Menakar Kinerja Walikota Cilegon

Penulis: Edi Djunaedi, Ketua PMII Kota Cilegon

CILEGON – Dalam pemerintahan yang demokratis akan terus berupaya semaksimal mungkin menerima setiap saran dan kritik dari masyarakat. Saya ingin mengawali tulisan ini dengan pernyataan tersebut. Menjelang berakhirnya masa jabatan Walikota Cilegon pada 17 Februari 2021 penting bagi kita semua mengambil sebuah pelajaran berharga atas kepemimpinan walikota Cilegon, Edi Ariadi.

Mengingat hampir 2 tahun Edi Ariadi menjadi pucuk pimpinan di Pemerintahan Kota Cilegon. Kenapa Wakilnya tidak dalam bahasan ini, karena secara periode memang berbeda.

Seorang bijak pernah berkata “Jika pemimpin tidak bisa memberikan apapun kepada rakyatnya, minimal sebagai rakyat bisa mengambil pelajaran atas kepemimpinannya”.

Kepemimpinan adalah sebuah cara mempengaruhi bawahan untuk mencapai tujuan dan tujuan yang dimaksud disini adalah terealisasinya program kerja pemerintah atau biasa disebut RPJMD. Mari kita telisik apa saja program yang belum selesai selama kepemimpinan Edi Ariadi.

Dalam sebuah catatan yang diterbitkan pada tahun 2019 oleh Bappeda Kota Cilegon bahwa banyak sekali Program prioritas yang belum selesai bahkan off track atau tidak berjalan.

Seperti diketahui program prioritas daerah tercatat tidak sesuai target RKPD pada RPJMD 2016-2021. Yaitu, pembangunan Jalan Lingkar Utara (JLU), Pelabuhan Warnasari, Sport Center, peningkatan dan pengembangan jalan, pembangunan tandon, pengembangan badan latihan kerja, pembangunan kantong parkir Jalan Lingkar Selatan (sekarang bernama Jalan Aat Rusli), pembangunan Kawasan Pertanian Terpadu (KPT), serta Pembangunan RSUD Tipe D.

Sarana Angkutan Umum Massal (SAUM) meskipun telah terealisasi awal 2019, namun seharusnya telah berjalan sejak 2018. Itu pun tidak berjalan maksimal, karena hingga saat ini SAUM terkesan masih dalam masa percobaan.

Lalu kenapa belum selesai? Dalam beberapa pernyataan Walikota Cilegon di media massa ia menyebutkan RPJMD yang tak terselesaikan itu akibat terdampak Covid-19. Sehingga pembangunannya tidak bisa dilaksanakan maksimal.

“Itu kan akibat Covid-19. Sudah lah tidak usah dibahas lagi, apa sih,” (Edi Ariadi dalam MN News, 10/2/2021). Artinya, kita bisa menyimpulkan bahwa Wali Kota sangat serius dalam menangani Covid-19 di Kota Cilegon sehingga akibatnya kurang maksimal dalam merealisasikan program prioritas yang tertuang dalam RPJMD.

Pertanyaan kedua, seberapa serius Walikota menangani COVID-19? Kita ketahui bersama bahwa ketua dari Gugus Tugas Penanganan COVID-19 merupakan Walikota, tapi kok banyak masalah ya, katanya serius. Nah apa saja contohnya, pada awal merebaknya COVID-19 di Cilegon semua gugup hingga bantuan sosial yang penuh kontroversi dan menjadi perbincangan di kalangan masyarakat.

Dari data penerima bantuan yang tidak sesuai data awal hingga penyedia bantuan yang menjadi ramai dibicarakan. Masih ingat engga? Waktu Walikota menyebut penyedia beras untuk bansos adalah salah satu instansi negara yang akhirnya pernyataan itu ditarik. Selain itu, juga ada banyak bantuan paket sembako yang tak layak konsumsi dibagikan ke penerima bantuan.

Nah yang terakhir adalah pembukaan sebuah mall di Kota Cilegon yaitu Transmart yang kemudian akhirnya ditutup kembali oleh Walikota karena dinilai telah membuat kerumunan. Kan kasian ya itu pemilik Transmart sudah buka suruh tutup lagi.

Sebetulnya Saya tidak ingin mengatakan bahwa Pemerintah tidak serius dalam menangani COVID-19 tapi penilaian itu saya kembalikan kepada pembaca.

Apapun alasan atas banyaknya RPJMD yang belum selesai, sebagai seorang pimpinan tentu harus bertanggung jawab. Setidaknya mengakui kekurangan adalah bagian dari tanggung jawab itu, bukan mencari kambing hitam.

Tetapi apapun itu, saya pribadi mengucapkan terimakasih sebesar-sebesarnya atas dedikasi dan pelajaran berharga dari Walikota Cilegon, Edi Ariadi. (***)

KinerjaKota CilegonWalikota Cilegon
Comments (0)
Add Comment