Perpres Miras, Muhammadiyah: Teriak Pancasila Tapi Menerapkan Liberalisme
JAKARTA – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas angkat bicara menyikapi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang bidang Usaha Penanaman Modal yang membuka pintu investasi untuk industri minuman keras (Miras) sampai eceran. Anwar mengaku kecewa dengan pemerintah.
Dia juga mengaku tidak mengerti mengapa pemerintah menetapkan industri minuman keras yang sebelumnya masuk ke dalam kategori bidang usaha tertutup, kini dimasukkan kedalam kategori usaha terbuka. Hal tersebut, kata dia, tentu terjadi karena pemerintah melihat industri ini sebagai salah satu industri yang masuk ke dalam daftar positif investasi (DPI) terhitung sejak tahun ini.
“Jadi saya melihat inilah salah satu buah dari disahkannya Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang jelas-jelas tampak lebih mengedepankan pertimbangan dan kepentingan pengusaha dari pada kepentingan rakyat,” ujar Anwar Abbas, Minggu (28/2/2021).
Menurut dia, pemerintah seharusnya sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai pelindung rakyat, tentu tidaklah akan memberi izin bagi usaha-usaha yang akan merugikan dan merusak serta akan menimbulkan kemudharatan bagi rakyatnya.
“Tapi di situlah anehnya dimana pemerintah malah membuat kebijakan yang menentang dan bertentangan dengan tugas dan fungsinya tersebut,” ungkapnya.
Anwar pun melihat dengan adanya kebijakan itu tampak sekali bahwa manusia dan bangsa ini telah dilihat dan diposisikan oleh pemerintah dan dunia usaha sebagai objek yang bisa dieksploitasi bagi kepentingan mendapatkan keuntungan atau profit yang sebesar-besarnya bagi kepentingan pemerintah dan dunia usaha.
“Bukannya pembangunan dan dunia usaha itu yang harus dilihat sebagai medium untuk menciptakan sebesar-besar kebaikan dan kemaslahatan serta kesejahteraan bagi rakyat dan masyarakat luas,” ungkap Anwar Abbas yang juga Wakil Ketua Umum MUI ini.
Oleh karena itu, dengan kehadiran kebijakan itu, dia melihat bangsa ini sekarang seperti bangsa yang telah kehilangan arah, karena tidak lagi jelas oleh kita apa yang menjadi pegangan bagi pemerintah dalam mengelola negara ini.
“Di mulutnya mereka masih bicara dan berteriak-teriak tentang Pancasila dan UUD 1945, tapi dalam praktiknya yang mereka terapkan adalah sistem ekonomi liberalisme kapitalisme yang bukan merupakan karakter dan jati diri kita sebagai bangsa,” tuturnya. (*/Sindonews)