DLH Cilegon Akan Batasi Kuota Buangan Sampah Kelurahan ke TPA Bagendung
CILEGON – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Cilegon tengah menyusun aturan baru yang akan membatasi jumlah sampah dari setiap kelurahan yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bagendung.
Kebijakan ini digagas menyusul semakin minimnya lahan kosong yang tersedia untuk menampung sampah di kawasan tersebut.
Kepala DLH Kota Cilegon, M. Sabri, mengungkapkan bahwa nantinya akan ada pembagian jatah volume sampah dari setiap kecamatan yang boleh dibuang ke TPA Bagendung.
“Nanti dengan SK Walikota mereka memberi jatah buang ke TPA itu hanya 70 persen dan 30 persennya wajib diolah sendiri,” ujarnya, Rabu (6/8/2025).
Ia menjelaskan, pembagian kuota tersebut juga akan mempertimbangkan karakter wilayah.
“Dibagi lagi nanti wilayahnya, yaitu yang rural dan urban (pedesaan dan perkotaan-red). Urban itu untuk porsinya akan lebih besar untuk buang ke TPA, sedangkan rural lebih sedikit,” tuturnya.
Menurut Sabri, setiap kelurahan akan memiliki porsi berbeda sesuai kondisi masing-masing.
“Setiap kelurahan nanti akan berbeda porsinya, ada yang 30/70 ada yang 40/60,” katanya.
Kebijakan ini juga dibarengi dengan penguatan kelembagaan pengelolaan sampah di tingkat kelurahan melalui pembentukan Lembaga Pengelola Sampah (LPS).
“Jadi nanti kelurahan itu punya yang namanya LPS. LPS ini nanti akan dibentuk dan diangkat oleh kelurahan,” jelasnya.
LPS akan memiliki peran strategis dalam mengelola sampah sekaligus melakukan edukasi kepada warga.
“Mereka nanti kelola sampah dan edukasi juga, karena mereka nanti yang harus menyelesaikan yang 30 persen itu,” tambah Sabri.
Selain mengelola sampah di wilayahnya, LPS juga akan mengatur pengiriman sampah ke TPA.
“Nanti dia yang mengelola, dia yang mengirim ke TPA, operasionalnya dari anggaran kesepakatan dari RT, RW sebulannya berapa, dikelolalah anggaran ini oleh LPS,” ujarnya.
Lebih lanjut, Sabri menyebutkan bahwa sampah yang direduksi di tingkat kelurahan bisa dimanfaatkan menjadi berbagai produk bernilai ekonomis.
“Ini nanti yang direduksi bisa jadi magot, pupuk, ini bisa jadi sumber pendapatan lagi ke LPS, ini nantinya hidup,” katanya.
Ia menegaskan bahwa kebijakan ini hanya berlaku untuk sampah rumah tangga dan bukan jenis sampah B3 atau dari retail seperti warung dan pertokoan.
“Ini hanya untuk sampah rumah tangga, nanti yang untuk industri itu berjalan seperti biasanya,” pungkasnya.(*/ARAS)

