Pesan Sejuk Miftachul Akhyar Usai Jadi Nakhoda Anyar MUI
JAKARTA – Miftachul Akhyar terpilih sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk periode 2020-2025 menggantikan Ma’ruf Amin. Miftachul menyampaikan pesan-pesan menyejukan terkait dakwah.
Adapun pemilihan ketua umum itu diselenggarakan dalam Munas X MUI. Hasil pemilihan kemudian disampaikan secara langsung di akun YouTube Official TV MUI, Jumat (27/11/2020).
“Ketua Umum KH Miftachul Akhyar,” kata Ketua Tim Formatur MUI Ma’ruf Amin.
Baca juga: KH Miftachul Akhyar Terpilih jadi Ketum MUI 2020-2025
Kemudian wakil ketua umum MUI dijabat oleh Anwar Abbas, Marsudi Syuhud, dan Basri Barmanda. Dalam sambutannya, Ma’ruf menyebut susunan kepengurusan yang baru tidak dapat diganggu gugat.
“Suasananya sangat cair, tidak alot, sehingga alhamdulillah pertemuan hasilkan keputusan Dewan Pengurus Harian dan Dewan Pertimbangan. Hasilnya tidak boleh diganggu gugat,” kata Ma’ruf Amin.
Dalam sambutannya, Miftachul mengingatkan tugas ulama adakah berdakwah, bukan mengejek. Miftachul juga dikenal sebagai sosok ulama yang kerap menyerukan persatuan.
“Tugas-tugas para ulama sebagaimana umumnya kita ketahui adalah berdakwah. Dakwah itu mengajak bukan mengejek sebagaimana yang kita ketahui,” kata Miftachul Akhyar dalam pidatonya pada penutupan Munas MUI ke-10 yang disiarkan YouTube Wakil Presiden RI, Jumat (27/11/2020).
Miftachul Akhyar mengatakan tugas ulama dalam dakwah sangat ditunggu oleh umat. Oleh sebab itu, dia berpesan pada jajaran MUI untuk melaksanakan peran tersebut.
“Merangkul, bukan memukul, menyayangi bukan menyaingi, mendidik bukan membidik, membina bukan menghina, mencari solusi bukan mencari simpati, membela bukan mencela. Tugas-tugas ini saya harapkan dalam periode perkhidmatan kita, ini akan mewarnai dalam kehidupan kita semuanya. Umat sedang menunggu apa langkah kita,” katanya.
Dalam menyampaikan dakwah, Miftachul Akhyar mengatakan ulama harus mengedepankan kasih sayang. Dia meminta agar para ulama tidak gampang melakukan vonis tanpa klarifikasi.
“Imam Safii pernah memberikan kriteria tentang ulama, seorang alim adalah semua urusannya, perilakunya, sepak terjaganya selalu berkesinambungan dengan agamanya, semua ada dasar hukumnya, semua bukan karena ikut-ikutan, semua bukan karena situasi dan kondisi tetapi semua itu ada bayyinah. Ini harapan Islam pada kita-kita, terutama para penanggungjawab keulamaan untuk memberikan pencerahan kepada umat. Mereka yang melihat umat dengan mata kasih sayang, mana kala menjadi sesuatu mari cari penyebabnya, bukan hanya kita memvonis tanpa ada klarifikasi,” jelas dia.
Miftachul Akhyar juga meminta kepada seluruh ulama untuk menyelesaikan masalah umat dengan cara yang damai. Dia meminta agar menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah baru.
“Kami mohon pada semuanya para pimpinan majelis ulama bersama-sama untuk memikirkan bagaimana menyelesaikan masalah ini dengan cantik. Dengan tertangkap ikannya tanpa membuat airnya menjadi keruh. Jangan melakukan sesuatu dengan dasar kita melakukan kebaikan, melakukan amal ma’ruf nahi mungkar tapi meninggalkan mungkar-mungkar yang lain. Justru perilaku yang demikian menjadi mungkar itu sendiri, kita mau menghilangkan mungkar tapi mendatangkan mungkar yang lain,” katanya.
Miftachul Akhyar Bicara Zaman Ketidakpastian: Berita Hoax Jadi Acuan
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Miftachul Akhyar bercerita tentang zaman yang penuh dengan ketidakpastian. Dia menyebut pada zaman itu seringkali terjadi fitnah dan berita bohong.
