Dewan Provinsi Ini Nilai Cilegon Perlu Terobosan Soal Ekonomi Kreatif
CILEGON – Sebagai salah satu kota termakmur di Indonesia berdasarkan pendapatan perkapita, dimana pada tahun 2018 Kota Cilegon berada di urutan kesembilan sebagai Kota terkaya di Indonesia dengan pendapatan perkapita sekitar Rp184,62 juta.
Anggota DPRD Provinsi Banten Daerah Pemilihan (Dapil) Cilegon, Dede Rohana Putra membenarkan hal tersebut, dimana hal tersebut merupakan produk domestik regional bruto (PDRB) dibagi dengan jumlah penduduk. Disisi lain, Ia optimistis dengan masa depan Kota Cilegon, yang penuh dengan potensi baik disektor industri maupun kekayaan alamnya.
“Kita ini sudah cukup heterogen, banyak pendatang dan masyarakat lokal yang sudah bercampur, potensi masa depan bisa diraih oleh masyarakat Cilegon, tinggal SDM kita tata, pemerintah yang baik. Potensi industri dan kekayaan alam seperti pasir bisa dikelola untuk kemakmuran masyarakat,” ujar Dede Rohana dalam acara Podcast Persepsi Fakta di Janoor Coffe Cilegon, Senin (25/1/2021).
Ketua Fraksi PAN DPRD Provinsi Banten ini juga membenarkan, masih ada beberapa potret warga yang hidup dibawah garis kemiskinan. Padahal disisi lain, industri di Cilegon cukup banyak dari ujung Ciwandan hingga ke Suralaya, sehingga penghasilan produk Kota Cilegon menjadi tinggi.
“Produk domestik itu tidak linier ada ketimpangan, ada yang tinggi sekali dan ada yang sangat kecil. Saat saya diskusi dengan perkim, bahwa rumah tidak layak huni disini sudah setengah permanen, beda dengan daerah lain yang lantainnya tanah dan dinding gubuk. Dibanding daerah lain cukup beda, tapi saat akan dibangun rumahnya kadang tanahnya itu milik PT KAI atau Krakatau Steel. Cilegon sebenernya penghasilan tinggi tapi tak cukup merata,” jelasnya.
Dede juga menilai Walikota dan Wakil Walikota Cilegon terpilih Helldy-Sanuji akan sulit mengatasi persoalan-persoalan yang ada bila tak memiliki terobosan atau inovasi baru, sebab industri banyak di Cilegon tapi belum mampu menyerap tenaga kerja, karena industri padat modal beda dengan industri padat karya atau ekonomi kreatif.
“Misal padat karya itu garmen yang bisa menyerap ribuan untuk tenaga kerjanya. Saya akan beri masukan untuk mendorong Industri Padat Modal itu ok, tapi kita ingin ada industri padat karya, meski ini problem kita Upah Minimum Kota Cilegon yang tinggi. Tapi kita coba minta izin agar bisa tidak dibayar UMR Provinsi misalnya bersurat hal ini ke Presiden terkait ini,” tuturnya.
Sehingga, bila ada terobosan membangun industri padat karya, akan ada pilihan bagi masyarakat yang baru lulus dan non skill, bisa bekerja. Bila sudah kerja beberapa tahun dan punya skill, bisa pindah ke industri padat modal.
“Namun ini perlu kajian yang panjang. Kita perlu terobosan dan strategi-strategi baru bagaimana ekonomi kreatif atau industri padat karya tumbuh,” pungkasnya. (*/A.Laksono).