7 Tahun Rugi, Saham Krakatau Steel Terancam Dikeluarkan dari Bursa Efek?

JAKARTA – Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan tidak akan serta merta langsung menghapuskan pencatatan saham emiten produsen baja pelat merah PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, kendati perusahaan tersebut sudah merugi 7 tahun beruntun sejak 2012.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, mengatakan otoritas bursa akan lebih dahulu melihat progres perusahaan yang dipimpin Silmy Karim itu dalam berbenah, khususnya dari sisi fundamental.

Sebelum delisting atau mengeluarkan perusahaan tercatat dari BEI, kata dia, tentu ada proses terlebih dulu, mulai dari hearing atau dengar pendapat dengan BEI, dan dilakukan penghentian sementara atau suspensi perdagangan saham perusahaan berkode KRAS ini.

“Ya enggak serta merta di-delisting, kalau delisting kan tindakan luar biasa, nanti ada periodenya dulu,” kata Nyoman, kepada wartawan di Bursa Efek Indonesia, Kamis (11/4/2019).

Sebagai informasi, dalam ketentuan disebutkan, salah satu pertimbangan delisting ialah perusahaan terkait mengalami saldo laba negatif dalam 3 tahun beruntun.

“Kalau dari atasnya revenue-nya ada, kami lebih trust [percaya]. Karena paling kami lihat apakah ini efisien ke depan. Ketimbang tidak ada pendapatan sama sekali, berarti core bisnisnya [bisnis inti] enggak berjalan,” kata Nyoman menambahkan.

Emiten produsen baja perusahaan pelat merah itu memang masih mencatatkan rapor merah dari sisi kinerja keuangan. Selama 7 tahun beruntun, Krakatau Steel mencatatkan kerugian.

Pijat Refleksi

Dalam laporan keuangan perusahan di tahun 2018, rugi bersih Krakatau Steel tercatat senilai US$ 74,82 juta atau Rp 1,05 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$) menurun dibandingkan 2017 senilai US$ 81,74 juta.

Benar, Krakatau Steel mencatatkan kenaikan pendapatan 20% menjadi US$ 1,73 miliar, dibandingkan 2017 sebesar US$ 1,44 miliar. Namun, yang menjadi tantangan terbesar dari emiten ini adalah utang sepanjang 2018 yang tercatat US$ 2,49 miliar. Jumlah ini membengkak 10,45% dibandingkan 2017 sebesar US$ 2,26 miliar.

Utang jangka pendek yang dimiliki Krakatau Steel lebih besar dibandingkan utang jangka panjang. Utang jangka pendeknya senilai US$ 1,59 miliar, naik 17,38% dibandingkan 2017 senilai US$ 1,36 miliar. Sementara utang jangka panjang pabrik baja pelat merah ini sebesar US$ 899,43 juta.

Adapun, beban pokok pendapatan membengkak menjadi US$ 1,58 miliar pada 2018, dari US$ 1,23 miliar pada 2017. Sepanjang 2018, Krakatau Steel mencatatkan total aset US$ 4,29 miliar, dengan total aset tidak lancar US$ 3,31 miliar dan total aset lancar US$ 989,72 juta.

Selain itu, nilai kas dan setara kas turun menjadi senilai US$ 173,28 juta dari tahun sebelumnya US$ 280,87 juta.

Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan, pertumbuhan pendapatan karena adanya kenaikan harga juga produk baja, dan perbaikan pasar.

Rata-rata harga jual produk baja gulung panas (Hot Rolled Coil/HRC) meningkat 10,03% menjadi US$ 657 per ton, dan baja canai dingin (Cold Rolled Coil/CRC) naik 6,72% menjadi US$ 717 per ton, dan Wire Rod meningkat 15,03% menjadi US$ 635 per ton. (*/CNBC)

[socialpoll id=”2521136″]

KPU Cilegon Terimakasih
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien