JRDP: Timses Bagi-bagi Sembako ke Korban Banjir Adalah Money Politik
CILEGON – Badan Pekerja Jaringan Rakyat untuk Demokrasi dan Pemilu (JRDP) Kota Cilegon mendesak Bawaslu Kota Cilegon untuk mengusut dugaan tindak pidana politik uang yang dilakukan oleh sejumlah tim pemenangan pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota, berupa pembagian sembako kepada korban banjir di beberapa wilayah.
JRDP mengingatkan, bahwa apapun dalih memberi bantuan kepada korban banjir tersebut, faktanya saat ini masih dalam tahap kampanye. Bahkan berdasarkan temuan di lapangan, korban banjir yang mendapat bantuan tersebut, mengakui adanya ajakan memilih kandidat tertentu dari si pemberi bantuan.
JRDP mengingatkan adanya Pasal 187A, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. “Ayat 1 pasal tersebut menyatakan, setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp 200.000.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.000. Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat 1. Pemaknaan dua ayat itu adalah, baik pemberi maupun penerima, dikenakan pasal pidana yang sama. Jadi akan sangat ironis jika nanti para korban banjir penerima bantuan itu kemudian menjadi terperiksa dalam kasus politik uang,” ujar Juru Bicara Pemantau JRDP Kota Cilegon, Cecep Irfanudin, Jumat (4/12/2020).
Cecep menegaskan, awal pekan ini JRDP akan membawa beberapa petunjuk berupa foto, video, postingan medsos, dan pengakuan penerima sembako, sebagai bahan laporan resmi kepada Bawaslu Kota Cilegon.
“Bagi kami pemberian bantuan bagi korban banjir itu adalah praktek politik uang yang nyata. Agak heran dan janggal kalau nanti Bawaslu tidak menemukan unsur pidana.”
Sementara Koordinator Umum JRDP Banten Ade Buhori menambahkan, apa yang terjadi di Kota Cilegon itu bisa dimaknai sebagai kelemahan Bawaslu setempat dalam melakukan pencegahan. Bawaslu harusnya aktif melakukan sosialisasi tentang apa dan bagaimana politik uang itu, baik kepada kandidat, maupun kepada pemilih.
JRDP, kata Ade, selama ini belum pernah melihat kegiatan Bawaslu Kota Cilegon dalam melakukan sosialisasi kepada kandidat maupun masyarakat terkait aturan main Pilkada 2020. Baik dalam bentuk tatap muka, ataupun daring lewat perangkat IT.
“Atau bisa juga akibat sengitnya kompetisi antar kandidat sehingga mereka menggunakan beragam cara untuk meyakinkan pemilih. Bawaslu harus mampu menuntaskan kasus ini secara obyektif dan profesional. Kami juga menghimbau kepada para kandidat untuk tidak mempengaruhi Bawaslu dalam menangani kasus ini,” kata Ade. (*/Red)