Cuaca Ekstrem Juli, Berlayar di Perairan Banten Harus Waspada

JAKARTA – Kementerian Perhubungan menghimbau masyarakat dan pihak operasional kapal-kapal yang berlayar di perairan Indonesia, agar meningkatkan kewaspadaan dan tidak memaksakan diri melaut, jika terjadi cuaca buruk dan gelombang tinggi yang bisa membahayakan aktivitas pelayaran.

Direktorat Jenderal Perhubungan Laut mengeluarkan Maklumat Pelayaran atas dasar hasil pemantauan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), sebagai bentuk peningkatan kewaspadaan dan pengawasan terhadap pemenuhan aspek keselamatan pelayaran mengingat cuaca ekstrem yang masih terjadi di sebagian perairan Indonesia.

Dalam Maklumat Pelayaran Nomor TX-02/VII/DN-18 tanggal 20 Juli 2018 disebutkan, berdasarkan hasil pemantauan BMKG, diperkirakan cuaca ekstrem terjadi pada tanggal 18 sampai 24 Juli 2018.

“Untuk mengantisipasi terjadinya musibah yang mungkin terjadi, karena cuaca ekstrem tersebut, maka peningkatan pengawasan keselamatan pelayaran harus dilakukan secara optimal dan tanpa kompromi,” ujar Agus dalam keterangan yang diterima VIVA di Jakarta, Jumat 20 Juli 2018

Untuk itu, Agus meminta syahbandar harus melakukan pemantauan ulang setiap hari terhadap kondisi cuaca di masing-masing lingkungan kerjanya dan menyebarluaskan informasi cuaca terkini kepada nakhoda kapal dan pengguna jasa.

“Bila kondisi cuaca membahayakan keselamatan pelayaran, maka pemberian SPB (Surat Persetujuan Berlayar) harus ditunda hingga cuaca memungkinkan untuk memberangkatkan kapal,” kata dia.

Tak hanya pelayaran penumpang, kegiatan bongkar muat barang agar diawasi secara berkala untuk memastikan kelancaran dan ketertibannya. Muatan yang kapal juga serta tidak overdraft agar stabilitas kapal tetap baik.

Sementara itu, Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Junaidi mengatakan bahwa, peningkatan kewaspadaan juga harus dilakukan oleh seluruh operator dan nakhoda kapal.

“Nakhoda maupun pemilik kapal harus memantau cuaca sekurang-kurangnya enam jam sebelum berlayar dan melaporkan ke syahbandar saat mengajukan SPB, serta melaporkan kondisi cuaca terkini kepada SROP (Stasiun Radio Pantai) terdekat setiap enam jam sekali saat berlayar,” ujar Junaidi.

Junaidi melanjutkan bahwa selama pelayaran, nakhoda juga harus membawa kapal berlindung di lokasi aman saat tiba-tiba terjadi cuaca buruk di tengah pelayaran dengan ketentuan kapal harus dalam kondisi siaga untuk siap digerakkan.

“Kami juga menginstruksikan kepada seluruh jajaran (PPLP) Pangkalan Penjagaan dan distrik navigasi agar kapal negara baik kapal patroli atau kapal navigasi tetap siap siaga dan segera memberikan pertolongan terhadap kapal yang berada dalam keadaan bahaya atau kecelakaaan,” katanya.

Selanjutnya, kepala SROP dan nakhoda kapal negara juga ikut memantau dan menyebarluaskan kondisi cuaca dan berita mara bahaya. Bila terjadi kecelakaan kapal, maka Kepala SROP dan nakhoda kapal negara harus berkoordinasi dengan pangkalan PLP.

“Kami tidak pernah bosan untuk terus mengingatkan masyarakat, agar menyadari pentingnya menerapkan budaya pelayaran yang selamat karena sejatinya keselamatan pelayaran adalah tanggung jawab bersama,” ujarnya. (*/Viva.co.id)

Cuaca Buruk
Comments (0)
Add Comment