CILEGON – Meski sekarang Kota Cilegon dijuluki sebagai Kota Industri karena sudah berjubel ratusan pabrik-pabrik raksasa. Tapi jangan lupakan sejarah pertanian di Kota Cilegon, karena sebelum masuk dan berkembang pesatnya industri, salah satu profesi dan mata pencaharian utama warga Cilegon dulu adalah dari pertanian.
Bahkan perjuangan mengusir penjajah dulu dalam tragedi Geger Cilegon 1888, dilakukan oleh kaum petani Cilegon dan sekitarnya yang dikomandoi oleh para Kyai.
Pada masa lalu, Cilegon adalah salah satu daerah di Indonesia yang swasembada padi, bahkan produk pertanian berupa Kacang Tanah dari Cilegon juga pada tahun 90 an, pernah menjadi penyuplai bahan baku perusahaan kacang ternama, yakni Kacang Garuda.
“Dulu mah kacang dari Curug, Ciwedus, Ciwandan, ya wilayah Cilegon lah pernah diminta Kacang Garuda untuk rutin ngirim hasil panen. Ada pengepulnya, di wilayah Kalitimbang situ, jadi dulumah pengepul itu yang keliling ke ladang-ladang beli ke petani, kadang belum panen juga sudah dibeli,” ungkap Tokoh Masyarakat Curug, Edi Sutarman, kepada faktabanten.co.id, Sabtu (3/2/2018) sore.
Tokoh masyarakat dan pelaku sejarah yang masih eksis bertani di usianya yang sudah 60 tahun ini juga menjelaskan, setelah tidak lagi diminta menyuplai Kacang Tanah oleh Kacang Garuda, petani di wilayahnya menjadi tidak menentu waktu menanam dan memasarkan Kacang Tanahnya.
“Berhentinya karena apa saya nggak tahu persis, tapi sejak berhenti begitu petani juga nandurnya kurang semangat seperti dulu. Untuk penjualan juga jadi pada masing-masing,” jelasnya.
Sementara Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Kecamatan Cilegon, Rudi Iskandar mengatakan, semakin berkembangnya pembangunan infrastruktur dan industri di Kota Cilegon menjadi penyebab berkurangnya lahan pertanian.
“Saya juga tidak tahu persis karena apa Kacang Garuda menghentikan ambil produk kacang dari sini lagi, tapi menurut analisa saya mereka itukan pabrik pihak produsen yang perlu kepastian pasokan bahan baku. Sementara mungkin kita para petani semakin berkurang produknya karena satu lahan sudah banyak tergusur oleh JLS, pabrik-pabrik, dan jumlah petani juga yang berkurang karena anak-anaknya gengsi pada pengen kerja di pabrik,” paparnya.
Rudi juga menyayangkan pihak Industri yang memiliki peran besar terhadap masyarakat sekitar (Cilegon), melalui program Corporation Social Responsibility (CSR) untuk memberdayakan pertanian, dianggapnya masih kurang berperan.
“Selama ini CSR untuk hal lain seperti bangun sekolah, dan sebagainya. Untuk pertanian, selama ini mereka selalu beralasan belum ada pengajuan lah. Padahal kurangnya pertanian inikan disebabkan oleh mereka, baik lahan maupun regenerasi profesi petani,” ungkapnya.
Selain itu, Rudi juga mengutarakan kendala pemasaran Kacang Tanah pasca berhentinya memasok ke Kacang Garuda. Ia juga menyayangkan peran dari Pemkot Cilegon yang masih kurang maksimal dalam membantu pemasaran produk pertanian.
“Sebaiknya Pemkot membantu petani untuk pemasaran Kacang Tanah, Singkong, dan sebagainya. Tapi alhamdulillah warga juga kreative, ada beberapa olahan produk kacang masih ada di Cilegon seperti di Sondol dan di Cibeber dengan olahan kacang kering yang digoreng dengan pasir, ada juga yang sudah diolah jadi bahan untuk pecel gado-gado dan ketoprak,” tandasnya. (*/Ilung)