Melihat Upaya Pak Ahmad, Manfaatkan Lahan Pekarangan di Cilegon untuk Bertani
Oleh: Ilung (Sang Revolusioner)
CILEGON – Mungkin ada perlunya orang Cilegon sekarang untuk mengetahui atau sekadar mengenang latar belakang sejarah kotanya yang dalam kurun waktu 50-60 tahun silam mayoritas profesi penduduknya adalah bertani. Dan tentunya sebelum berdirinya pabrik-pabrik raksasa yang ada saat ini.
Petani identik dengan sesorang yang mengusahakan kegiatan pertanian dan lebih menekankan kegiatan produksi.
Banyak literatur modern sekarang ini yang sejalan dengan definsi tersebut, yaitu bahwa petani akan mencoba memenuhi kebutuhan pangan keluarganya terlebih dahulu, dan apabila ada kelebihan produksi baru dijual untuk memenuhi kebutuhan yang lain.
Padahal dalam sudut padang tradisional tertentu, bertani merupakan cara fisik manusia untuk mendayakan organ tubuhnya mengelola alam dan secara rohani untuk berhamonisasi dengan alam yang dihamparkan Allah untuk di Khalifahi dengan “Mamayu Hayuning Bawono”.
Dan dalam praktik pertanian ini secara tidak langsung manusia bisa mengahayati hidup untuk bertauhid, dimana manusia hanya sekian persen menanam menjaga/merawat adapun yang menumbuhkan tanaman sampai panen adalah Allah SWT.
Seperti yang dilakukan oleh Pak Ahmad, warga Link Ciwaduk Cilik, Kelurahan Ciwaduk, Kecamatan Cilegon ini, di sela-sela waktu senggangnya usaha warungan Pak Ahmad mengolah lahan tidur milik tetangganya, untuk kegiatan bertani.
Dalam pantauan faktabanten.co.id, Minggu (3/12/2017) siang, di lahan sempit yang berada di wilayah perkotaan yang padat oleh rumah-rumah dan pertokoan ini, tampak Pak Ahmad sedang merawat tumbuhan produktif seperti Kacang Tanah, Jagung, Tomat, Singkong, Kacang Panjang, Pisang, Waluh yang ditanamnya.
“Sayang kalau lahannya dibiarkan rembel alang-alang, jadi ya saya tanduri saja sambil olahraga kang, kalau usaha sih saya warungan kecil. Lahannya sih punya Bu Hj Heriyah, tadinya sih saya yang biasa disuruh babatin kalau sudah rungseb, daripada dibabatin terus mending saya tanduri saja lahannya jadi bersih terus ada hasilnya,” ujar Pak Ahmad, kepada faktabanten.co.id.
Dan mulianya lagi, selain tumbuhan produktif yang ditanamnya tersebut bisa menyerap udara kotor dan mencegah pemanasan global, Pak Ahmad ini ketika masa panen hasilnya bukan untuk dijual melainkan untuk shodaqoh.
“Sudah lama kang, kalau panen ya hasilnya ngasih yang punya tanah, saya bagikan sama tetangga-tetangga, kalau Kacang sama Singkong untuk pemuda yang ronda. Ya ini buat shodaqoh saya, kalau uang mah nggak punya,” ungkapnya.
Namun kendalanya ketika pemilik lahan yang setahun sekali menyewakan lahan yang biasa diolah Pak Ahmad ini kepada penjual kambing qurban.
“Kendalanya sih nggak ada kang, paling kalau mau lebaran haji lahan ini disewakan pemiliknya ke penjual kambing qurban. Walaupun tanaman panen juga terpaksa jadi makanan kambing,” pungkasnya.
Sebuah sikap mulia dari Pak Ahmad yang kiranya perlu untuk ditiru oleh warga Cilegon lainnya. Memanfaatkan lahan tidur miliknya untuk dikelola menjadi lahan produktif pertanian sebagaimana cara yang tradisional yang dilakukan oleh nenek moyangnya dulu.
Dan ada pesan yang secara implisit bisa dipetik dari Pak Ahmad yang bertani di lahan milik orang lain ini adalah kedaulatan. Dimana sudah banyak pribumi Cilegon yang menjual tanah-tanah warisan orang tuanya kepada orang luar Cilegon untuk kegiatan industri.
Maka ada baiknya mulai saat ini bagaimana caranya bisa mempertahankan tanah warisan tersebut untuk anak cucu kita kelak.
Dan yang perlu disadari bersama dari pengalaman yang sudah-sudah, ketika pihak industri bahkan pemerintah tidak menjamin pekerjaan untuk petani alih profesi, yang secara tidak langsung adanya industri tersebut selain bisa menyerap tenaga kerja, industri juga bisa menyebabkan pengangguran baru di kalangan petani yang lahannya digusur oleh industri. (*/Ilung)