Gabungan Elemen Masyarakat Bersikeras Tolak Pendirian Gereja di Cilegon
CILEGON – Para Kiyai dan ustad bersama-sama unsur masyarakat melakukan penandatangan di atas kain putih sepanjang 10 meter sebagai bentuk penolakan atas rencana pembanguan Gereja di Kota Cilegon yang digelar di area Gedung DPRD Cilegon, Rabu (7/9/2022).
Tampak terlihat, Ketua DPRD, Wakil Ketua I DPRD, Wakil Ketua II DPRD Cilegon dan unsur masyarakat dari para Kyai, ustad dan perwakilan masyarakat Kota Cilegon termasuk aparat Kepolisian Resort Cilegon yang turut mengawal jalannya aspirasi masyarakat tersebut.
Evi Shovawi Haiz selaku Ketua LBH Pengacara Rakyat, bersama Komite Penyelamat Kearifan Lokal sebelum melakukan penandatanganan mengatakan, langkah tersebut sebagai bentuk komitmen terkait penolakan atas rencana pembangunan Gereja, dimana hal itu dianggap mencederai perjanjian dengan para ulama Banten sebelumnya.
“Penandatangan di atas kain kafan ini sebagai komitmen serius terkait penolakan atas rencana pembanguan Gereja di Cilegon,” tuturnya.
Lebih lanjut, Evi juga menuturkan, terdapat silsilah sejarah, atas komitmen tidak berdirinya Gereja di Kota Cilegon, seperti Sejarah Peristiwa Geger Cilegon pada abad ke 19, dimana para ulama rela kehilangan harta benda dan pondok pesantren, sekaligus kerelaan memindahkan makam- makam para pejuang, kiyai dan ulama-ulama para
leluhur masyarakat Kota Cilegon.
Karena itu, dalam pers rilisnya, Evi menyatakan bahwa, diketahui dari laporan masyarakat Panitia Pembangunan Rumah Ibadah HKBP Maranatha Cilegon diduga telah memberikan persyaratan-persyaratan pendirian gereja yang tidak sah dan melawan hukum yaitu dengan melakukan tindakan-tindakan pemalsuan dukungan berupa tanda tangan masyarakat link. Cikuasa, Kelurahan Gerem, Kecamatan Grogol kota Cilegon.
Selain itu, Panitia Pembangunan Rumah Ibadah HKBP Maranatha Cilegon diduga memberikan keterangan palsu kepada pemerintah Pusat yaitu Kementerian
Agama Republik Indonesia dengan bukti pidato Menteri agama H. Yaqut Cholil Qumas yang menyatakan Kota Cilegon adalah daerah yang intoleran dan melarang warga Kristiani mendirikan gereja dan menyatakan akan turun langsung meminta agar Walikota Cilegon memberikan izin pendirian pembagunan gereja terhadap HKBP
Maranatha Cilegon.
Sehingga hal tersebut menimbulkan kegaduhan bahkan keresahan pada masyarakat Kota Cilegon yang berpotensi menimbulkan gangguan keamanan dan kondusifitas kota Cilegon baik secara lokal, nasional maupun dunia internasional yang mengecap Kota Cilegon sebagai daerah intoleran terhadap pemeluk agama lain selain Islam.
Hingga berita ini diturunkan, perwakilan unsur masyarakat dari para ulama dan kiyai menemui Walikota Cilegon untuk menyampaikan aspirasinya dan belum diketahui hasil daripada pertemuan tersebut. (*/Wan)