CILEGON – Sebagai daerah yang pernah memiliki akar sejarah yang kental dari peradaban Kerajaan Islam sejak awal abad 16 dulu, Provinsi Banten memiliki banyak sekali budaya dan tradisi yang syarat dengan syiar dan khazanah Islam, salah satunya ‘Marhabanan’
Ritual Marhabanan adalah pembacaan syair-syair pujian kepada Nabi besar Muhammad SAW yang umumnya bersumber dari kitab Al-Barzanji. Kata ‘Barzanji’ sendiri dalam kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai isi bacaan puji-pujian yang berisi riwayat Nabi Muhammad SAW.
“Marhaban Ya Nurul ’Aini ..
Marhaban .. Marhaban ..
Marhaban Jaddal Husaini
Marhaban .. Marhaban”
Barzanji berasal dari kata Al-Barzanj, nama belakang penulis prosa dan puisi terkenal yang mempunyai nama lengkap Ja’far Al-Barzanj (Ediruslan Pe Amanriza & Hasan Junus, 1993:18).
Syekh Ja’far Al-Barzanj bin Husin bin Abdul Karim lahir di Madinah tahun 1690 dan wafat tahun 1766. Al-Barzanj berasal dari sebuah daerah di Kurdistan, Barzinj.
Nama asli kitab karangan yang kemudian lebih dikenal dengan nama Al-Barzanji adalah ‘Iqd Al-Jawahir’ yang berarti “kalung permata”. Kitab tersebut disusun untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW.
Kitab Al-Barzanji berisi tentang kehidupan Nabi Muhammad dari masa kanak-kanak hingga diangkat menjadi Rasul, silsilah keturunannya, sifat mulia yang dimilikinya, dan berbagai peristiwa yang dapat menjadi teladan umat Islam (Muhammad Thohiran, 2007).
Marhabanan di Banten biasanya dilakukan pada saat acara-acara tertentu, seperti Maulid Nabi, syukuran kelahiran anak atau aqiqah, dan perayaan lain.
Di Masjid-masjid perkampungan ataupun di rumah-rumah warga, biasanya dilakukan masyarakat dengan duduk bersimpuh melingkar dan diselingi adegan berdiri pada bacaan tertentu.
Pada acara Maulid Panjang, biasanya diawali oleh seseorang membacakan Barzanji, yang pada bagian tertentu disahuti oleh jemaah lainnya secara bersamaan. Dan biasanya pada akhir bacaan disusul dengan kedatangan aneka ragam hiasan Panjang Mulud hasil dari perpaduan kebudayaan lokal dan Khazanah Islam, selain itu ada juga nasi berkat dan makanan kecil lainnya yang dibuat warga setempat secara gotong-royong.
Marhabanan juga dilantunkan dalam aqiqah, namun relatif lebih singkat, pada adegan bacaan berdiri misalnya, berlangsung hanya pada putaran tertentu saja saat bayi dibawa mengelilingi lingkaran jamaah marhaban.
Selain itu, pada umumnya di Banten, khususnya di Perkampungan-perkampungan, masih sering didengar dari speaker masjid suara lantunan marhaban oleh masyarakat atau majelis marhaban setempat, dari yang rutin seminggu sekali sampai sebulan sekali. Selain untuk menjaga tradisi marhaban, kegiatan tersebut tentunya secara tidak langsung mengajarkan untuk latihan marhaban kepada anak-anak kecil di kampung tersebut.
Seperti salah satunya di Majelis Marhaban Cidahu di Link. Pintu Air, Kelurahan Kubangsari, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon, yang rutin melantunkan marhabanan setiap sebulan sekali.
Marhaban Cidahu pada dasarnya sama dengan marhaban pada umumnya, namun ada beberapa gubahan syair dan lagu hasil karya mendiang Ulama Besar Banten, Abuya Dimyati dari Cidahu, Pandeglang.
Acara Marhaban Cidahu yang diselenggarakan Minggu malam tadi (23/4/2017), lebih cepat dari agenda bulanannya karena bertepatan 27 Rajab dan sekaligus untuk perayaan Isra` Mi’roj. Sama dengan marhaban pada umumnya, diawali dengan tawasulan dan dzikir.
Acara yang diselenggarakan di Masjid setempat ini diikuti oleh ratusan jamaah yang terdiri dari anggota majelis Marhaban Cidahu, masyarakat dan santri-santri dari Pondok Pesantren sekitar.
Fakta Banten yang secara tidak kebetulan mengikuti marhabanan ini, diawal acara juga sempat merekam kegiatan bakti sosial dari M Ibrohim Aswadi, pendiri Majelis Marhaban Cidahu ini.
Ibrohim Aswadi yang merupakan seorang pengusaha ini, nampak konsisten melestarikan kebudayaan Islam tersebut, sambil secara rutin menggelar santunan kepada para kaum dhuafa dan yatim piatu.
Amal ilmiah ilmu amaliyah, yang kiranya sangat perlu untuk ditiru dan diajarkan kepada generasi muda Banten ditengah dekadensi moral yang terjadi akibat kepungan arus modernisasi global dimana penyelenggara Negara kita tidak mampu membendungnya atau justru turut membatu keberlangsungannya.
Demikian, sekilas pandang tentang secuil kebudayaan masyarakat Banten dari aliran Islam ahlussunah waljamaah. Semoga tradisi Marhaban dari para leluhur ini masih bisa kita pertahankan untuk diwariskan kepada anak cucu kita. (*)