Pengamat: Revisi Kepgub Jabar, Pesantren Butuh Dukungan Bukan Batasan
BANDUNG – Policy Studies Movement Analisis Keputusan Gubernur Jawa Barat No: 443/Kep.321-Hukham/2020 tentang Protokol Kesehatan untuk Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Lingkungan Pondok Pesantren.
Direktur eksekutif Policy Studies Movement Acep Jamaludin mengatakan meski saat ini semua tengah di uji dengan wabah Covid-19, tapi tidak boleh mematahkan Posisi Pesantren dan elemen didalamnya sehingga dibebani dengan surat pernyataan.
Acep, Menjelaskan dari kepgub tersebut berisi 15 protokol kesehatan umum, enam protokol kedatangan kyai, santri, asatidz, dan pihak lain, tujuh protokol di masjid, sembilan protokol di tempat belajar, 14 protokol di kobong (penginapan santri), sembilan protokol di tempat makan, delapan protokol di kantin,
“ada beberapa protokoler kesehatan yang ada didalam kepgub tersebut untuk seluruh elemen pesantren,” Tegasnya.
Acep, Memandang pembuat kebijakan (Gubernur) adalah para politisi rasional yang selalu berusaha mempertahankan kedudukannya dengan menawarkan kebijakan dalam rangka meraih dukungan politik dari masyarakat madani (civil society), termasuk kelompok lobi-kepentingan dan organisasi massa secara umum dan golongan politiknya masing-masing secara khusus
Dimana paradigma ekonomi-politik beranggapan bahwa kebijakan publik dibuat oleh pemerintahan yang cenderung mendahulukan kepentingan pribadi dan kelompoknya (self-interest orientation) Dengan demikian, paradigma ekonomi politik menganggap bahwa kebijakan bersifat “endogen”, ditentukan oleh motif meraih kepentingan pribadi/kelompok.
Pada paradigma ekonomi politik, paket kebijakan dibuat pada tatanan pasar politik (political market-place) yang berinteraksi langsung dengan tatanan pasar ekonomi (economic market-place) dalam satu sistem dinamis tertutup.
“Banyak Teori dan pandangan mengenai perbuatan kebijakan termasuk bagaimana mempertahankan kekuasaan itu sendiri, yang jelas kami memandang dalam paradigma ekonomi-politik bahwa kebijakan ini berorientasi terhadap kepercayaan pasar namun sejatinya kepentingan kelompok/pribadi,” paparnya.
Bagimana tidak berorientasi kepentingan pribadi/kelompok Kelayakan yang harusnya di lihat dan diperhatikan malah tidak sama sekali, contoh pertama, teknis (technical feasibility), kedua, Kelayakan ekonomi (economic feasibility), ketiga, Kelayakan sosial (social feasibility), keempat, Kelayakan politis (political feasibility)
“Pesantren punya lingkungan dan struktur yang berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya, maka harusnya lihat kelayakan terlebih dahulu dan bantu seutuhnya oleh pemerintah,”ungkapnya.
Selanjutnya, Acep menyarankan agar Ridwan Kamil Beserta lembaga terkait agar meninjau ulang dan merevisi kembali mengenai Keputusan Gubernur Nomor 443/Kep.321-Hukham/2020 tentang Protokol Kesehatan untuk Pencegahan dan Pengendalian Covid 19 di Lingkungan Pondok Pesantren sebab pesantren butuh dukungan bukan batasan.
Dengan kondisi tersebut Kami dari policy Studies Movement yang bergerak dalam studi Kebijakan, mendorong agar secepatnya revisi kembali kebijakan tersebut.
“Kami bukan tidak pro terhadap pencegahan dan penanggulangan covid-19, tapi harapan kami kepgub tersebut bisa memperhatikan kondisi pesantren.” Paparnya. (*/Red)