Menjabat sebagai Ketum MUI adalah amanah yang besar bagi Miftachul Akhyar. Terlebih saat ini, Miftachul menyebut dunia ada pada zaman ketidakpastian.
“Sebagaimana kita maklumi saya mendapat kepercayaan amanah yang besar, amanah yang berat ini bukan berarti saya ini lebih baik dari pada yang lain, justru saya ini yang lebih terbebani dari pada yang lain. Karena saat ini bukan hanya anak bangsa, tapi dunia sedang menanti kiprah dan apa yang akan kita suguhkan kepada mereka di dalam menghadapi era teknologi, disebut dengan zaman vuca, zaman ketidakjelasan ini,” kata Miftachul Akhyar dalam siaran YouTube Wakil Presiden RI, Jumat (27/11/2020).
Miftachul Akhyar kemudian menceritakan hadis Nabi Muhammad SAW tentang akhir zaman. Sebelum akhir zaman sebut Miftahcul Ahkyar, manusia mudah terpengaruh dengan situasi dan kondisi.
“Rasulullah SAW pernah mengatakan hari itu sudah diramalkan dengan ramalan suci Rasulullah SAW bahwa kiamat belum akan diselenggarakan sebagai penutup di dunia ini sehingga akan datang suatu masa di mana seseorang tidak tahu apa motivasinya dalam kehidupannya. Apa penggerak, apa penyebabnya, mereka hanya ikut dan terpengaruh dengan situasi dan kondisi. Sehingga disebutkan seorang membunuh tapi dia tidak tahu apa motivasi dia membunuh, yang terbunuh pun tidak tahu apa penyebabnya dia sampai dibunuh,” jelasnya.
Pada zaman ketidakpastian itu, Miftachul menyebut manusia saling merasa paling benar. Sehingga terjadinya gonjang-ganjing.
“Sehingga sahabat bertanya, kenapa itu bisa terjadi, apa penyebabnya. Rasulullah menjawab suatu ketidakpastian, suatu zaman yang gonjang-ganjing, zaman menipisnya antara yang hak dan batil, sehingga terjadi pergolakan yang dia tidak tahu motivasinya, hanya yang ada masing-masing menyatakan kebenaran. Lalu Rasul mengatakan keduanya masuk neraka,” jelasnya
Menurut Miftachul Akhyar, terjadinya kegaduhan itu lantaran tidak adanya pihak yang ingin mencari kebenaran. Dia juga menyinggung pemimpin yang percaya dengan berita bohong atau hoax.
“Kenapa sampai demikian? Karena saat itu tidak ada upaya untuk mencari kebenaran yang hakiki. Untuk mencari sebuah penjelasan karena yang menjelaskan sudah hampir punah, hampir tidak ada. Di masa-masa kita kehilangan. Di mana kita kehilangan seorang pemimpin bahkan pemimpinnya pun banyak yang ikutan dalam situasi-situasi semacam itu. Berita-berita hoax sudah menjadi acuan mereka,” tutur dia.
Selain itu, di zaman ketidakpastian itu fitnah sering terjadi. Bahkan fitnah sudah melekat pada diri manusia ibaratkan pakaian.
“Bahkan sahabat (Nabi) Abdullah Bin Abbas mengatakan, bagaimana kala fitnah ini sudah seperti pakaian yang kau kenakan, melekat di mana-mana. Seorang tua hidup sampai mencapai ketuanya dalam fitnah itu, anak kecil tumbuh dalam fitnah sehingga fitnah dianggap fitnah,” tutur dia.
Tanda-tanda zaman ketidakpastian itu kata Miftachul sudah mulai muncul saat ini. Sehingga ulama mengemban tugas berat dalam membimbing umat.
“Manakala ada seorang alim yang mengupayakan memberikan pencerahan tentang fitnah, ‘tinggalkan fitnah itu’, malah dia dituduh melakukan sebuah bid’ah. Saat-saat ini, tanda-tanda semacam ini sudah ada di tengah… Betapa beratnya tugas para alim ulama,” kata dia.
Miftachul mengatakan ulama adalah pewaris nabi yang bertugas untuk membimbing umat untuk menjalankan tugas secara benar. Jati diri ulama itu harus dikembalikan.
