CILEGON – Pemerintah Kota Cilegon kembali dikagetkan dengan ada lagi satu pejabatnya yang baru saja menjadi tersangka kasus dugaan korupsi.
Setelah mantan Kepala Dinas Perhubungan Uteng Dedi Apendi yang telah divonis kasus korupsi Tahun 2021 lalu, kali ini ada lagi pejabat lainnya yang terjerat kasus korupsi.
Kali ini menjerat nama Mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang sekarang menjabat Asisten Daerah III Pemkot Cilegon Ujang Iing.
Secara mendadak Ujang Iing ditetapkan tersangka kasus korupsi oleh Kejaksaan Negeri Cilegon dan langsung ditahan dibawa ke Rumah Tahanan (Rutan) Serang, pada Selasa (31/5/2022) malam.
Adapun kasus korupsi yang menjerat Ujang Iing yakni terkait proyek transfer depo sampah di Kecamatan Purwakarta, ketika dia menjabat sebagai Kepala Dinas LH pada Tahun 2019 lalu.
Selain Ujang Iing, Kejari Cilegon juga menetapkan tersangka Leo Handoko, seorang pengusaha yang menjadi pelaksana proyek transfer depo sampah tersebut.
Ujang Iing diketahui memenuhi panggilan penyidik Kejari Cilegon untuk pemeriksaan sejak pukul 16.00 WIB, bersama dengan Leo Handoko yang menyusul tak berselang waktu lama.
Usai pemeriksaan, Kejari Cilegon pada akhirnya menetapkan Ujang Iing dan Leo Handoko sebagai tersangka.
“Untuk penyelidikan lebih lanjut, kedua tersangka sudah kami titipkan di Rutan Serang,” kata Kasi Pidsus Kejari Cilegon Muhammad Ansari, melalui siaran persnya, Selasa (31/5/2022) malam.
Kasi Intel Kejari Cilegon Atik Ariyosa juga menjelaskan, anggaran proyek transfer depo sampah tersebut bersumber dari APBD Tahun 2019 dengan Rp939,2 juta.
Pengusaha Leo Handoko selaku pemilik PT Bangun Alam Cipta Indo memenangkan tender proyek tersebut dengan nilai Rp844.056.000.
Namun dari penyidikan diketahui, Leo Handoko tidak mengerjakan sendiri proyek tersebut, melainkan meminjamkan perusahaannya kepada pihak lain.
“Kemudian UI selaku PPK telah secara melawan hukum dan atau menyalahgunakan kewenangannya menyetujui pekerjaan pembangunan transfer depo Kecamatan Purwakarta tersebut kepada pihak lain,” ujar Atik menambahkan.
Atas perbuatan kedua tersangka tersebut, pengerjaan pembangunan transfer depo sampah tidak dilaksanakan sesuai gambar rencana, kontrak, dan spesifikasi teknis.
“Hasil pekerjaan tidak dapat digunakan sesuai dengan fungsi awalnya atau terjadi kegagalan bangunan,” tegas Atik.
Keduanya dianggap memenuhi unsur pidana terkait UU pasal 2 ayat 1 junto pasal 18 UU no 31 THN 1999 tentang pemberantasa tindak pidana korupsi. Kedua tersangka diancam penjara maksimal 20 tahun. (*/Rizal)