Mahasiswa Cilegon: Masyarakat Bisa Contoh Ratu Ati, Tidak Patuhi Aturan Covid-19
CILEGON – Polemik terkait status positif Covid-19 yang dialami salah satu bakal calon walikota Cilegon, saat ini masih terus menghangat dan tengah menjadi pembahasan di kalangan masyarakat.
Terlebih lagi, Ratu Ati Marliati sebagai calon yang terkonfirmasi terinfeksi virus Corona itu, masih terus melakukan bantahan dan upaya penolakan untuk karantina, sebagaimana yang direkomendasikan oleh Tim Pemeriksa Kesehatan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Sementara, saat ini status Kota Cilegon terkait Pandemi Covid-19 ini sudah memberlakukan ketentuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Baca juga: Sempat Menghilang, Ternyata Calon Walikota Ratu Ati Dikabarkan Positif Covid-19
Ikatan Mahasiswa Cilegon (IMC) saat dimintai pendapatnya tentang pemberlakuan PSBB di Kota Cilegon ini, malah melemparkan sindiran sinis kepada bakal calon petahana yang juga wakil walikota Cilegon.
“PSBB akibat Covid-19 ini untuk masyarakat saja atau untuk semua, pejabat juga? Jangan hanya bisa menerbitkan aturan ya, pejabat pemerintah juga harus berikan contoh. Masyarakat kena Covid-19 langsung dikarantina paksa, eh ada pimpinan daerah sudah dinyatakan positif oleh dokter, tapi masih aja cari alasan untuk berkelit. RSUD-nya malah digeruduk pasukan bergolok, duh kami mahasiswa bingung nih,” ujar Pengurus Pusat IMC, Ilham Benyamin, kepada wartawan, Jumat (11/9/2020).
Kepada wartawan, aktivis IMC ini juga mempertanyakan soal aturan protokol kesehatan Covid-19, apakah jadi hal wajib yang harus dipatuhi seluruh masyarakat.
“Kalau kepala daerah saja tidak mau mematuhi protokol kesehatan, dan menolak hasil test medis tentang Covid-19 ini, kenapa masyarakat harus patuh? Aturan pencegahan Covid-19 dan sekarang PSBB ini untuk siapa sih sebenarnya? Masih bingung nih kang,” kembali Benyamin menyindir.
Mahasiswa UIN Banten ini bahkan menegaskan, bahwa masyarakat akan mencontoh dan mengikuti perilaku pemimpinnya dalam hal ketaatan aturan.
“Jadi sebaiknya kita mencontoh Ibu Ati saja, jangan mau mengakui dan mematuhi soal aturan Covid-19 ini. Kalau nanti ada warga yang dinyatakan positif dan mau dikarantina, warga bisa nolak. Apakah kita nanti harus melawan, sebagaimana Ibu Ati membantah hasil test medis dari Tim Dokter IDI? Tuh kan, kita bingung lagi ini,” imbuh Benyamin.
Saat ditanya apakah mahasiswa akan melakukan pengawasan terhadap pemberlakuan PSBB di Cilegon, Benyamin kembali berkelakar.
“Saya suka nonton lawak kang, tapi lawakan tentang status Covid-19 calon kepala daerah dan PSBB di Cilegon ini, sepertinya seru untuk ditonton juga. Bakalan lucu atau menjijikan ya, kita belum tahu nih,” tutup Benyamin.
Diketahui sebelumnya, bakal calon walikota Cilegon Ratu Ati Marliati dinyatakan positif terinfeksi Covid-19 usai menjalani test swab oleh Tim Pemeriksa Kesehatan Calon Kepala Daerah yang ditunjuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Cilegon pada Senin (7/9/2020).
Namun Ratu Ati berusaha memberikan bantahan dan penolakan atas status kesehatannya yang sudah direkomendasikan oleh Tim Pemeriksa Kesehatan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tersebut. Bahkan Ati melakukan test pembanding di dua rumah sakit swasta lainnya untuk membuktikan hasil negatif dari test swab/PCR.
Ratu Ati melalui Tim Pemenangannya juga tetap menolak untuk karantina mandiri. Bahkan mereka mengembalikan surat rekomendasi dari KPU Cilegon terkait hasil test swab.
Sementara Rabu (9/9/2020) pagi, Ratu Ati membawa serta puluhan pendukungnya, “memaksa” tetap datang ke RSUD Cilegon untuk meminta dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh Tim Dokter dari IDI. Namun pada Kamis (10/9/2020) kemarin, Ratu Ati tidak tampak kembali datang ke RSUD Cilegon untuk melanjutkan pemeriksaan kesehatan.
Berdasarkan Undang-Undang Wabah Penyakit Menular, seseorang bisa terkena hukuman pidana jika menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah. Pasal 14 peraturan ini menyebutkan, orang yang sengaja menghalangi penanggulangan wabah bisa diancam pidana paling lama 1 tahun penjara dan denda paling besar Rp 1 juta.
Selanjutnya, Undang-Undang Karantina Kesehatan juga memuat aturan pidana bagi orang yang tak mematuhi protokol kesehatan. Pasal 93 aturan itu menyebutkan, setiap orang yang tak mematuhi penyelenggaraan karantina kesehatan atau menghalangi penyelenggaraan karantina kesehatan bisa dipidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian juga mengatakan, pemerintah menyiapkan sanksi berupa teguran hingga diskualifikasi bagi para calon yang membuat kerumunan orang. Calon Petahana, kata Tito, bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2018 tentang Pemerintah Daerah.
Ratu Ati sendiri merupakan bakal calon Petahana. Sebagai wakil walikota Cilegon, Mendagri juga telah memberikan surat teguran kepada Ratu Ati karena dinilai telah melanggar protokol kesehatan saat melakukan pendaftaran calon di KPU Cilegon pada 4 September 2020 lalu. (*/Red/Rizal)