CILEGON – Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Cilegon Heni Anita Susila mengklarifikasi tentang mencuatnya pemberitaan yang menyebut ada sekolah dan guru di SMP Negeri yang melakukan praktik jualan buku pelajaran dan Lembar Kerja Siswa (LKS).
Berita Fakta Banten yang mengungkap adanya wali murid SMPN 12 Cilegon yang mengeluh karena diarahkan membeli buku pada salah satu toko fotocopy, diakui Heni sebagai bentuk kesalahpahaman saja.
Heni menegaskan bahwa sejak kepemimpinan Walikota Cilegon Helldy Agustian sudah diterapkan aturan tidak boleh lagi ada praktik jual beli LKS dan buku pelajaran oleh pihak sekolah.
Terlebih lagi dikatakan Heni, saat ini Pemkot Cilegon telah memberikan fasilitas LKS gratis, yakni Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD).
Sedangkan untuk fasilitas buku pelajaran, Heni mengaku masih dimungkinkan wali murid membeli buku untuk pegangan anaknya belajar.
Karena sekolah hanya bisa meminjamkan kepada murid saat pelajaran di kelas, dan tidak boleh dibawa pulang.
“Mungkin itu buku penunjang, yang memang tidak diwajibkan oleh sekolah, tetapi orang tua murid silahkan beli kalau anaknya mau pinter, buku pelajaran (diadakan) silahkan tetapi memang belinya jangan di sekolah, tidak boleh sekolah jual buku, boleh di koperasi, toko buku, atau tempat lain silahkan. Jadi saya yakin tidak ada lagi guru-guru ngurus jualan buku,” ujar Heni kepada wartawan, Senin (2/9/2024).
Terkait pengakuan wali murid bahwa ada arahan dari guru untuk tempat pembelian buku, Heni menyebut hal tersebut sebuah kewajaran asalkan tidak mewajibkan.
“Kalau mengarahkan ya manusiawi lah ya, biasanya wali murid yang bertanya beli bukunya dimana, diarahkan sama gurunya ke toko anu misalnya, itu mah tidak masalah ya, tapi murid tidak diwajibkan untuk membeli. Kadang-kadang orang tua nanya harganya kan, supaya orang tua juga ancang-ancang nyiapin uangnya kalau datang ke toko,” jelas Heni.
“Ibu udah penekanan, selalu ke kepala sekolah, awas ya jangan pernah mewajibkan murid untuk membeli, karena orang tua ekonominya bervariasi ada yang mampu ada yang tidak,” imbuhnya.
Perihal konsep sekolah gratis, Heni juga mengakui masih ada hal yang belum dipahami secara utuh oleh masyarakat.
Komponen gratis dalam pendidikan di sekolah masih belum bisa sepenuhnya, karena dana BOS (bantuan operasional sekolah) masih belum mencukupi.
“Masyarakat kadang masih ada salah kaprah, kebanyakan orang menganggap buku itu gratis, padahal yang gratis itu bukan buku tetapi LKS atau LKPD. Kalau buku memang beli sendiri, karena untuk pengadaan buku dari dana BOS hanya 20 persen, makanya dipinjamkan tidak bisa dibawa pulang, tetapi untuk di rumah harus beli sendiri anak-anak,” tegas Heni.
Heni berharap ke depan orang tua mau berpartisipasi dan berdialog secara terbuka dengan pihak sekolah, tentang kebutuhan pendidikan anak sehingga tidak menggantungkan seluruhnya kepada pemerintah.
“Tanggungjawab orang tua terhadap anak kalau mau pinter buku-bukunya juga harus dilengkapi kan. Kalau wali murid mau cukup buku di sekolah, dan anaknya pinter, ya silahkan saja. Tapi biasanya namanya orang tua inginnya punya buku yang dibawa pulang, tapi dia protes juga karena inginnya serba gratis. Sedangkan yang gratis baru bisa LKS atau LKPD,” tegasnya lagi.
Kepala Dinas Pendidikan sendiri mengaku sudah menugaskan jajarannya untuk mengecek ke wali murid dan pihak SMPN 12 Cilegon.
Heni juga akan mengevaluasi jika menemukan adanya pelanggaran di sekolah tersebut. (*/Red)