Asosiasi PTS Ngaku Tak Dilibatkan Soal Penutupan 23 Kampus oleh Kemendikbud

JAKARTA – Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia atau Aptisi mempertanyakan mekanisme pencabutan izin operasional 23 perguruan tinggi swasta (PTS) oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi.

Ketua Umum Aptisi M. Budi Djatmiko mengaku lembaganya tidak dilibatkan dalam penutupan PTS.

“Tidak (dilibatkan), kalau dulu kami suka diajak bicara,” kata Budi Djatmiko, Selasa malam (6/6/2023).

Dikatakan Budi, pada era menteri pendidikam sebelumnya, Aptisi lebih dulu diajak bicara soal rencana penutupan PTS yang dianggap bermasalah.

Budi mengatakan saat itu ada diskusi terkait pemetaan masalah sambil mendatangi PTS. “Salahnya di mana, fitnah atau tidak,” ujar dia.

Budi mengaku setuju pemerintah mencabut izin operasional PTS jika melakukan pelanggaran berat.

“Kalau masif dari yayasan, rektor, dosen, sudah bejat semua ya tutup enggak ada masalah,” tegasnya.

Namun jika pelanggarannya dilakukan oleh beberapa individu, kata dia, yang mesti ditindak atau ditangkap adalah orangnya bukan menutup kampus.

Budi mengatakan pemerintah punya andil dalam pengawasan dan pembinaan sebelum mencabut izin operasional PTS.

Selain itu dalam kasus penutupan PTS sekarang, pihak pengelola atau yayasan, kata dia, tidak ada yang membahasnya dengan Aptisi.

Menurut Budi, setiap PTS ketika didirikan otomatis menjadi anggota Aptisi. Asosiasi akan membela jika PTS mengaku tidak salah. “Kalau mereka diam saya tidak tahu sejauh mana kebenarannya,” ujar dia.

Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah 4 Jawa Barat dan Banten, Samsuri, mengungkapkan, ada 6 perguruan tinggi di bawah naungannya yang dicabut izin operasionalnya oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Enam perguruan tinggi tersebut semuanya berstatus swasta (PTS), yang lokasinya di wilayah Jawa Barat dan Banten.

Penutupan PTS ini disebut karena melanggar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 7 Tahun 2020.

“Lokasi PTS-nya tersebar di Tangerang, Bekasi, Bandung, dan Tasikmalaya,” kata Samsuri, Jumat (2/6/2023).

Meski begitu, saat ditanya jumlah mahasiswa yang terdampak dan nama PTS yang ditutup, Samsuri tidak bersedia membuka hal tersebut.

“Kami tidak bisa sebut, nanti membuat ramai,” ujar Samsuri.

Selain pelanggaran jual beli ijazah, penyelewengan dana KIP-Kuliah, ada juga beberapa pelanggaran lain seperti PTS yang tidak terakreditasi tapi mengeluarkan gelar akademik dan tidak melakukan proses pembelajaran sesuai standar nasional pendidikan.

Dijelaskan Samsuri, badan penyelenggara atau yayasan dari perguruan tinggi swasta yang ditutup ini berkewajiban memindahkan mahasiswanya ke kampus lain.

Pemindahan itu bisa ke beberapa PTS sesuai program studi yang relevan dengan mahasiswanya.

Data mahasiswa akan diverifikasi dan divalidasi oleh lembaga layanan pendidikan tinggi dan tim evaluasi kinerja dari kementerian.

Samsuri mengakui bahwa pemindahan mahasiswa ke PTS lain hingga kini masih berlangsung. Ada PTS yang ditutup telah mengirimkan data mahasiswanya hingga 80 persen. Namun, ada juga PTS yang belum mengirimkan sama sekali.

“Kami tidak bisa memaksa karena bisa dianggap punya kepentingan,” jelasnya.

Sebelumnya diberitakan, Kemendikbud Ristek mengaku sudah menutup dan mencabut izin operasional sebanyak 23 perguruan tinggi swasta.

Pencabutan izin operasional ini karena melakukan pelanggaran dengan kategori berat. Mulai dari jual beli ijazah kepada mereka yang tidak berhak/tanpa proses belajar mengajar, manipulasi data mahasiswa, pembelajaran fiktif, penyalahgunaan KIP Kuliah.

“Iya karena pelanggaran berat, makanya kita cabut izin operasionalnya (tutup),” ucap Plt. Dirjen Diktiristek Kemendikbud Ristek, Prof. Nizam, Selasa (30/5/2023).

Dia mengaku, selain 23 kampus yang ditutup masih ada lagi 29 perguruan tinggi yang sedang dilakukan peninjauan.

Kasus ini terungkap hasil dari 52 aduan masyarakat terkait kampus yang bermasalah.

“Iya sisanya 29 masih kita tinjau kampus tersebut,” jelas Prof. Nizam.

Dia menegaskan, kesalahan kampus yang dilakukan penutupan karena sudah tidak bisa diperbaiki.

Sedangkan bagi kampus yang masih bisa diperbaiki, akan ada pembinaan terlebih dahulu dari Kemendikbud Ristek. (*/Rijal)

 

Kampus SwastaKemendikbudristekPerguruan tinggi swasta
Comments (0)
Add Comment