“Ulama adalah pewarisnya para Nabi, sungguh mulia luar biasa antar pewaris dan yang mewarisi. Nilai-nilai ulama yang seperti inilah yang saat ini kita angkat kembali. Bagaimana jati diri dari pada ulama. Yang mendapatkan sebuah amanah untuk menggerek bendera Islam secara benar. Dan nantinya kita-kita ini diharapkan menjadi saksi alam,” sebutnya.
Ma’ruf Amin Minta Pengurus Baru MUI Jaga Umat dari Akidah yang Menyimpang
Wakil Presiden Ma’ruf Amin resmi menutup Musyawarah Nasional (Munas) ke-10 Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ma’ruf berpesan kepada Ketua Umum MUI periode 2020-2025, Miftachul Akhyar, dan jajarannya untuk melayani dan membimbing umat dari akidah yang menyimpang.
“Atas nama pemerintah, saya ucapkan selamat kepada segenap jajaran pimpinan MUI dan seluruh peserta Munas ke-10 MUI yang telah berhasil melaksanakan acara penting ini sesuai dengan rencana dan mandatnya. Saya juga bersyukur atas keberhasilan Munas ke-10 MUI ini dalam menetapkan susunan kepengurusan MUI periode 2020-2025 secara musyawarah dan menyepakati agenda kerja utama MUI untuk 5 tahun ke depan,” kata Ma’ruf dalam siaran YouTube Wakil Presiden RI, Jumat (27/11/2020).
Ma’ruf berpesan agar MUI dapat menjalankan perannya dalam menjaga agama dari berbagai macam penodaan. Selain itu, MUI juga diharapkan melanjutkan perannya sebagai mitra pemerintah.
“Pemerintah dan masyarakat memiliki harapan besar kepada MUI untuk terus menjalankan perannya yang sangat besar, yaitu pelayan umat sekaligus sebagai mitra pemerintah dalam rangka juga melakukan upaya menjaga agama dari upaya-upaya yang mengesampingkan peran-peran agama, padahal mestinya agama adalah sumber inspirasi, juga landasan berpikir dan kaidah penuntun dalam kehidupan kita bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dan juga menjaga agama dari upaya-upaya penodaan-penodaan agama,” katanya.
Selain itu, Ma’ruf meminta MUI turut menjaga negara dari pihak yang ingin mencederai NKRI serta menjaga umat dari pemahaman yang menyimpang dari agama.
“Juga menjaga negara dari upaya-upaya yang mencederai kesepakatan nasional kita seluruh bangsa ini. Ketiga adalah menjaga umat daripada akidah-akidah menyimpang, daripada cara-cara bermuamalah yang tidak sesuai syariah, dari mengkonsumsi hal-hal yang tidak halal. Ini bagian yang dilakukan oleh mejelis ulama,” tuturnya.
Kunci keberhasilan tugas MUI itu kata Ma’ruf adalah konsisten atau istikamah. Dengan konsisten, MUI bisa menjadi kepercayaan masyarakat dan pemerintah.
“Kunci keberhasilan dalam melaksanakan peran tersebut adalah konsistensi, pengurus MUI di dalam menegakkan prinsip dan garis-garis organisasi yang telah menjadi tradisi pengurus MUI dari masa ke masa. Selama kedua prinsip itu menjadi pedoman, insyaallah kepercayaan masyarakat dan pemerintah terus terjaga,” tutur dia.
“Untuk itu, saya berharap dan mendoakan agar pimpinan dan seluruh jajaran MUI periode 2020-2025 selalu istikamah termasuk saya yang ada di dalamnya,” lanjutnya.
Sebagai lembaga yang membawahi ormas Islam, Ma’ruf berharap MUI bisa memberikan teladan. Ma’ruf berharap MUI menggerakkan umat dalam menjaga persatuan dan kesatuan.
“Oleh karena itu, MUI sebagai imam kelembagaan bagi segenap ormas Islam Indonesia saya berharap MUI mampu memberikan contoh dan teladan dalam memanivestasikan karakter dan sikap organisasi terutama dalam rangka persatuan dan kesatuan, mengayomi, melindungi dan menggerakkan dalam rangka dalam menjaga persatuan dan kesatuan umat serta keutuhan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika,” ucapnya. (*/Detik)