Hilangnya Jalan Bersejarah di Kota Cilegon
CILEGON – Marak dan pesatnya pendirian industri yang hingga kini masih terus berlangsung di Kota Cilegon, selain banyak mengalihfungsikan lahan-lahan pertanian, mempersempit ruang gerak nelayan, sampai menghilangkan jalan yang memiliki nilai historis panjang.
Bahkan pada awal masuknya industri di kota yang dulunya dijuluki kota santri ini, rezim yang berkuasa saat itu datang atas nama negara, meminta kepada Kasepuhan Kyai yang ditakdzimi warga Cilegon untuk memindahkan kampungnya. Dan dalam perjalanannya sampai saat ini, industri terus merangsek mendekati pemukiman warga, yang bahkan di ujung Barat Cilegon sudah ada beberapa kampung yang kembali dibedol, dipindahkan atau dalam bahasa ilmiahnya direlokasi.
Kembali pada hilangnya jalan bersejarah yang hilang, jalan yang pada masanya merupakan jalan utama atau jalan besar bagi perkampungan-perkampungan sebelum adanya industri. Dan dalam tahap perjalanan pembangunan kawasan industri, jalan inipun masih merupakan jalan akses utama yang paling ramai dibanding dua jalan akses lainnya yakni di Kawasan Optik, Samangraya dan Perempatan Damkar.
Hilangnya jalan yang berlokasi di Jalan Raya Anyer (sisi Kanan) kawasan Krenceng ini adalah akibat adanya pendirian pabrik baru PT Krakatau Steel (Persero) Tbk yang patungan dengan perusahaan Jepang, Nippon Steel & Sumitomo Metal Corporation, pada tanggal 26 Desember 2012 yang bernama PT Krakatau Nippon Steel Sulasikin (PT KNSS).
Pabrik yang bergerak di bidang bisnis pembuatan dan penjualan produk baja lembaran dingin dan hot-dip galvanized untuk otomotif di Indonesia ini, sejak awal pembangunannya lima tahun yang lalu sudah menutup total jalan bersejarah bagi masyarakat Cilegon tersebut.
Terungkapnya jalan hilang yang merupakan saksi sejarah dalam beberapa abad silam ini, sebagaimana diungkapkan pelaku sejarah di Kota Cilegon, Ustadz Sunardi, yang diwawancari faktabanten.co.id, pada Minggu (5/11/2017) sore, di kawasan pesisir Tanjung Peni.
“Jalan kawasan di Krenceng yang sekarang ditutup oleh Nippon itu dulunya merupakan jalan besar, jalan itu jalan utama bagi perkampungan-perkampungan yang digusur KS mulai pada tahun 1956. Dulu sering ada tsunami, seperti 1883 saat Krakatau meletus, 1942 saat Jepang datang dan jalan itu merupakan jalur evakuasi bagi warga,” ungkapnya.
Walau tak merinci nama-nama Kampung yang tergusur oleh PT KS yang pada awalnya bernama Trikora ini, namun ustadz Sunardi menyebutkan ada 49 Kampung yang terkena gusuran dalam bedol desa hajat negara saat itu.
“Ada 49 Kampung dulu yang di bedol, saat itu Indonesia yang kerjasama dengan Sofyet mau bikin pabrik baja dan dipilihlah Cilegon yang dulu masih Kewedanaan, cuma ada tiga Kecamatan yaitu Bojonegara, Cibeber dan Pulomerak yang wilayahnya melingkupi beberapa kecamatan sekarang seperti Citangkil, Ciwandan, Grogol dan Pulomerak. Awalnya sih dibebaskan 600 Ha, tapi tahun 1970 adanya pergantian nama dari Trikora ke KS itu juga ada pengembangan lagi,” terang pria pendiri PMAG (Persatuan Masyarakat Asli Gusuran) Cilegon ini.
Lebih lanjut ustadz Sunardi juga menyesalkan, dari hilangnya jalan pada sekitar lima tahun lalu itu yang baginya menjadi saksi untuk mengenang para leluhurnya dulu.
“Banyak kenanganlah di jalan yang ditutup untuk pengembangan pabrik KNSS itu, walau Kampungnya sudah lama tidak ada, tapi jalan besar itu adalah saksi sejarah untuk mengenang orang tua kami. Kenapa industri terus saja menghilangkannya?” sesalnya.
Di akhir wawancara ustadz Sunardi meminta kepada pemerintah dan pelaku industri, selain lebih memberikan ruang gerak bagi petani dan nelayan yang ada di Cilegon, pihaknya juga berharap sisa peninggalan sejarah yang masih ada agar jangan dihilangkan lagi dan dipugar jadi cagar budaya.
“Dulukan masyarakat kita tani dan nelayan, apakah mereka semua terserap di industri? Tidak. Kami harap Pemkot Cilegon dan industri manufaktur agar lahan pertanian dan nelayan yang masih ada sekarang dibiarkan subur dimanfaatkan warga, jangan digusuri terus. Untuk peninggalan sejarah yang masih tersisa, kami dari PMAG sudah menyurati dinas terkait, minta agar peninggalan sejarah dari orang tua kami seperti Masjid Gesing di Samangraya dan Masjid Pengabuan di Djublin dijadikan cagar budaya agar dilestarikan, bisa dikenang generasi masyarakat Cilegon selanjutanya,” tegasnya. (*/Ilung)