Neraca Dagang Defisit, Impor Baja dan Kimia Masih Tinggi

JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada Januari-Oktober 2019 mencatatkan defisit sebesar USD 1,79 miliar. Selain karena impor migas, impor baja yang cukup besar juga jadi penyebab membengkaknya neraca dagang.

“Kalau kita lihat lebih dalam lagi jenis barang bahan baku yang masih besar angka impornya antara lain besi baja USD8,6 miliar, industri kimia organik atau petrokimia USD4,9 miliar dan industri kimia dasar,” kata Presiden Joko Widodo dalam ratas, Rabu (11/12).

Oleh sebab itu, Jokowi meminta ada pengembangan investasi industri substitusi besi, baja hingga petrokimia di dalam negeri. Tujuannya agar impor dapat ditekan.

“Tolong ini jadi catatan Kepala BKPM dan Kementerian Maritim dan Investasi. Harus ada langkah quick win yang betul-betul konkret untuk mendorong industri pengolahan seperti industri besi-baja, industri petrokimia, dan juga tidak kalah penting percepatan mandatori B30 dalam rangka menurunkan impor BBM kita,” kata Jokowi.

Eks Gubernur DKI Jakarta itu mengatakan, pengembangan industri dalam negeri mampu mengurangi ketergantungan impor RI. Selain itu pembangunan industri juga mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat.

Di sisi lain, dalam rangka peningkatan ekspor produk Indonesia ke luar negeri, Jokowi bakal memangkas sejumlah regulasi yang dinilai menjadi penghambat. Jokowi juga meminta Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto untuk mempercepat negosiasi perjanjian dagang komprehensif (CEPA) antara Indonesia dengan negara lain.

“Pak Mendag, Bu Menlu betul-betul kalau perlu tiap hari kejar terus negara potensial yang menjadi ekspor produk kita yang kita belum miliki perjanjian kemitraan. Kemudian perjanjian perdagangan dengan Australia kita sudah, Uni eropa, dan negara-negara Asian juga anggota AIFED dan negara Afrika semua harus dipercepat,” ujar Jokowi. (*/Kumparan)

BajaJokowi
Comments (0)
Add Comment