Ganas Annar MUI Banten Sebut Napi, Bandar dan Pengguna Narkoba Harus Dipisah

 

CILEGON – Dari pengamatan yang sudah dilakukan, sebanyak 70 persen Warga Binaan Pemasyarakatan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) se-Provinsi Banten merupakan para tersangka tindak pidana penyalahgunaan narkoba (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Berbahaya Lainnya).

Di Lapas Kelas IIA Cilegon yang berlokasi di Jl. Cikerai, Kelurahan Kalitimbang, Kecamatan Cibeber, Kota Cilegon, sejumlah besar Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang sedang “nyantri” atau “menjadi santri” disana merupakan pengguna, pengedar dan bandar Narkoba.

Menanggapi para pengguna dan bandar Narkoba yang ditahan bersama di Lapas dan Rutan se-Provinsi Banten, Ketua Ganas Annar MUI (Gerakan Nasional Anti Narkoba Majelis Ulama Indonesia) Banten angkat bicara terkait hal itu.

Mas Muis Muslih selaku Ketua Ganas Annar MUI Provinsi Banten mengatakan seharusnya para pengguna narkoba ditahan di lapas dan rutan yang ada, tidak dicampur bersama dengan para bandar narkoba atau pengedar yang mendapatkan hukuman tinggi atau dinilai membahayakan.

Menurutnya, jika para tahanan tindak pidana penyalahgunaan narkoba itu dicampur, dari pengguna dengan pengedar dan bandar, hal itu dapat menjadikan tindak penyalahgunaan narkoba semakin tiada habisnya, dan akan terus berkelanjutan.

“Coba wartawan lihat di semua lapas dan rutan yang ada, banyak disana para pengguna dicampur bersamaan dengan pengedar dan bandar narkoba. Hal itu dapat memicu terjalinnya hubungan antar tahanan tindak pidana penyalahgunaan narkoba. Jadi nanti yang pengguna naik kelas jadi pengedar, yang pengedar naik kelas jadi bandar, karena ketemunya pengedar dengan bandar,” ucapnya saat diwawancarai pada Kamis (4/7/2022) di Hotel Royale Cilegon.

Pijat Refleksi

Disatu sisi, Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Provinsi Banten juga sudah mengeluarkan instruksi terkait hal tersebut.

Instruksi tersebut menyatakan bahwa para narapidana narkoba, antara bandarnya atau pengedarnya harus dipisahkan dari para pengguna. Hal tersebut semata-mata dilakukan untuk mencegah peredaran dan penyalahgunaan narkoba di dalam lapas dan mengurangi pengaruh negatif dari bandar ke pengguna, sehingga tidak membuat para pengguna ini naik kelas menjadi bandar narkoba.

Muis Muslih menanggapi instruksi tersebut harus ditegaskan kembali dan diterapkan diseluruh Lapas dan Rutan yang ada di Provinsi Banten.

“Harus dipisah, jangan disatukan antara yang cupu (pengguna) dengan yang sudah elit (bandar narkoba) nanti mereka naik kelas ini yang masih cupu,” kata Muis.

Berdasarkan informasi yang telah didapat, memang ada beberapa Lapas yang masih mencampuradukan antara pengguna narkoba dan bandar narkoba.

Namun ada beberapa Lapas yang memang sudah menerapkan hal itu, seperti contoh Lapas Kelas IIA Cilegon. Lapas yang berlokasi di Kota Cilegon itu sudah memisahkan antara pengguna narkoba dan bandar narkoba itu sendiri.

Pada tanggal 31 Januari 2022, Lapas Kelas IIA Cilegon sudah melaksanakan arahan dari pimpinan terkait pemisahan bandar Narkoba. Sebanyak 58 narapida kategori High Risk atau resiko tingkat tinggi dipindahkan ke Lapas I Batu Nusakambangan.

Sebanyak 55 diantaranya merupakan bandar Narkoba. Beberapa diantaranya adalah mereka yang dikenakan penjara seumur hidup atau hukuman mati. Jadi saat ini di lapas Kelas IIA Cilegon sendiri sudah tidak ada lagi narapida narkoba kategori High Risk atau pengedar dan bandar yang membahayakan dan berisiko tinggi. (*/Hery)

KPU Cilegon Terimakasih
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien