya, siapa yang akan bertanggung jawab?” tanyanya.
“Menariknya, setelah klien saya dibawa ke Jakarta, muncul pemberitaan bahwa Kepolisian telah menangkap mafia tanah yang merugikan investasi senilai Rp50 Miliar di Cilegon. Kemudian setelah itu ada pengumuman kabinet. Sampai saat ini bukti yang ada adalah overlap kepemilikan tanah antara klien saya dengan PT. Krakatau Steel, bukan pasal 263 tentang pemalsuan dokumen,” tutup Alvon. (*/Red)