Berusia Ratusan Tahun, Rumah Peninggalan Syech Yusuf dan KH Abdul Mutholib di Kubang Welut Ini Masih Kokoh
CILEGON – Siapa sangka rumah tua yang berdiri kokoh yang berlokasi di lingkungan Kubang Welut RW 04, Kelurahan Samangraya, Kecamatan Citangkil adalah salah satu rumah tua peninggalan dari KH Muhammad Yusuf atau Syech Yusuf dan adiknya KH Abdul Mutholib.
Kedua gedung yang hingga kini masih terawat rapih oleh pihak keluarga itu menjadi saksi bisu dalam memberikan ilmu agama bagi warga sekitar dan warga dari luar daerah.
Berdasarkan informasi dari keturunan Syech Yusuf dan KH Abdul Mutholib , Tommy Imron AR, kedua gedung itu dulunya sebagai tempat penampungan bagi warga yang ingin menjalankan rukun islam yang kelima yakni berhaji.
Sebelum mereka diberangkatkan ke Baitullah, mereka ditempa dan diajarkan oleh kedua kakak beradik itu di rumah itu. Posisi rumah besar itu berhadap – hadapan satu rumah tempat tinggal Syech Yusuf dan dan satu lagi tempat tinggal KH Abdul Mutholib.
“Rumah peninggalan itu ada dua satu untuk tempat tinggal KH Muhamad Yusuf untuk mengajarkan ngaji dan satu lagi tempat tinggal dari KH Abdul Mutholib sekaligus tempat penampungan bagi warga yang ingin berangkat haji. Kedua gedung itu masih kokoh hingga kini,” ujar Tommy Imron AR keturunan ke III generasi ke IV dari garis keturunan KH Abdul Mutholib, Sabtu, (20/11/2021).
Tomi menuturkan, dari cerita turun temurun hingga sampai ke Ibunya, kedua kakak beradik (Syeh Yusuf dan KH Abdul Mutholib – red) selalu berkiprah bagi masyarakat khususnya di bidang agama yang mana beliau selalu bahu membahu bekerjasama dalam hal kebaikan.
“Menurut cerita yanga saya dengar mereka kompak dan selalu berjalan beriringan demi kemaslahatan umat,” katanya.
Kedua rumah itu dulunya, sambung Imron selalu didatangi oleh para tamu dari berbagai daerah yang ingin memperdalam ilmu agama dan sebagai rumah tempat penampungan haji.
“Di rumah ini( sambil menunjuk ke lantai dua) dulu sebagai tempat penampungan haji atau kalau sekarang mah asrama haji bagi masyarakat yang akan berhaji. Mereka di tempatkan di panggung yang berada di lantai dua. Disini mereka sebelum di berangkatkan ke Baitullah di ajarkan tata cara berhaji oleh keduanya,” katanya.
“Rumah ini di bangun keduanya diperkirakan sebelum dibangunnya masjid Nurul Hidayah yakni pada tahun 1880. Arsitektur rumah itu mengikuti jaman itu tinggi seperti rumah belanda, kayu untuk daun pintu semuanya kayu jati saat ini semuanya masih berdiri kokoh,” imbuhnya. (*/Red)